Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 2014

Guru Spiritual

    Tulisan ini bukan hendak mengagung-agungkan guru spiritual. Tulisan ini adalah hasil renungan atas film dokumenter di Netflix berjudul Bikram: Yogi, Guru, Predator (2019). Bikram Choudhury (lahir tahun 1944) adalah guru yoga pendiri Bikram Yoga yang populer sejak tahun 1970-an dengan cabang tersebar hingga 40 negara. Bikram Yoga mengajarkan 26 postur yang semuanya dilatih dalam temperatur mencapai 41 derajat celcius. Selain populer karena muridnya yang berjumlah jutaan dan cara mengajarnya dengan hanya menggunakan celana renang ketat, Bikram juga adalah pelaku kekerasan dan pelecehan seksual terhadap sejumlah muridnya. Hal inilah yang mengganggu saya dalam artian, seorang guru spiritual yang identik dengan dunia ketimuran sebagai dunia yang sebisa mungkin melepaskan keterikatan terhadap "nafsu kedagingan", ternyata begitu problematik dalam urusan seks yang konsensual.  Problem guru spiritual ini terletak pada pengkultusannya. Sebagaimana diperlihatkan dala

Perkembangan Ilmu Sosial

Sebelum berbicara soal pendekatan kualitatif, terlebih dahulu kita harus bicara tentang kenyataan ilmu-ilmu sosial. Namun sebelum berbicara tentang kenyataan ilmu-ilmu sosial, ada baiknya juga kita bicara tentang kenyataan ilmu-ilmu alam.  Sejarah Singkat Ilmu Alam: Fase Mitos  Jika kita mencoba menalar dengan pikiran kita sendiri, mungkin manusia terlebih dahulu berkutat dengan misteri alam semesta ketimbang misteri tentang manusia. Kenapa? Karena segala kebutuhan hidupnya yang paling dasariah tentu saja ia dapatkan dari alam. Ia sangat bergantung pada sungai, tanah, hujan, pohon, tumbuhan, hingga hewan-hewan. Manusia mula-mula mencoba memecahkan bagaimana caranya agar segala sesuatu itu terkontrol dengan baik sehingga hidupnya sendiri menjadi sedikit demi sedikit lebih terprediksi. Bayangkan jika manusia hanya mengandalkan hewan buruan yang berkeliaran di hutan-hutan liar yang rimbun dan gelap, tentu saja ia tidak bisa memprediksi apakah hewan tersebut akan ada esok hari ata

Mengenal Fenomenologi

Pada tulisan kali ini, saya tidak akan mengenalkan fenomenologi secara teoritis -seperti melibatkan nama-nama semacam Husserl, Heidegger, Marleau-Ponty, atau Schutz-. Saya akan mencoba secara perlahan berbagi tentang fenomenologi lewat contoh-contoh konkrit. Harapannya, mereka yang membaca tulisan ini dengan status awam, kemudian tertarik untuk melanjutkan bacaannya ke arah yang lebih teoritik baik soal sejarah maupun metodologinya secara lengkap. Pertama, pernahkah kita punya suatu pengalaman yang sangat personal terhadap misalnya, suatu benda? Benda itu bisa apa saja, boleh jaket, tas, baju, mobil, parfum, hingga sepatu. Benda-benda tersebut menjadi personal oleh sebab keberadaannya di dalam keseharian kita. Jaket warna abu-abu ini tidak bisa ditukar dengan apapun juga. Karena jaket ini pernah menemani saya pergi keliling Indonesia dengan menggunakan sepeda. Nilai penting jaket tersebut mungkin hanya dipunyai oleh orang tersebut dan tidak bagi yang lain.  Namun apa yang pers