Skip to main content

Hati

Membicarakan "hati" memang mudah untuk dituding sebagai romantisme, semacam bahasa batiniah yang dibentuk akibat ketidakmampuan menghadapi sesuatu secara rasional sehingga mengalihkannya pada hal-hal abstrak yang tak bisa diverifikasi dan difalsifikasi. "Hatiku mengatakan ada yang salah dengan semua ini", pernyataan semacam itu dipandang tak punya arti dalam ranah argumentasi, apalagi kala ditanya, "Alasannya kenapa?" Hati seringkali tak punya justifikasi, tak butuh justifikasi.  Saat beberapa waktu lalu berangkat ke Kabupaten P, saya belajar banyak tentang mengasah hati melalui berbagai ritual keagamaan yang sebelumnya tak rutin saya lakukan. Tujuan ritual-ritual semacam itu, salah satunya, adalah merawat hati, membuatnya lebih terdengar, tanpa mesti dibarengi justifikasi. Sang Guru beberapa kali bicara tentang hati beserta penyakit-penyakit yang menyertainya - hal-hal yang sering saya dapati ketika belajar agama di usia SD atau SMP: iri, dengki, sombong,

Tulisan untuk Reuni



 (Ditulis untuk Reuni "Before 40" SMP Taruna Bakti Angkatan 1997 dan SMA Taruna Bakti Angkatan 2000 tapi kelihatannya tidak jadi dipakai) 

 

Halo teman-teman eks SMP Tarbak angkatan 1997 dan SMA Tarbak angkatan 2000!

Sudah pada jadi apa sekarang? Pasti ada yang udah jadi ayah, ibu, pekerja kantoran, SJW, staf ahli, anggota dewan, pe-en-es, selebgram, dosen, guru, dokter, atau bahkan tetep medioker dan pengangguran. Gak apa-apa, nasib kita tentu beda-beda. Waktu dulu kita satu sekolah, sudah barang tentu keliatan bibit-bibit di antara kita nantinya jadi apa, walau ada yang tercapai dan ada yang enggak.

Ada yang dulunya kelihatan nackal dan enggak pernah belajar, eh sekarang jadi pengusaha sukses. Ada yang dulunya rajin belajar dan duduk paling depan, eh taunya jadi apa ya, udah deh gak usah dibahas. Poinnya, kita bakalan reuni 14 Oktober 2023 nanti, yang otomatis bakal saling ngeliat sudah pada jadi apa sekarang, sambil ngebandingin dengan apa yang pernah kita lakukan dulu-dulu. 

Enggak bisa enggak, kita berhutang pada masa lalu, sekolah tempat kita bertumbuh. Dari sekolah itulah, di luar urusan belajar di kelas dan ekskul, kita kenal dengan yang namanya pertemanan, permusuhan, pengkhianatan, jatuh cinta, patah hati, bangun pagi, mengakali birokrasi, mencari jatidiri, berkenalan dengan rokok dan miras, hiburan malam (Fame Station) sampai amit-amit, perundungan. Sadar enggak sadar, semua itu membentuk kita, ya gak sih? Kita adalah masa lalu kita. Anjay.

Maka itulah, reuni itu penting loh, gaes. Makin kita tua, apalagi mau kepala empat, gak ada salahnya berkunjung kembali ke masa lalu, tempat kita pernah mencicipi segala sesuatunya mungkin untuk kali pertama. Kita mungkin penasaran: kok aku jadi pengusaha super kaya sekarang, apakah karena dulu sempat dirundung orang-orang sampai akhirnya pengen membuktikan pada dunia, supaya kalian gak bisa bully aku lagi? Kok aku jadi sama pasangan ini ya, apakah karena secara bawah sadar tertanam bahwa laki-laki/ perempuan ideal itu adalah pacarku di masa SMP/ SMA? Kok aku jadi hijrah ya, apa karena jarang sholat pas sekolah?

Apapun itu, mungkin petunjuknya ada pada momen reuni. Apapun itu, kita boleh berterima kasih pada masa lalu. Kalau masih kesal dan dendam pada masa lalu, juga datanglah, selesaikan! Semua sudah berlalu puluhan tahun, tapi enggak ada salahnya reuni jadi momen penebusan: tentang cinta yang belum selesai, tentang kekesalan yang belum tertumpahkan, atau terima kasih yang belum tersampaikan.

Sampai jumpa semuanya!

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1

Gin

GIN Gingin Gumilang pernah menjadi mahasiswa di kelas waktu saya masih mengajar di Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Saya lupa tahun berapa itu, mungkin sekitar tahun 2010 atau 2011. Gin, begitu dipanggilnya, duduk di pojokan, orangnya pendiam, tetapi saya tahu di kepalanya menyimpan banyak pemikiran. Suatu hari, saya mengumumkan di kelas bahwa akan ada konser gitar klasik di IFI Bandung dan tentu saja, saya hanya berbasa-basi saja, tidak berharap kalau mereka, yang umumnya kost di Jatinangor, akan datang ke Bandung hanya untuk menonton gitar klasik. Ternyata ada satu orang yang datang ke IFI, ya Gin itulah. Sejak itu saya terkesan. Rupanya wawasannya juga luas. Saya ingat ia tiba-tiba membicarakan Freud di kelas, di tengah mahasiswa-mahasiswa yang yah, duduk di sana hanya berharap bisa lulus saja, tanpa peduli ilmu apa yang didapat. Saya kemudian terpikir, rasanya tepat kalau Gin diajak bergaul lebih luas, keluar dari "sangkar" yang membuat

Metafisika

Entah benar atau tidak, tapi boleh kita percaya agar pembahasan ini menjadi menyenangkan: Istilah metafisika terjadi oleh sebab sesuatu yang tidak sengaja. Ketika Aristoteles sedang menyusun buku-bukunya di rak, asistennya meletakkan buku yang berisi tentang segala sesuatu yang di luar kenyataan seperti prinsip pertama dan pengertian tentang ada (being qua being) setelah buku bertitel 'Fisika'. Atas ketidaksengajaan itulah, buku tersebut dinamai 'Metafisika'. 'Metafisika' berarti sesudah 'Fisika', yang memang secara harfiah betul-betul buku yang ditempatkan setelah buku 'Fisika' di rak Aristoteles. Istilah tersebut jadi terus menerus dipakai untuk menyebut segala sesuatu tentang yang di luar atau di belakang dunia fisik. Agak sulit untuk menjelaskan secara presisi tentang apa itu metafisika (tentu saja metafisika dalam arti istilah yang berkembang melampaui rak buku Aristoteles), maka itu alangkah baiknya kita simak beberapa contoh upaya untuk me