Ilustrasi dihasilkan oleh AI Ada macam-macam pengandaian untuk manusia tertentu yang dianggap tak-lagi-seperti-manusia. Dalam sebuah pertarungan UFC (contoh ini dipilih karena saya sering menontonnya di Youtube), misalnya, seorang petarung yang begitu ganas dalam melancarkan pukulan dan bantingan bisa diibaratkan oleh komentator "seperti hewan". Mungkin karena petarung tersebut begitu "kehilangan akal", memanfaatkan hanya nalurinya untuk menerkam, memanfaatkan seluruh tubuhnya untuk menghabisi mangsa. Ada juga perandaian lain yang non-manusia, yaitu mesin. Menyebut manusia sebagai mesin sama-sama memperlihatkan "kehilangan akal", tetapi lebih menunjuk pada suatu gerakan otomat, kadang repetitif, yang kelihatannya bisa dilakukan berulang-ulang tanpa mengenal rasa lelah. Mungkin bisa dibayangkan pada Cristiano Ronaldo muda yang larinya begitu kencang atau petinju yang bisa menghujamkan pukulan terus menerus seolah-olah dia diprogram demikian. Tubuh adalah ...
"Eh, ketemuan aja yuk? Gak enak nih ngobrolnya via telepon." Sepertinya kita sering mengucapkan petikan kalimat tersebut, terutama jika menyoal urusan bisnis atau perumusan ide-ide tertentu. Meski secara teknis kesepakatan bisa diperoleh lewat kecanggihan teknologi belakangan, tapi sebuah pertemuan tetap punya kekuatan, yang intinya: saya ingin melihat wajahmu. Atau dalam konteks orang berkasih-kasihan, seringkali ada perasaan ingin jumpa ketika sekian lama SMS-an atau chatting . Bertemu berarti punya kesempatan merasa secara fisik, tapi juga berarti: saya ingin melihat wajahmu. Di koran, ada berita gempa di suatu daerah. Orang yang mengetahuinya dengan deskripsi keadaan dan angka-angka korban jiwa lewat teks berita, akan sangat berbeda dengan ia yang pergi ke daerah bencana, mendeskripsikan langsung lewat subjektivitasnya, lantas punya sedikit harapan pada para korban: saya ingin melihat wajahmu. Dulu, saya tak pernah betul-betul memikirkan arti seraut wajah. Yang saya tahu...