Skip to main content

Pengintip

  Namanya Gerald Foos. Ia mengaku sebagai pemilik hotel kecil (motel) di Colorado, tempat dirinya melakukan kegiatan mengintip berbagai aktivitas seksual para tamunya. Foos melakukannya selama sekitar dua puluh tahun tanpa pernah ketahuan. Sampai kemudian Foos memutuskan untuk menceritakan kisah hidupnya sendiri pada jurnalis legendaris, Gay Talese, untuk dijadikan buku. Menurut Talese, Foos tidak kelihatan seperti seorang psikopat. Jika kita bertemu Foos tanpa mengetahui latar hidupnya sebagai pengintip profesional, kita akan menganggapnya orang biasa-biasa saja, seperti orang kebanyakan. Foos sendiri tidak merasa ada hal yang aneh dari kegiatannya. Istrinya bahkan merestui aktivitas tersebut (yang diakui Foos sebagai "meneliti").  Itulah kisah tentang seorang pengintip ( voyeur ) yang dimuat dalam buku terbitan New York Times tahun 2016, sebelum kemudian difilmkan dalam bentuk dokumenter tahun berikutnya oleh sutradara Myles Kane dan Josh Koury. Film ini menarik bukan hanya

30hari30film: Vanishing Point (1971)

19 Ramadhan 1433 H


Vanishing Point adalah film garapan Richard Sarafian yang berkisah tentang perjalanan seorang pengendara bernama Kowalski (Berry Newman). Kowalski adalah veteran perang Vietnam, eks pembalap, yang mengemudikan mobil Dodge Challenger secara kencang di sepanjang jalan wilayah Amerika bagian barat daya seputar Nevada. Vanishing Point dikatakan sebagai film yang menjadi favorit Steven Spielberg. Film ini juga menjadi inspirasi bagi Quentin Tarantino dalam filmnya, Death Proof.

Pertanyaan kemana Kowalski akan pergi mengendarai mobilnya adalah pertanyaan yang paling menarik. Karena kepergian Kowalski adalah tak bertujuan. Satu-satunya yang mungkin bisa dijadikan acuan tujuan Kowalski pergi adalah mengantarkan mobil Dodge Challenger ini ke San Francisco. Namun kenyataannya, ia hanya memacu kencang mobilnya berputar-putar, menembus gurun, dan mendapati dirinya berpetualang melawan polisi, pembalap lain, dan penodong homoseksual. Semangat kebebasan Kowalski ini mendapat dukungan spiritual yang aneh dari seorang penyiar radio bernama Super Soul (Cleavon Little). Super Soul, melalui siaran radio, kerapkali berbicara secara pribadi pada sang pengendara, mengatakan bahaya apa yang mengancamnya di depan. 

Vanishing Point adalah film yang mengambil semangat kaum hippies yang cinta kebebasan dan menolak nilai-nilai Amerika yang konvensional. Kowalski adalah representasi menarik dari seorang hippies (meski secara penampilan, Kowalski sama sekali tidak mengindentifikasikan hal tersebut), ia bebas, tak bertujuan, dan mengelabui kekuasaan dengan cara-cara yang heroik -yang kata salah seorang tokoh dalam film tersebut yang tidak disebutkan namanya (diperankan oleh Dean Jagger), "The best way to get away is to root right where you are."- Film ini, jika nanti menyaksikan ending-nya, maka akan terasa sekali bahwa ini "bukan film biasa" dan ternyata mengandung pesan eksistensialisme cukup kuat (macam Taxi Driver-nya Martin Scorsese). Sangat direkomendasikan bagi mereka yang suka film-film cult yang absurd namun dibaliknya punya pesan mendalam -kadang bukan disebabkan perasaan menggugahnya, tapi justru oleh sebab rasa heran dan sedikit eneg-.

Rekomendasi: Bintang Empat Setengah

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Live Instagram Dua Belas Jam

  Hari Minggu, 24 Juli kemarin, saya live Instagram hampir dua belas jam. Untuk apa? Pertama, mengumpulkan donasi untuk Kelas Isolasi yang kelihatannya tidak bisa lagi menggunakan cara-cara yang biasa-biasa (karena hasilnya selalu kurang memadai). Kedua, iseng saja: ingin tahu, selama ini saya belajar dan mengajar filsafat itu sudah “sampai mana” jika diukur dengan menggunakan jam. Putusan untuk mengudara dua belas jam tersebut tidak melalui persiapan matang, melainkan muncul begitu saja dari dua hari sebelumnya. Oh iya, materi yang saya bawakan adalah berkenaan dengan sejarah filsafat Barat. Keputusan tersebut membuat saya agak menyesal karena mesti menghabiskan hari Jumat dan Sabtu untuk baca-baca secara intens. Seperti yang sudah saya duga, belajar filsafat memang aneh: semakin dibaca, semakin menganga lubang-lubangnya. Awalnya, saya berniat untuk khusus membaca bagian Abad Pertengahan saja karena merasa pengetahuan saya paling lemah di bagian itu. Setelah lumayan membaca tipis-tip

Metafisika

Entah benar atau tidak, tapi boleh kita percaya agar pembahasan ini menjadi menyenangkan: Istilah metafisika terjadi oleh sebab sesuatu yang tidak sengaja. Ketika Aristoteles sedang menyusun buku-bukunya di rak, asistennya meletakkan buku yang berisi tentang segala sesuatu yang di luar kenyataan seperti prinsip pertama dan pengertian tentang ada (being qua being) setelah buku bertitel 'Fisika'. Atas ketidaksengajaan itulah, buku tersebut dinamai 'Metafisika'. 'Metafisika' berarti sesudah 'Fisika', yang memang secara harfiah betul-betul buku yang ditempatkan setelah buku 'Fisika' di rak Aristoteles. Istilah tersebut jadi terus menerus dipakai untuk menyebut segala sesuatu tentang yang di luar atau di belakang dunia fisik. Agak sulit untuk menjelaskan secara presisi tentang apa itu metafisika (tentu saja metafisika dalam arti istilah yang berkembang melampaui rak buku Aristoteles), maka itu alangkah baiknya kita simak beberapa contoh upaya untuk me

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1