Skip to main content

Psychologismus-Streit dan Asal-Usul Perpecahan Aliran Kontinental dan Analitik dalam Filsafat

  Di akhir abad ke-19, diawali dari usaha pemisahan psikologi dari filsafat, muncul istilah Psychologismus-Streit atau "perselisihan psikologisme". Apa itu psikologisme? Psikologisme adalah pandangan bahwa segala konsep/ gagasan dalam filsafat (batasan pengetahuan, sistem logika, dan lain-lain) dapat ditarik penjelasannya pada pengalaman mental atau proses psikologis (Vrahimis, 2013: 9). Posisi psikologi yang kian mantap dengan penelitian empiriknya membuat filsafat mesti mendefinisikan kembali tugas dan posisinya: jika segala problem filsafat bisa direduksi pada aspek mental, masih adakah sesuatu yang disebut sebagai filsafat "murni"?  Menariknya, perselisihan ini tidak hanya di ranah perdebatan intelektual, tapi juga terbawa-bawa hingga ke ranah politik. Pada tahun 1913, 107 filsuf, beberapa diantaranya adalah Edmund Husserl, Paul Natorp, Heinrich Rickert, Wilhelm Windelband, Alois Riehl, dan Rudolf Eucken menandatangani petisi yang menuntut menteri kebudayaan Jer

Moralitas Khidhr


Sebelum memulai suatu pembahasan tentang moralitas Khidhr, alangkah baiknya untuk bersabar sejenak membaca tulisan panjang di bawah ini yang diambil dari Al-Qur'an surat Al-Kahfi. Isinya tentang percakapan antara Musa dan Khidhr.

  • Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami 886. (QS. 18:65)
  • Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu" (QS. 18:66)
  • Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. (QS. 18:67)
  • Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu" (QS. 18:68)
  • Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapatkanku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun". (QS. 18:69)
  • Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tetang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu". (QS. 18:70)
  • Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidihr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat kesalahan yang besar. (QS. 18:71)
  • Dia (Khidihr) berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku" (QS. 18:72)
  • Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku". (QS. 18:73)
  • Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidihr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar". (QS. 18:74)
  • Khidhr berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku" (QS. 18:75)
  • Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku". (QS. 18:76)
  • Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu". (QS. 18:77)
  • Khidihr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. (QS. 18:78)
  • Adapun bahtera itu kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena dihadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. (QS. 18:79)
  • Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mu'min, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. (QS. 18:80)
  • Dan kami menghendaki, supaya Rabb mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anak itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). (QS. 18:81)
  • Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Rabbmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanan itu, sebagai rahmat dari Rabbmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya". (QS. 18:82)
Uraian di atas adalah satu-satunya gambaran Al-Qur'an tentang siapa itu Khidhr. Cerita Khidhr yang berkembang berikutnya lebih merupakan mitos. Misalnya, Khidhr ini dapat muncul sesekali di lokasi tempat bertemunya air laut dan air sungai. Khidhr juga sering dijuluki sebagai guru para nabi, berdasarkan kemampuannya membuat Musa yang agung "terlihat bodoh". Bagi kaum sufi, Khidhr ini menjadi figur sentral. Menjadi simbol dimensi mistik dalam Islam, yang seringkali terasa absurd bagi mereka yang menganggap Islam cuma serangkaian hukum dan perintah semata.

Kisah yang diambil dari surat Al-Kahfi tersebut jelas mengandung pesan moral. Wikipedia mengatakan, pesan moralnya ada pada: orang tidak boleh sombong atas ketinggian ilmunya dan murid harus menaati gurunya. Betul. Tapi saya melihat hal yang lain daripada itu. Dengan aksinya, Khidhr mencoba menjawab dilema moralitas yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Khidhr mengajarkan bahwa dilema moralitas kerap terjadi dalam sikon apapun. Tidak ada kemutlakan baik-buruk. Misalnya, naik haji yang betapa agung dan mulianya, bukan tidak mungkin menutup kepedulian si jemaah yang barangkali di waktu bersamaan ada tetangganya yang kelaparan. Wisuda yang mengukuhkan insan-insan berbudi luhur untuk nusa dan bangsa, di waktu bersamaan menyebabkan kemacetan yang membuat supir angkot kehilangan kesempatan mencari nafkah. Betapa baik-buruk adalah sesuatu yang datang secara bersamaan dan bukan berupa kausalitas.

