Pages

Surat Cinta dari Korea (5)

Sayangku, jika asap pertanda adanya api, lalu semut pertanda adanya gula, lalu pertemuan berarti pertanda apa? pertemuan adalah pertanda akan adanya perpisahan. Demikian juga apa yang sudah kami semua lakukan di sini, bersama-sama, dengan para delegasi AIAE. Kami bersama-sama meskipun tak lama, tapi ternyata perpisahan tetap menyedihkan jua.


Sebelum masuk pada fase romantis itu, aku akan menceritakan kisah kami di pagi hingga sore hari. Karena free time, kami berencana untuk berjalan-jalan berbelanja. Kami menaiki subway, sebuah moda transportasi yang pastinya tidak dipunyai di Indonesia (katanya Jakarta mau membuatnya, kita tunggu ya realisasinya). Menaiki ini susahnya minta ampun, karena kami tidak berbicara dengan manusia, tapi mesin. Untuk memulainya, kami harus mengisi voucher kartu. Ada beberapa pilihan, ada yang satu kali jalan, ada yang seharian, ada paket manula, dan sebagainya. Hebatnya, petugas langsung datang dan cekatan membantu kami.





Aku belum pernah ke Singapura, tapi sepertinya jika dibandingkan dengan di sana, sign system di sini agak sulit dipahami. Banyak tulisan yang masih dalam bahasa Korea dan tidak dilatinkan. Tentu saja yang demikian itu hak mereka, tapi bagiku ini agak kontradiksi dengan visi mereka untuk menjadi kota wisata akbar 2012 dengan slogan, "Hi, Seoul". Walhasil, kami memutuskan jika nanti pulang kembali ke hotel, kami kapok naik subway dan ingin taksi saja.

Di jalanan, tempat perbelanjaan di Insadong itu, aku sedih. Sedih karena barang-barang yang dijual di museum dengan harga selangit itu ternyata semua ada di tempat tersebut dengan harga separo! Akhirnya aku menemukan juga barang-barang yang barangkali sangat dinanti-nanti penggemar film Korea dan juga band-band Korea. Di tempat ini, meskipun barangkali didesain dengan tidak terlalu bagus, tapi alangkah menyenangkan bisa menghadiahi orang terkasih di tanah air sebatas poster, card holder, memo, atau kalender dari artis idola, langsung dari negara asalnya. Karena ingin cepat, makan siang kami habiskan di McDonald saja. Aku makan burger bulgogi karena namanya paling aneh, walaupun sama dengan beef burger. Satu hal yang menarik, ketika kami kebingungan, kami didatangi dua orang yang sangat antusias. Mereka ternyata bagian dari kampanye Hi Seoul. Mereka menawari informasi gratis bagi para turis. Sangat ramah, bergairah, dan informatif, patut dicontoh!





Setelah kaki pegal akibat jalan, kami, sesuai rencana semula, pulang naik taksi. Sayangnya, kota Seoul yang bersih rapi jali ternyata tak bisa terhindarkan dari macet seperti halnya Jakarta. Padat dan jarang merayap terjadi juga. Walhasil, argo taksi kami membubung sudah. Sekitar 20.000 won lebih atau 160.000 rupiah-an! Dengan lunglai akibat lelah dan dompet tipis, kami merebah di hotel sebelum menjalani acara berikutnya: penutupan sekaligus perpisahan delegasi AIAE.

Penutupan ini, katanya, aku harus tampil mewakili delegasi Indonesia. Setiap delegasi memang harus menyumbangkan semacam performa di penutup acara. Ternyata, yang ditampilkan amat beragam, mulai dari yang menarik sampai yang tidak kreatif sama sekali. Jepang misalnya, mereka cuma beramai-ramai menyanyikan lagu Sukiyaki tanpa musik. Singapur, mereka bagus, menampilkan pantomim yang bertemakan satir. Sedang Indonesia? Aku dikorbankan sendirian. Maju ke depan, membawakan tiga lagu dengan solo gitar. I Have a Lover dari Lee Eun Mi, Here There and Everywhere dari The Beatles dan Ambilkan Bulan dari A.T. Mahmud berhasil dibawakan dengan plus minusnya.


Jika memang pertemuan kita yang penuh kenangan ini punya konsekuensi perpisahan, biarkan. Biarkan, selama yang memisahkan cuma kematian. Dan sesungguhnya kematian cuma pemisah antara badan dan badan. Cinta akan selalu menghidupkan kembali jiwa seseorang.

Syarif Maulana

1 comment:

Instagram