Skip to main content

Kronologi dan Duduk Perkara Kasus SM

Pada tulisan ini, saya Syarif Maulana, akan menjabarkan kronologi selengkap-lengkapnya tentang segala proses berkaitan dengan kasus dugaan kekerasan seksual yang dituduhkan pada saya tanggal 9 Mei 2024 di media sosial X. Tuduhan tersebut menjadi viral dan menyebabkan saya dipecat dari berbagai institusi, tulisan-tulisan diturunkan dari berbagai media, buku-buku dicabut dari penerbitan, dan dikucilkan dari berbagai komunitas filsafat, termasuk komunitas yang saya bangun sendiri, Kelas Isolasi.  Penulisan kronologi ini dilakukan dalam rangka menjelaskan duduk perkara dan perkembangan kasus ini pada publik berdasarkan catatan dan dokumentasi yang saya kumpulkan.  Tuduhan kekerasan seksual (selanjutnya akan disingkat KS) kepada saya dimulai pada tanggal 9 Mei 2024, dipicu oleh cuitan dari akun @flutuarsujet yang menuliskan “... katanya dia pelaku KS waktu di Tel**m, korbannya ada lima orang …”. Kata “Tel**m” tersebut kemungkinan besar mengacu pada Telkom University, tempat saya bekerja seb

Karena Tubuh Lebih Mengerti

Pada hari Sabtu, 9 Oktober, selesai main musik di sebuah restoran, saya minum es teh tawar di gelas berukuran besar. Tidak lama kemudian, rasa sakit menyerang antara dada dan perut, menjalar hingga punggung dan lama-lama menjadi sesak. Saya langsung dilarikan ke IGD RS Limijati, diperiksa ini itu (hingga dipasangi aneka kabel), diberi penahan rasa sakit dan saat sakitnya hilang, saya meminta untuk pulang. Pemeriksaan saat itu menunjukkan tekanan darah saya mencapai 210. Sesampainya di apartemen, sakit itu datang lagi dan malah lebih parah. Saya kembali masuk ke IGD RS Hermina Arcamanik. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa selain tekanan darah, gula darah saya pun bermasalah.

 

Sekarang sudah hampir seminggu sejak saya keluar dari rumah sakit. Pola makan serta gaya hidup mesti diubah secara total: merokok dari yang sebelumnya bisa dua bungkus per hari, sekarang hanya sebatang per hari; makanan yang dikonsumsi tadinya hampir bebas (ada pantangan sih, tapi saya sering diam-diam makan apa saja di belakang pengawasan istri), sekarang jadi tidak boleh terlalu manis dan terlalu asin; selain itu, makanan juga sebisa mungkin jangan yang dari hasil pengawetan, melainkan diolah langsung dimakan dalam waktu relatif singkat. Soal yang terakhir, saya hampir tidak ada masalah karena apartemen yang kami tinggali lokasinya bersebelahan dengan pasar jadi ya memang sehari-hari kami makan seperti itu: beli bahan segar pagi-pagi sekali untuk dimasak langsung. 

Perubahan gaya hidup dan pola makan memang rumit, tetapi dampaknya dalam beberapa hari ini cukup positif. Meski sempat lemas pada mulanya, tapi setelah beradaptasi, saya langsung sadar bahwa selama ini ternyata saya hidup di dalam "tubuh yang rusak". Jujur, saya tidak pernah tidur yang benar-benar pulas atau berada dalam kondisi tubuh yang dikatakan fit. Meski aktivitas saya banyak, tetapi semua dijalankan hanya berdasarkan semangat yang tinggi saja, bukan karena kondisi fisik yang memadai. 

Ternyata benar bahwa tubuh adalah penanda perubahan waktu yang paling kuat. Pikiran saya bisa ada pada ketetapan tertentu, tetapi tubuh tidak bisa: ia berubah dan pada usia tertentu, pelan-pelan mengalami penurunan. Hal ini merupakan hukum alam yang tidak bisa ditolak dan membayangkan sebaliknya justru malah semakin mengerikan: muda terus, bertenaga terus, aktif terus. Jika orang terus menerus dalam keadaan sehat secara fisik, tidakkah matinya ia hanya dimungkinkan oleh suatu bencana atau dibunuh oleh manusia lain? Bukankah itu kematian yang lebih tidak menyenangkan? 

Terakhir, soal kematian. Harus diakui pada kondisi rasa sakit yang tidak tertahankan, bayangan kematian itu begitu dekat. Namun saat ada pada situasi itu, ternyata tidak banyak yang jadi pikiran: saya tidak peduli pada orang lain atau apa-apa yang akan saya tinggalkan. Saya hanya peduli pada diri sendiri dan fokus menghadapi Ketiadaan. Apakah orang lain kemudian akan sedih atau membicarakan saya setelah mati, itu sama sekali bukan pertimbangan penting dalam kondisi yang genting. 

Sekarang saya mencoba menjalani hidup sebisa-bisa. Lucunya, saat pernah ada dalam kondisi katakanlah hampir-hampir mati, sekarang hidup malah lebih rileks. Ada beberapa hal yang karena saya sudah "mengerti", kemudian menjadi tidak perlu berkata-kata banyak tentangnya. Apa itu? Tentu saja, saya tidak bisa mengatakannnya..

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k

Gin

GIN Gingin Gumilang pernah menjadi mahasiswa di kelas waktu saya masih mengajar di Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Saya lupa tahun berapa itu, mungkin sekitar tahun 2010 atau 2011. Gin, begitu dipanggilnya, duduk di pojokan, orangnya pendiam, tetapi saya tahu di kepalanya menyimpan banyak pemikiran. Suatu hari, saya mengumumkan di kelas bahwa akan ada konser gitar klasik di IFI Bandung dan tentu saja, saya hanya berbasa-basi saja, tidak berharap kalau mereka, yang umumnya kost di Jatinangor, akan datang ke Bandung hanya untuk menonton gitar klasik. Ternyata ada satu orang yang datang ke IFI, ya Gin itulah. Sejak itu saya terkesan. Rupanya wawasannya juga luas. Saya ingat ia tiba-tiba membicarakan Freud di kelas, di tengah mahasiswa-mahasiswa yang yah, duduk di sana hanya berharap bisa lulus saja, tanpa peduli ilmu apa yang didapat. Saya kemudian terpikir, rasanya tepat kalau Gin diajak bergaul lebih luas, keluar dari "sangkar" yang membuat