Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 2014

Pembebasan

Suatu ketika saya menolak Adorno, karena idenya tentang emansipasi lewat musik Schoenberg itu terlalu elitis. Siapa bisa paham Schoenberg, kecuali telinga-telinga yang terlatih dan pikiran-pikiran yang telah dijejali teori musik? Bagaimana mungkin teknik dua belas nada yang tak punya "jalan pulang" tersebut dapat membebaskan kelas pekerja dari alienasi? Namun setelah ngobrol-ngobrol dengan Ucok (Homicide/ Grimloc) awal April kemarin, tiba-tiba saya terpantik hal yang justru berkebalikan. Kata Ucok, memang seni itu mestilah "elitis". Lah, apa maksudnya?  Lama-lama aku paham, dan malah setuju dengan Adorno. Pembebasan bukanlah sebentuk ajakan atau himbauan, dari orang yang "terbebaskan" terhadap orang yang "belum terbebaskan" (itulah yang kupahami sebelumnya). Pembebasan bukanlah sebentuk pesan, seperti misalnya musik balada yang menyerukan ajakan untuk demo, meniupkan kesadaran tentang adanya eksploitasi, atau dorongan untuk mengguncang oligarki.

Perkembangan Ilmu Sosial

Sebelum berbicara soal pendekatan kualitatif, terlebih dahulu kita harus bicara tentang kenyataan ilmu-ilmu sosial. Namun sebelum berbicara tentang kenyataan ilmu-ilmu sosial, ada baiknya juga kita bicara tentang kenyataan ilmu-ilmu alam.  Sejarah Singkat Ilmu Alam: Fase Mitos  Jika kita mencoba menalar dengan pikiran kita sendiri, mungkin manusia terlebih dahulu berkutat dengan misteri alam semesta ketimbang misteri tentang manusia. Kenapa? Karena segala kebutuhan hidupnya yang paling dasariah tentu saja ia dapatkan dari alam. Ia sangat bergantung pada sungai, tanah, hujan, pohon, tumbuhan, hingga hewan-hewan. Manusia mula-mula mencoba memecahkan bagaimana caranya agar segala sesuatu itu terkontrol dengan baik sehingga hidupnya sendiri menjadi sedikit demi sedikit lebih terprediksi. Bayangkan jika manusia hanya mengandalkan hewan buruan yang berkeliaran di hutan-hutan liar yang rimbun dan gelap, tentu saja ia tidak bisa memprediksi apakah hewan tersebut akan ada esok hari ata

Mengenal Fenomenologi

Pada tulisan kali ini, saya tidak akan mengenalkan fenomenologi secara teoritis -seperti melibatkan nama-nama semacam Husserl, Heidegger, Marleau-Ponty, atau Schutz-. Saya akan mencoba secara perlahan berbagi tentang fenomenologi lewat contoh-contoh konkrit. Harapannya, mereka yang membaca tulisan ini dengan status awam, kemudian tertarik untuk melanjutkan bacaannya ke arah yang lebih teoritik baik soal sejarah maupun metodologinya secara lengkap. Pertama, pernahkah kita punya suatu pengalaman yang sangat personal terhadap misalnya, suatu benda? Benda itu bisa apa saja, boleh jaket, tas, baju, mobil, parfum, hingga sepatu. Benda-benda tersebut menjadi personal oleh sebab keberadaannya di dalam keseharian kita. Jaket warna abu-abu ini tidak bisa ditukar dengan apapun juga. Karena jaket ini pernah menemani saya pergi keliling Indonesia dengan menggunakan sepeda. Nilai penting jaket tersebut mungkin hanya dipunyai oleh orang tersebut dan tidak bagi yang lain.  Namun apa yang pers