Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2019

Psychologismus-Streit dan Asal-Usul Perpecahan Aliran Kontinental dan Analitik dalam Filsafat

  Di akhir abad ke-19, diawali dari usaha pemisahan psikologi dari filsafat, muncul istilah Psychologismus-Streit atau "perselisihan psikologisme". Apa itu psikologisme? Psikologisme adalah pandangan bahwa segala konsep/ gagasan dalam filsafat (batasan pengetahuan, sistem logika, dan lain-lain) dapat ditarik penjelasannya pada pengalaman mental atau proses psikologis (Vrahimis, 2013: 9). Posisi psikologi yang kian mantap dengan penelitian empiriknya membuat filsafat mesti mendefinisikan kembali tugas dan posisinya: jika segala problem filsafat bisa direduksi pada aspek mental, masih adakah sesuatu yang disebut sebagai filsafat "murni"?  Menariknya, perselisihan ini tidak hanya di ranah perdebatan intelektual, tapi juga terbawa-bawa hingga ke ranah politik. Pada tahun 1913, 107 filsuf, beberapa diantaranya adalah Edmund Husserl, Paul Natorp, Heinrich Rickert, Wilhelm Windelband, Alois Riehl, dan Rudolf Eucken menandatangani petisi yang menuntut menteri kebudayaan Jer

Filsafat Ngopi

(Ditulis sebagai suplemen diskusi "Flaneur #1 - Filsafat Ngopi", 16 September 2019 di Jali Book Cafe, Karawang) “Ngopi”, “Ngopi”, dalam kultur masyarakat kita, tidak selalu tentang minum kopi dalam artian sebenarnya. Istilah “Ngopi yuk” itu bisa saja ajakan untuk minum teh, merokok, atau bahkan makan gorengan! Tapi hal yang pasti, ngopi adalah ajakan untuk menghabiskan waktu luang, bersantai, dan keluar dari suasana formil. Kata formil yang disebut terakhir tadi menarik untuk dibahas. Suasana formil adalah suasana yang serius dan baku.  Untuk apa manusia menciptakan suasana formil? Mungkin, dalam suasana formil, segala sesuatu menjadi lebih kredibel dan bermartabat. Misalnya, seorang dokter, ketika menyampaikan diagnosa, tidak bisa sambil merokok dan makan gorengan. Selain kontradiktif dengan keilmuan medisnya, hal demikian juga akan menurunkan tingkat kepercayaan pasien terhadap ucapan si dokter. Atau, lainnya, seorang hakim, saat membacakan putusan, apakah etis j

Neraka itu Tentang Segala Sesuatu yang Memudar

Catatan tentang Pertunjukan Hades Fading , NuArt Sculpture Park, 30 Agustus 2019  Sebelum membicarakan pertunjukan Hades Fading , saya merasa harus mengekspresikan kekaguman pada kebudayaan "Barat" - atau bahasa ilmiahnya, Indo-Arya -, oleh sebab mitologinya yang begitu rumit dan sistematis. Mitologi Yunani adalah salah satu contohnya, selain yang saya tahu, Skandinavia, yang memperlihatkan suatu tesis asal muasal mengapa "Barat" kemudian menjadi punya cara pikir yang menuntut bangunan argumentasi yang jernih sekaligus kokoh.   Mitologi Yunani dibangun oleh cerita yang banyak dan bertalian satu sama lain. Cerita yang umumnya sampai ke kita, misalnya tentang Zeus, Hades, dan Poseidon, adalah bagian kecil dari semesta mahabesar yang salah duanya tertuang dalam tulisan Homer yang berjudul Iliad dan Odyssey . Kita bisa menemukan cerita lain seperti kisah para manusia setengah dewa macam Hercules, Perseus, Theseus, atau Achilles. Serta para raksasa