Suatu ketika saya menolak Adorno, karena idenya tentang emansipasi lewat musik Schoenberg itu terlalu elitis. Siapa bisa paham Schoenberg, kecuali telinga-telinga yang terlatih dan pikiran-pikiran yang telah dijejali teori musik? Bagaimana mungkin teknik dua belas nada yang tak punya "jalan pulang" tersebut dapat membebaskan kelas pekerja dari alienasi? Namun setelah ngobrol-ngobrol dengan Ucok (Homicide/ Grimloc) awal April kemarin, tiba-tiba saya terpantik hal yang justru berkebalikan. Kata Ucok, memang seni itu mestilah "elitis". Lah, apa maksudnya? Lama-lama aku paham, dan malah setuju dengan Adorno. Pembebasan bukanlah sebentuk ajakan atau himbauan, dari orang yang "terbebaskan" terhadap orang yang "belum terbebaskan" (itulah yang kupahami sebelumnya). Pembebasan bukanlah sebentuk pesan, seperti misalnya musik balada yang menyerukan ajakan untuk demo, meniupkan kesadaran tentang adanya eksploitasi, atau dorongan untuk mengguncang oligarki.
Judul Buku : Nasib Manusia Genre : Biografi Objek Kajian : Kisah hidup Awal Uzhara Penulis : Syarif Maulana Penerbit : Publika Edu Media ISBN : 978 - 602 - 14138 - 6 - 9 Tahun Terbit : 2014 Jumlah Halaman : 120 Harga : Rp. 40.000 Ulasan Awal Uzhara adalah orang besar sekaligus bukan siapa-siapa. Orang besar karena ia adalah satu dari sedikit penerima beasiswa untuk bersekolah di VGIK, Moskow yang merupakan institut sinematografi tertua di dunia. Selain aktivitasnya di dunia akting dan penyutradaraan, Awal Uzhara juga turut berjasa menyebarkan kebudayaan Indonesia di Rusia lewat kegiatan mengajarnya di Universitas Negeri Moskow. Awal Uzhara adalah juga sekaligus bukan siapa-siapa oleh sebab nasibnya yang terkatung-katung di negeri orang. Kewarganegaraannya dicabut oleh pemerintah Indonesia sehingga lebih dari lima puluh tahun tidak bisa pulang ke Indonesia. Buku ini memuat seluruh kisah hidupnya yang penuh paradoks. Ia adalah orang yang diingat sekaligus dilupakan.