(Artikel diturunkan dari Bandung Bergerak) Nama Antonio Gramsci bukanlah nama yang terlalu asing dalam dunia pemikiran di Indonesia. Pandangannya tentang hegemoni kultural banyak digunakan untuk membaca beraneka pengaruh budaya yang ditanamkan oleh kelas yang lebih berkuasa ( ruling class ) sehingga diterima seolah-olah sebagai norma umum atau bahkan sesuatu yang “kodrati”. Gramsci menulis sekitar tiga ribu halaman dalam kumpulan esai yang dijuduli Quaderni del carcere atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Prison Notebooks . Gramsci memang menulis dari balik jeruji penjara. Sejak bulan November 1926 hingga meninggalnya tahun 1937, Gramsci berstatus sebagai tahanan politik akibat dikenal keras mengritik rezim fasisme Musollini. Gramsci, yang lahir tahun 1891 di Sardinia, Itali, meninggal dalam usia 46 tahun di Roma akibat kesehatannya yang terus merosot sejak ditahan. Dalam The Prison Notebooks tersebut, ada sejumlah problem yang dituliskan oleh Gram...
Ditulis sebagai catatan pasca siaran di Radio Norrm, 6 Juni 2018. Tanggal 6 Juni kemarin, saya diundang oleh Bob Edrian untuk mengisi salah satu program di Radio Norrm. Program tersebut secara umum membahas tentang sound art dan pada kesempatan kemarin, secara spesifik, pembahasan berkutat seputar “filsafat bunyi”. Saya tidak sendirian, tentu saja. Ada Guru Besar Filsafat UNPAR, Bambang Sugiharto (BS), dan musisi senior yang sedang mengambil S3 arsitektur, Jack Simanjuntak. Bob sendiri berperan sebagai moderator. Bob adalah kurator seni rupa. Namun dalam beberapa tahun belakangan ini, ia sedang mengikhtiarkan aliran dalam seni rupa yang menggunakan medium bunyi yaitu sound art . Tentu saja upaya mengangkat sound art ini mendapat tantangan serus, terutama dari wilayah seni musik yang merasa berhak bicara soal bunyi. Berbagai diskusi yang ia gelar, salah satunya program streaming di Radio Norrm ini, adalah semacam cara untuk menaikkan wacana sound art di tengah medan sos...