Skip to main content

Guru Spiritual

    Tulisan ini bukan hendak mengagung-agungkan guru spiritual. Tulisan ini adalah hasil renungan atas film dokumenter di Netflix berjudul Bikram: Yogi, Guru, Predator (2019). Bikram Choudhury (lahir tahun 1944) adalah guru yoga pendiri Bikram Yoga yang populer sejak tahun 1970-an dengan cabang tersebar hingga 40 negara. Bikram Yoga mengajarkan 26 postur yang semuanya dilatih dalam temperatur mencapai 41 derajat celcius. Selain populer karena muridnya yang berjumlah jutaan dan cara mengajarnya dengan hanya menggunakan celana renang ketat, Bikram juga adalah pelaku kekerasan dan pelecehan seksual terhadap sejumlah muridnya. Hal inilah yang mengganggu saya dalam artian, seorang guru spiritual yang identik dengan dunia ketimuran sebagai dunia yang sebisa mungkin melepaskan keterikatan terhadap "nafsu kedagingan", ternyata begitu problematik dalam urusan seks yang konsensual.  Problem guru spiritual ini terletak pada pengkultusannya. Sebagaimana diperlihatkan dala

Tentang Syarif Maulana

Syarif Maulana lahir di Bandung, 30 November 1985. Saat ini ia menjadi pengajar di Fakultas Filsafat, Universitas Katolik Parahyangan dan mahasiswa doktoral di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara dengan fokus kajian tentang pemikiran media sosial dan demokrasi radikal. Di masa pandemi, Syarif menginisiasi kelas belajar filsafat daring bernama Kelas Isolasi yang masih berjalan hingga sekarang.

Buku yang pernah ditulisnya antara lain Kumpulan Kalimat Demotivasi: Panduan Menjalani Hidup dengan Biasa-Biasa Saja (Buruan & Co., 2020), Nasib Manusia: Kisah Awal Uzhara, Eksil di Rusia (Ultimus, 2021), Kumpulan Kalimat Demotivasi 2: Panduan Hidup Bahagia untuk Medioker (Buruan & Co., 2021), Pengantar Ilmu Komunikasi (Yrama Widya, 2022), Charles Handoyo: Sang Demotivator (Footnote Press, 2022), Kumpulan Kalimat Demotivasi 3: Panduan untuk Hidup tanpa Panduan (Yrama Widya, 2022), dan Seni Berfilsafat Bersama Anak (Cantrik Pustaka, 2023). 
 
Selain itu, Syarif juga adalah penyunting untuk Ayat-Ayat Demotivasi: 99 Kutipan Tidak Indah dari Para Filsuf (Warning Books, 2023) dan bersama Taufiqurrahman menjadi penyunting untuk buku bunga rampai Membaca Latour (Antinomi, 2023). 

Syarif aktif mengisi forum seperti Literature and Ideas Festival (LIFEs) 2023 yang diadakan oleh Komunitas Salihara dengan mempresentasikan makalah berjudul Boal dan Rancière: Sebuah Interseksi, forum Pesta Pinggiran 2023 yang diadakan oleh Project Multatuli dengan mengangkat tema tentang Dunia Kita Hari Ini: Hidup Terkadang Dipenuhi Orang-Orang Menyebalkan?, serta Seri Diskusi Publik Dewan Kesenian Jakarta ke-11 dengan tema Bagaimana Posisi Seni di Tengah Gejolak Sosial Politik?
 
Penerjemah Derrida: Sebuah Biografi (2022) karya Benoît Peeters dan Francis Bacon: Logika Sensasi (2022) karya Gilles Deleuze ini merupakan salah satu inisiator dan ketua panitia Philofest ID 2020 serta pengajar PhiloKids atau kelas filsafat untuk anak usia 10-15 tahun. Tulisan-tulisannya dapat dibaca di beberapa media seperti indoprogress.com, pophariini.com, antinomi.org, dan jurno.id.

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Live Instagram Dua Belas Jam

  Hari Minggu, 24 Juli kemarin, saya live Instagram hampir dua belas jam. Untuk apa? Pertama, mengumpulkan donasi untuk Kelas Isolasi yang kelihatannya tidak bisa lagi menggunakan cara-cara yang biasa-biasa (karena hasilnya selalu kurang memadai). Kedua, iseng saja: ingin tahu, selama ini saya belajar dan mengajar filsafat itu sudah “sampai mana” jika diukur dengan menggunakan jam. Putusan untuk mengudara dua belas jam tersebut tidak melalui persiapan matang, melainkan muncul begitu saja dari dua hari sebelumnya. Oh iya, materi yang saya bawakan adalah berkenaan dengan sejarah filsafat Barat. Keputusan tersebut membuat saya agak menyesal karena mesti menghabiskan hari Jumat dan Sabtu untuk baca-baca secara intens. Seperti yang sudah saya duga, belajar filsafat memang aneh: semakin dibaca, semakin menganga lubang-lubangnya. Awalnya, saya berniat untuk khusus membaca bagian Abad Pertengahan saja karena merasa pengetahuan saya paling lemah di bagian itu. Setelah lumayan membaca tipis-tip

Metafisika

Entah benar atau tidak, tapi boleh kita percaya agar pembahasan ini menjadi menyenangkan: Istilah metafisika terjadi oleh sebab sesuatu yang tidak sengaja. Ketika Aristoteles sedang menyusun buku-bukunya di rak, asistennya meletakkan buku yang berisi tentang segala sesuatu yang di luar kenyataan seperti prinsip pertama dan pengertian tentang ada (being qua being) setelah buku bertitel 'Fisika'. Atas ketidaksengajaan itulah, buku tersebut dinamai 'Metafisika'. 'Metafisika' berarti sesudah 'Fisika', yang memang secara harfiah betul-betul buku yang ditempatkan setelah buku 'Fisika' di rak Aristoteles. Istilah tersebut jadi terus menerus dipakai untuk menyebut segala sesuatu tentang yang di luar atau di belakang dunia fisik. Agak sulit untuk menjelaskan secara presisi tentang apa itu metafisika (tentu saja metafisika dalam arti istilah yang berkembang melampaui rak buku Aristoteles), maka itu alangkah baiknya kita simak beberapa contoh upaya untuk me

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1