Suatu ketika saya menolak Adorno, karena idenya tentang emansipasi lewat musik Schoenberg itu terlalu elitis. Siapa bisa paham Schoenberg, kecuali telinga-telinga yang terlatih dan pikiran-pikiran yang telah dijejali teori musik? Bagaimana mungkin teknik dua belas nada yang tak punya "jalan pulang" tersebut dapat membebaskan kelas pekerja dari alienasi? Namun setelah ngobrol-ngobrol dengan Ucok (Homicide/ Grimloc) awal April kemarin, tiba-tiba saya terpantik hal yang justru berkebalikan. Kata Ucok, memang seni itu mestilah "elitis". Lah, apa maksudnya? Lama-lama aku paham, dan malah setuju dengan Adorno. Pembebasan bukanlah sebentuk ajakan atau himbauan, dari orang yang "terbebaskan" terhadap orang yang "belum terbebaskan" (itulah yang kupahami sebelumnya). Pembebasan bukanlah sebentuk pesan, seperti misalnya musik balada yang menyerukan ajakan untuk demo, meniupkan kesadaran tentang adanya eksploitasi, atau dorongan untuk mengguncang oligarki.
Pada hari Jumat, 16 Februari itu, saya diminta oleh Kang Djaelani untuk mengisi forum bernama Jurasik atau Jumat Apresiasi Musik. Acara yang katanya diadakan setiap bulan di minggu ketiga tersebut diadakan di Jendela Ide, Sasana Budaya Ganesha. Secara umum, Jurasik merupakan forum yang menampilkan berbagai musisi atau kelompok musik untuk kemudian diapresiasi sekaligus ditanggapi. Pada Jurasik kemarin itu, yang tampil adalah musisi yang lebih dikenal sebagai gitaris jazz, Tesla Manaf. Acara dimulai cukup ngaret karena seperti biasa, menunggu lebih banyak audiens untuk hadir. Setelah acara dibuka oleh Kang Djaelani selaku inisiator dan juga salah satu penanggap, Tesla langsung tampil memainkan bebunyian, berduet dengan pemain drum Rio Abror. Iya, Tesla tidak bermain gitar. Ia memainkan seperangkat alat yang menghasilkan bunyi-bunyi yang jauh dari kenyamanan. Kita bisa katakan, Tesla tengah memainkan sesuatu yang di luar kebiasaannya. Dari seperangkat alat yang diletakkan