Di akhir abad ke-19, diawali dari usaha pemisahan psikologi dari filsafat, muncul istilah Psychologismus-Streit atau "perselisihan psikologisme". Apa itu psikologisme? Psikologisme adalah pandangan bahwa segala konsep/ gagasan dalam filsafat (batasan pengetahuan, sistem logika, dan lain-lain) dapat ditarik penjelasannya pada pengalaman mental atau proses psikologis (Vrahimis, 2013: 9). Posisi psikologi yang kian mantap dengan penelitian empiriknya membuat filsafat mesti mendefinisikan kembali tugas dan posisinya: jika segala problem filsafat bisa direduksi pada aspek mental, masih adakah sesuatu yang disebut sebagai filsafat "murni"? Menariknya, perselisihan ini tidak hanya di ranah perdebatan intelektual, tapi juga terbawa-bawa hingga ke ranah politik. Pada tahun 1913, 107 filsuf, beberapa diantaranya adalah Edmund Husserl, Paul Natorp, Heinrich Rickert, Wilhelm Windelband, Alois Riehl, dan Rudolf Eucken menandatangani petisi yang menuntut menteri kebudayaan Jer
Tulisan ini tiba-tiba diangkat karena saya tiba-tiba ingat pemain sepakbola bernama Jordi Cruyff. Dia adalah anak kandung dari legenda hidup sepakbola Belanda, Johan Cruyff. Pertanyaannya: Dimana sekarang Jordi? Bagaimana nasibnya?
Pertanyaan ini saya ajukan juga pada Maradona, Franz Beckenbauer, Lothar Matthaus, Gerd Muller, dan pesepakbola legendaris lainnya: Anakmu mana? Apakah mereka tidak cukup kuat menanggung nama besar bapaknya? Ini tidak terjadi di dunia sepakbola saja. Agaknya inilah salah satu mengapa berbagai mitologi seperti Zeus, Oedipus dan Sangkuriang, berbicara soal "pembunuhan bapak sendiri". Bukan semata-mata mereka berebut ibu, tapi memang bagi seorang anak laki-laki, bapak yang kuat haruslah ditaklukkan agar hidup sang anak menjadi benderang.
Bob Marley punya anak yang juga bergerak di bidang musik, namanya Ziggie Marley. Namun dengan segala hormat bagi para rastafarian, saya merespon begini ketika membaca nama Ziggie Marley, "Your father is a god, but who the hell are you?" Clint Eastwood punya anak yang cukup terkenal, namanya Nathan Eastwood. Tapi ia tidak main film, Nathan bermain musik jazz. Juga jika Wikipedia bisa menjadi acuan seseorang terkenal atau tidak, Nathan tidak tercantum di dalamnya! John Lennon adalah dewa. Maka itu Julian Lennon, sang anak, tidak sanggup menandingi kebesaran nama sang ayah meskipun sama-sama di jalur musik.
Kita bisa mengajukan tuduhan-tuduhan mengapa jarang sekali anak laki-laki bisa menaklukkan bapak yang kuat. Bisa jadi sang anak sudah dininabobokan oleh jerih payah sang ayah sehingga ia tenggelam dalam kekayaan dan kemahsyuran. Berbeda dengan misalnya sang ayah yang dahulunya berjuang melalui proses yang panjang hingga nama besar itu dianggap sebagai sebuah konsekuensi logis. Kalau tidak kita tuding Soeharto dan anak-anaknya, kita bisa juga rujuk ke film Godfather dimana anak-anak Don Vito Corleone tidak ada yang sanggup menandingi kepemimpinan sang bapak. Michael boleh saja punya karisma, tapi ia dingin dan kejam. Di buku Musashi, perguruan Yoshioka yang sebelumnya dipimpin oleh Yoshioka Kempo yang karismatik, ternyata punya dua anak yang sama sekali tak punya kapasitas untuk meneruskan perguruan. Densichiro dan Seijuro, kedua anaknya, tak hanya tak sehebat bapaknya dalam bermain pedang, tapi juga tak mempunyai kebijaksanaan seperti Kempo.
Tapi sebaliknya, kita mengetahui bahwa orang-orang hebat dengan nama besar tersebut, rata-rata punya bapak yang "biasa-biasa". John Lennon punya bapak, namanya Alfred Lennon. Alfred tidak akan disebut-sebut jika memang dia bukan bapak dari John. Dalam arti kata lain, kita semua tentu saja pada titik tertentu selalu ingin jadi yang terbaik, terhebat, dan dikenang sepanjang masa. Namun hati-hati ketika keinginan-keinginan semacam itu tercapai, bisa jadi anak laki-lakimu menjadi tertutup peluang untuk melampaui jejak sang bapak. Sebaliknya, jika kamu gagal untuk jadi segalanya, itu berarti membuka peluang anakmu untuk jadi mahsyur suatu hari nanti. Bukankah hidup ini sudah solid, sudah sedemikian adanya?
Comments
Post a Comment