Membicarakan "hati" memang mudah untuk dituding sebagai romantisme, semacam bahasa batiniah yang dibentuk akibat ketidakmampuan menghadapi sesuatu secara rasional sehingga mengalihkannya pada hal-hal abstrak yang tak bisa diverifikasi dan difalsifikasi. "Hatiku mengatakan ada yang salah dengan semua ini", pernyataan semacam itu dipandang tak punya arti dalam ranah argumentasi, apalagi kala ditanya, "Alasannya kenapa?" Hati seringkali tak punya justifikasi, tak butuh justifikasi. Saat beberapa waktu lalu berangkat ke Kabupaten P, saya belajar banyak tentang mengasah hati melalui berbagai ritual keagamaan yang sebelumnya tak rutin saya lakukan. Tujuan ritual-ritual semacam itu, salah satunya, adalah merawat hati, membuatnya lebih terdengar, tanpa mesti dibarengi justifikasi. Sang Guru beberapa kali bicara tentang hati beserta penyakit-penyakit yang menyertainya - hal-hal yang sering saya dapati ketika belajar agama di usia SD atau SMP: iri, dengki, sombong,
Bayiku mengajarkan sesuatu tentang dunia Bahwa hidup ini jauh lebih membahagiakan Jika kamu tak punya apa-apa Atau setidaknya hanya punya keinginan-keinginan sederhana saja Bayiku mengajarkan sesuatu tentang dunia Bahwa kata-kata cinta tidak punya arti sama sekali Cinta adalah tentang merawat dan membesarkan Lewat tindakan sekaligus lewat diam Bayiku mengajarkan sesuatu tentang dunia Bahwa eksistensi manusia itu sungguh menyedihkan Lahir dan mati keduanya ditopang air mata Tapi kamu bisa menemukan kebahagiaan kecil yang sanggup menghapus segala duka Seperti menyaksikan sang bayi belajar mengisap puting ibunda untuk kali pertama Bayiku mengajarkan sesuatu tentang dunia Bahwa ada perbedaan tipis Antara menyelamatkan seluruh umat manusia Dengan mengganti popok ketika dia pipis