Suatu ketika saya menolak Adorno, karena idenya tentang emansipasi lewat musik Schoenberg itu terlalu elitis. Siapa bisa paham Schoenberg, kecuali telinga-telinga yang terlatih dan pikiran-pikiran yang telah dijejali teori musik? Bagaimana mungkin teknik dua belas nada yang tak punya "jalan pulang" tersebut dapat membebaskan kelas pekerja dari alienasi? Namun setelah ngobrol-ngobrol dengan Ucok (Homicide/ Grimloc) awal April kemarin, tiba-tiba saya terpantik hal yang justru berkebalikan. Kata Ucok, memang seni itu mestilah "elitis". Lah, apa maksudnya? Lama-lama aku paham, dan malah setuju dengan Adorno. Pembebasan bukanlah sebentuk ajakan atau himbauan, dari orang yang "terbebaskan" terhadap orang yang "belum terbebaskan" (itulah yang kupahami sebelumnya). Pembebasan bukanlah sebentuk pesan, seperti misalnya musik balada yang menyerukan ajakan untuk demo, meniupkan kesadaran tentang adanya eksploitasi, atau dorongan untuk mengguncang oligarki.
Jika kalian, wahai para penggiat di KlabKlassik, merasa bahwa komunitas ini tengah dalam kondisi menyenangkan, maka saya coba bahas darimana kita ini berasal. Agar kita tidak termasuk golongan Malin Kundang yang setelah mengalami nikmat duniawi lalu lupa pada wanita yang melahirkannya ke dunia. Kita ini, diberi nama KlabKlassik, jangan tanya saya, Bilawa, Royke, atau Iyok, atau Kang Trisna kenapa-kenapanya. Bukan, bukan kami yang menamainya. Adalah seorang penikmat jazz sekaligus koordinator komunitas jazz bernama KlabJazz, yang menamai kita seperti ini, lima tahun silam. Ia pun, sesungguhnya, barangkali tidak tahu kenapa melabelinya dengan dua huruf "s". Saya cuma pernah mendengar pernyataan beliau: "Karena setahu saya, klasik itu nama salah satu periode dalam sejarah musik Barat. Jadi klasik disini mengacu pada hal yang berbeda." Demikianlah beliau berkata, dan kami yang tak paham mengangguk tanda iya. Adakah kami paham sekarang? Sesungguhnya tidak juga, tapi ka