Skip to main content

Psychologismus-Streit dan Asal-Usul Perpecahan Aliran Kontinental dan Analitik dalam Filsafat

  Di akhir abad ke-19, diawali dari usaha pemisahan psikologi dari filsafat, muncul istilah Psychologismus-Streit atau "perselisihan psikologisme". Apa itu psikologisme? Psikologisme adalah pandangan bahwa segala konsep/ gagasan dalam filsafat (batasan pengetahuan, sistem logika, dan lain-lain) dapat ditarik penjelasannya pada pengalaman mental atau proses psikologis (Vrahimis, 2013: 9). Posisi psikologi yang kian mantap dengan penelitian empiriknya membuat filsafat mesti mendefinisikan kembali tugas dan posisinya: jika segala problem filsafat bisa direduksi pada aspek mental, masih adakah sesuatu yang disebut sebagai filsafat "murni"?  Menariknya, perselisihan ini tidak hanya di ranah perdebatan intelektual, tapi juga terbawa-bawa hingga ke ranah politik. Pada tahun 1913, 107 filsuf, beberapa diantaranya adalah Edmund Husserl, Paul Natorp, Heinrich Rickert, Wilhelm Windelband, Alois Riehl, dan Rudolf Eucken menandatangani petisi yang menuntut menteri kebudayaan Jer

30hari30film: Alphaville: Une étrange aventure de Lemmy Caution (1965)

16 Ramadhan 1433


Alphaville: Une étrange aventure de Lemmy Caution (berikutnya akan disebut Alphaville saja) adalah film garapan sutradara Prancis, Jean Luc Godard. Film berdurasi 99 menit itu bercerita tentang Alphaville, sebuah kawasan yang di dalamnya terdapat eksperimen-eksperimen saintifik untuk menciptakan manusia yang lebih kuat. Film-film Godard, seperti biasanya, selalu mempunyai kandungan film noir. Film noir sering disalahartikan sebagai film yang melulu bergambar hitam-putih. Padahal, yang membuat sebuah film disebut film noir, adalah karena jalan ceritanya yang nihilistik. Demikian halnya dengan Alphaville yang meski mempunyai tema cukup jelas, namun penggambarannya agak absurd dan mengajak penontonnya untuk banyak mengernyitkan dahi. 

Alphaville berpusat pada seorang agen rahasia bernama Lemmy Caution (Eddie Constantine) yang menyamar menjadi jurnalis Ivan Johnson, dalam misinya masuk ke suatu wilayah bernama Alphaville. Tugas Caution adalah membunuh kreator kawasan Alphaville bernama Professor Van Braun dan menghancurkan superkomputer bernama Alpha 60. Mengapa kawasan Alphaville dan Alpha 60 dianggap berbahaya? Karena mereka menghendaki tumbuhnya manusia jenis baru: Manusia yang mereduksi nilai-nilai emosional dalam dirinya. Kata Alpha 60, "Manusia yang baik tidak bertanya 'kenapa' pada segala sesuatu, melainkan bisa menjelaskannya diawali dengan kata 'karena'." Contoh terbaik manusia jenis ini adalah anak sang Professor sendiri, bernama Natasha von Braun (Anna Karina). Ia tidak mengetahui arti dari kata 'cinta' dan 'kesadaran'. Secara mengerikan, waktu demi waktu, kawasan Alphaville melenyapkan kata-kata yang berkaitan dengan emosi manusia (bayangkan, di Alphaville ada kamus yang diperbaharui terus menerus, karena kata-kata lambat laun selalu tergantikan, dari yang emotif menjadi kognitif!).

Film Godard yang ini, meski tetap nihilistik sesuai dengan semangat film noir yang dibawanya, tetap mengandung pesan yang agaknya tak terlalu susah untuk dipahami. Godard berupaya untuk membawa penontonnya menyadari tentang kemungkinan teknologi yang bisa mereduksi perasaan manusia. Pemikiran yang ditawarkan Godard ini seolah tiga tahun lebih maju dari yang dipikirkan oleh Stanley Kubrick dalam filmnya yang bertemakan sama di tahun 1968: 2001: A Space Odyssey. Jika disimak, konsep HAL 9000 dalam film 2001 pun kurang lebih meniru karakter komputer Alpha 60. Keduanya sama-sama punya suara pria yang berat (tidakkah ini janggal bagi voice-over komputer yang umumnya wanita?). Alphaville mengandung nilai filosofi yang amat padat jika disimak pada dialog-dialognya. Sayang sekali, sebagaimana umumnya film Godard, ia kerapkali membuat film sembilan puluh menit terasa seperti dua jam setengah.

Rekomendasi : Bintang Empat

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Live Instagram Dua Belas Jam

  Hari Minggu, 24 Juli kemarin, saya live Instagram hampir dua belas jam. Untuk apa? Pertama, mengumpulkan donasi untuk Kelas Isolasi yang kelihatannya tidak bisa lagi menggunakan cara-cara yang biasa-biasa (karena hasilnya selalu kurang memadai). Kedua, iseng saja: ingin tahu, selama ini saya belajar dan mengajar filsafat itu sudah “sampai mana” jika diukur dengan menggunakan jam. Putusan untuk mengudara dua belas jam tersebut tidak melalui persiapan matang, melainkan muncul begitu saja dari dua hari sebelumnya. Oh iya, materi yang saya bawakan adalah berkenaan dengan sejarah filsafat Barat. Keputusan tersebut membuat saya agak menyesal karena mesti menghabiskan hari Jumat dan Sabtu untuk baca-baca secara intens. Seperti yang sudah saya duga, belajar filsafat memang aneh: semakin dibaca, semakin menganga lubang-lubangnya. Awalnya, saya berniat untuk khusus membaca bagian Abad Pertengahan saja karena merasa pengetahuan saya paling lemah di bagian itu. Setelah lumayan membaca tipis-tip

Metafisika

Entah benar atau tidak, tapi boleh kita percaya agar pembahasan ini menjadi menyenangkan: Istilah metafisika terjadi oleh sebab sesuatu yang tidak sengaja. Ketika Aristoteles sedang menyusun buku-bukunya di rak, asistennya meletakkan buku yang berisi tentang segala sesuatu yang di luar kenyataan seperti prinsip pertama dan pengertian tentang ada (being qua being) setelah buku bertitel 'Fisika'. Atas ketidaksengajaan itulah, buku tersebut dinamai 'Metafisika'. 'Metafisika' berarti sesudah 'Fisika', yang memang secara harfiah betul-betul buku yang ditempatkan setelah buku 'Fisika' di rak Aristoteles. Istilah tersebut jadi terus menerus dipakai untuk menyebut segala sesuatu tentang yang di luar atau di belakang dunia fisik. Agak sulit untuk menjelaskan secara presisi tentang apa itu metafisika (tentu saja metafisika dalam arti istilah yang berkembang melampaui rak buku Aristoteles), maka itu alangkah baiknya kita simak beberapa contoh upaya untuk me

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1