Pada tanggal 21 Agustus 2024, seorang perempuan, mantan mahasiswi, menjangkau saya via DM Instagram untuk mengucapkan simpati atas hal yang menimpa saya. Singkat cerita, kami berbincang di Whatsapp dan janjian untuk berjumpa tanggal 6 September 2024 di Jalan Braga. Tidak ada hal yang istimewa. Dia sudah punya pacar dan juga memiliki mungkin belasan teman kencan hasil bermain dating apps . NK baru saja bercerai dengan membawa satu anak lelaki. Dia adalah mahasiswi yang saya ajar pada sekitar tahun 2016 di sebuah kampus swasta. Dulu saya tidak punya perhatian khusus pada NK karena ya saya anggap seperti mahasiswa yang lainnya saja. Namun belakangan memang dia tampak lebih bersinar karena perawatan diri yang sepertinya intensif. Selain itu, bubarnya pernikahan selama sebelas tahun membuatnya lebih bebas dan bahagia. Sejak pertemuan di Jalan Braga itu, saya tertarik pada NK. Tentu saja NK tidak tertarik pada saya, yang di bulan-bulan itu masih tampak berantakan dan tak stabil (fisik, ...
Ditulis sebagai suplemen mata kuliah “Isu-Isu Desain Kontemporer”, Pascasarjana FSRD ITB, 18 Februari 2019. Pengantar Dalam musik, memang jarang sekali muncul istilah “desain”. Kalaupun ada, biasanya tidak secara langsung berasal dari musik itu sendiri, melainkan pada hal-hal di selingkarannya, seperti mendesain kostum musisi, mendesain ruang pertunjukan beserta akustiknya, dan hal-hal yang biasanya bersifat “visual”. Musik, sebagai apa yang disebut Edgar Varese sebagai “bunyi yang terorganisasi”, memang jauh dari kata desain, karena kemungkinan, desain sudah terlampau lekat dengan apa yang terlihat, sehingga jarang sekali kita dengar kalimat misalnya: “musik yang didesain”. Padahal, sebagaimana halnya aspek-aspek visual (yang secara stereotip: juga bersifat fungsional) yang kita semua tahu, musik juga timbul dari sebuah proses desain. Kita mulai dari yang paling dekat dengan visual dulu: Membuat musik, pada salah satu prosesnya, adalah mendesain visual dalam ben...