Skip to main content

Posts

Showing posts from December, 2013

Tentang Kaum Intelektual dalam Pandangan Gramsci

  (Artikel diturunkan dari Bandung Bergerak) Nama Antonio Gramsci bukanlah nama yang terlalu asing dalam dunia pemikiran di Indonesia. Pandangannya tentang hegemoni kultural banyak digunakan untuk membaca beraneka pengaruh budaya yang ditanamkan oleh kelas yang lebih berkuasa ( ruling class ) sehingga diterima seolah-olah sebagai norma umum atau bahkan sesuatu yang “kodrati”.  Gramsci menulis sekitar tiga ribu halaman dalam kumpulan esai yang dijuduli Quaderni del carcere atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Prison Notebooks . Gramsci memang menulis dari balik jeruji penjara. Sejak bulan November 1926 hingga meninggalnya tahun 1937, Gramsci berstatus sebagai tahanan politik akibat dikenal keras mengritik rezim fasisme Musollini. Gramsci, yang lahir tahun 1891 di Sardinia, Itali, meninggal dalam usia 46 tahun di Roma akibat kesehatannya yang terus merosot sejak ditahan.  Dalam The Prison Notebooks tersebut, ada sejumlah problem yang dituliskan oleh Gram...

Guru Kecil

Bayiku mengajarkan sesuatu tentang dunia Bahwa hidup ini jauh lebih membahagiakan  Jika kamu tak punya apa-apa Atau setidaknya hanya punya keinginan-keinginan sederhana saja Bayiku mengajarkan sesuatu tentang dunia Bahwa kata-kata cinta tidak punya arti sama sekali Cinta adalah tentang merawat dan membesarkan Lewat tindakan sekaligus lewat diam Bayiku mengajarkan sesuatu tentang dunia Bahwa eksistensi manusia itu sungguh menyedihkan Lahir dan mati keduanya ditopang air mata Tapi kamu bisa menemukan kebahagiaan kecil yang sanggup menghapus segala duka Seperti menyaksikan sang bayi belajar mengisap puting ibunda untuk kali pertama   Bayiku mengajarkan sesuatu tentang dunia Bahwa ada perbedaan tipis Antara menyelamatkan seluruh umat manusia Dengan mengganti popok ketika dia pipis

Setengah Kata, Setengah Makna

Tadi pagi saya iseng membongkar rak buku untuk menemukan bacaan-bacaan yang sekiranya menyejukkan. Kemudian saya menemukan koleksi buku-buku Gibran yang lama, yang salah satunya berjudul Pasir dan Buih . Buku itu tipis sekali hanya 85 halaman dan ukurannya kecil. Isinya adalah semacam aforisme dari Gibran, seorang penyair asal Lebanon kelahiran 1883, tentang segala renungan mengenai kehidupan. Saya membaca kembali satu per satu dengan teliti setelah lama tidak menyentuh buku tersebut. Ternyata iya, ada beberapa aforisme yang dulu tidak saya mengerti sekarang jadi mengerti (tapi yang dimaksud dengan "mengerti" tentu saja dalam batas pemahaman saya hari ini, sepuluh tahun lagi saya baca aforisme tersebut mungkin akan sadar bahwa dahulu itu saya sebenarnya belum mengerti). Saya tuliskan disini contoh salah satunya: Setengah tuturku tanpa makna; namun kuucapkan jua, agar setengahnya lagi mencapai dirimu Untuk mengetahui bagaimana saya bisa "mengerti" aforisme ...

Mencari Mandela di Tengah Dunia yang Reaksioner

Di jagad Twitter, ada seseorang dengan nama akun @hafidz_ary yang barangkali bisa menjadi representasi xenophobia kontemporer. Ia menganggap orang di luar dirinya semisal orang non-muslim, orang Barat, orang sekuler, orang liberal, hingga orang yang bukan dari partai PKS, sebagai “orang asing”. Sebagaimana modus seorang xenophobic sejak ribuan tahun silam, ia berusaha rasional dalam melandasi setiap kebenciannya pada yang liyan . Namun dalam diri seorang xenophobic terang saja kerap ada cara berpikir yang sesungguhnya “melompat terlalu jauh”. Misalnya, sebuah kasus korupsi yang melanda partai non-PKS ia anggap sebagai “kegagalan kaum sekuler dalam mengurus negeri”, runtuhnya Presiden Mursi di Mesir ia anggap sebagai “Perang Agama”, dan perjuangan pahlawan Nusantara dalam melawan Belanda ia sebut sebagai “Islam vs Kristen”. Rasisme sering dianggap sebagai bagian dari xenophobia tapi dalam konteks yang lebih spesifik yakni ras. Namun apa yang dimaksud sebagai “ras” ini juga pada a...