Khidhr dengan tajam mengajarkan, sesuai dengan apa yang Islam sering sebut-sebut: bahwa ada konsep "niat", sebagai suatu konsep untuk mengatasi dilema moralitas yang pasti terjadi dalam situasi apapun. Bahwa Khidhr ternyata sudah mengetahui bahwa niat menjadikan dilema moralitas tak penting lagi. Selama niatnya baik, maka itulah yang baik. Efek yang buruk adalah di luar tanggungjawab dari niat yang baik. Naik haji tidak menjadi buruk jika dijalankan dengan niat untuk beribadah meskipun di waktu bersamaan tetangga sebelah kelaparan. Karena niat menjalankan haji bukan atas dasar ingin menyengsarakan tetangga.

Niat menjadikan segala sesuatu baik dalam dirinya sendiri. Ia membuang efek domino yang mungkin ditimbulkannya. Niat juga adalah suatu cara agar nalar bahu membahu dengan iman sesuai dengan apa yang St. Anselmus katakan, "Bahwa nalar tidak akan menemui kebenaran sebelum kamu mengimani sesuatu." David Hume juga setuju dalam bahasa yang lebih ekstrim, "Nalar adalah budak nafsu. Apa yang kamu ingin katakan sebagai benar, maka nalarmu akan menggunakan segala cara agar itu jadi benar."

Artinya, Khidhr juga sekaligus menolak sebuah kalimat yang diungkapkan dalam film Jurassic Park via Dr. Alan Grant, "Banyak hal buruk di dunia berasal dari niat yang baik." Khidhr akan menjawabnya dengan, "Baik-buruk adalah hal yang selalu terjadi di dunia ini. Satu-satunya kebaikan yang hakiki adalah niat yang baik."

Comments

  1. Raf, ngomong2 soal agama dan filsafat, lo musti main ke blog ini:

    http://aurasmaradana.wordpress.com/

    Ini anak umur 18 tapi pinternya nggak kira2. Lo harus baca ...

    ReplyDelete
  2. hooo Dea, makasih ya, iya keren.. udah berkunjung!

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tentang Live Instagram Dua Belas Jam

  Hari Minggu, 24 Juli kemarin, saya live Instagram hampir dua belas jam. Untuk apa? Pertama, mengumpulkan donasi untuk Kelas Isolasi yang kelihatannya tidak bisa lagi menggunakan cara-cara yang biasa-biasa (karena hasilnya selalu kurang memadai). Kedua, iseng saja: ingin tahu, selama ini saya belajar dan mengajar filsafat itu sudah “sampai mana” jika diukur dengan menggunakan jam. Putusan untuk mengudara dua belas jam tersebut tidak melalui persiapan matang, melainkan muncul begitu saja dari dua hari sebelumnya. Oh iya, materi yang saya bawakan adalah berkenaan dengan sejarah filsafat Barat. Keputusan tersebut membuat saya agak menyesal karena mesti menghabiskan hari Jumat dan Sabtu untuk baca-baca secara intens. Seperti yang sudah saya duga, belajar filsafat memang aneh: semakin dibaca, semakin menganga lubang-lubangnya. Awalnya, saya berniat untuk khusus membaca bagian Abad Pertengahan saja karena merasa pengetahuan saya paling lemah di bagian itu. Setelah lumayan membaca tipis-tip

Metafisika

Entah benar atau tidak, tapi boleh kita percaya agar pembahasan ini menjadi menyenangkan: Istilah metafisika terjadi oleh sebab sesuatu yang tidak sengaja. Ketika Aristoteles sedang menyusun buku-bukunya di rak, asistennya meletakkan buku yang berisi tentang segala sesuatu yang di luar kenyataan seperti prinsip pertama dan pengertian tentang ada (being qua being) setelah buku bertitel 'Fisika'. Atas ketidaksengajaan itulah, buku tersebut dinamai 'Metafisika'. 'Metafisika' berarti sesudah 'Fisika', yang memang secara harfiah betul-betul buku yang ditempatkan setelah buku 'Fisika' di rak Aristoteles. Istilah tersebut jadi terus menerus dipakai untuk menyebut segala sesuatu tentang yang di luar atau di belakang dunia fisik. Agak sulit untuk menjelaskan secara presisi tentang apa itu metafisika (tentu saja metafisika dalam arti istilah yang berkembang melampaui rak buku Aristoteles), maka itu alangkah baiknya kita simak beberapa contoh upaya untuk me

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1