Suatu ketika saya menolak Adorno, karena idenya tentang emansipasi lewat musik Schoenberg itu terlalu elitis. Siapa bisa paham Schoenberg, kecuali telinga-telinga yang terlatih dan pikiran-pikiran yang telah dijejali teori musik? Bagaimana mungkin teknik dua belas nada yang tak punya "jalan pulang" tersebut dapat membebaskan kelas pekerja dari alienasi? Namun setelah ngobrol-ngobrol dengan Ucok (Homicide/ Grimloc) awal April kemarin, tiba-tiba saya terpantik hal yang justru berkebalikan. Kata Ucok, memang seni itu mestilah "elitis". Lah, apa maksudnya? Lama-lama aku paham, dan malah setuju dengan Adorno. Pembebasan bukanlah sebentuk ajakan atau himbauan, dari orang yang "terbebaskan" terhadap orang yang "belum terbebaskan" (itulah yang kupahami sebelumnya). Pembebasan bukanlah sebentuk pesan, seperti misalnya musik balada yang menyerukan ajakan untuk demo, meniupkan kesadaran tentang adanya eksploitasi, atau dorongan untuk mengguncang oligarki.
Kapten Genoa, Marco Rossi, mengumpulkan kaos rekan-rekan satu timnya yang diminta dilepas oleh Ultras. Saya tidak pernah betul-betul memperhatikan gerak-gerik Ultras , sampai kemarin mendengar berita tentang pergerakannya di Stadion Luigi Ferraris, markas Genoa. Akibat tertinggal 0-4 dari Siena, Ultras mengamuk dan memaksa para pemain Genoa melepas kaosnya. Alasannya, mereka tak pantas memakai kaos tersebut setelah permainannya dicap terlalu buruk. Walhasil, satu per satu pemain mencopot kaosnya, beberapa diantaranya menangis karena merasa menyesal maupun terhina. Tifo . Karya khas dari Ultras. Ultras dikategorikan sebagai kelompok pendukung sepakbola yang fanatik. Fanatiknya seperti apa, ada beberapa ciri. Selain akrab dengan barang bawaan seperti flare atau obor, mereka kerap membuat tifo , semacam rangkaian kertas yang dipegang oleh masing-masing suporter, tapi jika dilihat dari kejauhan bisa berupa gambar atau tulisan yang besar. Tidak semua Ultras menggunakan ka