(Artikel diturunkan dari Bandung Bergerak) Nama Antonio Gramsci bukanlah nama yang terlalu asing dalam dunia pemikiran di Indonesia. Pandangannya tentang hegemoni kultural banyak digunakan untuk membaca beraneka pengaruh budaya yang ditanamkan oleh kelas yang lebih berkuasa ( ruling class ) sehingga diterima seolah-olah sebagai norma umum atau bahkan sesuatu yang “kodrati”. Gramsci menulis sekitar tiga ribu halaman dalam kumpulan esai yang dijuduli Quaderni del carcere atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Prison Notebooks . Gramsci memang menulis dari balik jeruji penjara. Sejak bulan November 1926 hingga meninggalnya tahun 1937, Gramsci berstatus sebagai tahanan politik akibat dikenal keras mengritik rezim fasisme Musollini. Gramsci, yang lahir tahun 1891 di Sardinia, Itali, meninggal dalam usia 46 tahun di Roma akibat kesehatannya yang terus merosot sejak ditahan. Dalam The Prison Notebooks tersebut, ada sejumlah problem yang dituliskan oleh Gramsci, salah sat
Halo, dunia, perkenalkan ini istriku, Dega. Kami menikah sejak enam tahun silam setelah dua setengah tahun berpacaran. Kami bertemu oleh sebab jasa seorang kawan, namanya Johan. Aku dan Johan sedang dalam persiapan untuk mengadakan resital gitar klasik tahun 2007 dan ketika kami sedang menyusun teks ucapan terima kasih, Johan menyisipkan satu nama: "Dega France". Aku tertarik juga dengan betapa anehnya nama tersebut. Lalu aku tanya-tanya, melihat Friendsternya, dan memutuskan untuk menghubungi. Waktu aku hubungi "Dega France" (yang orang Jakarta), dia awalnya curiga, hingga akhirnya lama kelamaan, nyaman juga kami bicara. Kami berjumpa pertama kali di Jakarta. Dia minta aku bawakan Brownies Amanda dan kaos sepakbola. Tapi aku tidak membawanya, karena alasan yang tidak jelas. Sejak aku pertama melihatnya langsung di Jakarta itu, aku langsung suka. Aku hendak mengejarnya sampai dapat. Tapi seperti biasa, aku, yang mudah terdistraksi perempuan ini, melanjut