Jalan beberapa hari jaga, saya mulai bosan. Rasanya berat sekali menunggui dagangan yang pembelinya terhitung sedikit. Lebih menderita lagi jika melihat barang dagangan sebelah lebih ramai dibeli. Hal yang menjadi hiburan adalah menulis terus menerus, supaya tidak terlihat bengong. Supaya tidak mati gaya. Beberapa hari yang lalu, pas hari awal-awal saya mulai jaga, tiba-tiba saya punya keberanian untuk posting foto di Instagram. Setelah itu mulai merambah ke Facebook, lalu mulai semangat untuk posting sejumlah story di Instagram, mulai dari tentang jalannya kasus sejauh ini sampai kegiatan sehari-hari. Entah keberanian dari mana, tiba-tiba saya mem-posting story tentang tulisan-tulisan yang diturunkan dari berbagai website. Saya menuliskan, "Siapa yang mau tulisan saya? Gratis, akan saya kirimkan via e-mail". Ternyata banyak juga yang menginginkan tulisan-tulisan itu, ada lebih dari 90 orang. Kemudian saya terpikir untuk membuat grup lagi, bersama orang-orang yang bisa di
The Irishman (2019) Setelah lama tidak menonton film yang durasinya panjang-panjang, akhirnya saya memutuskan untuk menonton The Irishman (2019). Mengapa saya memilih film bertema mafia tersebut? Dari dulu memang saya mengagumi karya-karya Martin Scorsese dari mulai Taxi Driver (1976), Raging Bull (1980), Goodfellas (1990) hingga Casino (1995). Selain itu, saya juga penasaran melihat bagaimana akting Al Pacino, Robert de Niro dan Joe Pesci di usia 70-an akhir. The Irishman adalah film yang berpusat pada Frank Sheeran (Robert de Niro), pengantar daging turunan Irlandia yang menjadi eksekutor bagi kelompok mafia Russell Bufalino (Joe Pesci). Dianggap bagus dalam menjalankan tugas-tugasnya, Frank kemudian dihubungi oleh presiden serikat Teamster bernama Jimmy Hoffa (Al Pacino) untuk menyelesaikan beberapa masalahnya. Hoffa sendiri, meski mempunyai posisi legal, sering berurusan dengan mafia sehubungan dengan Teamster yang banyak membawahi buruh-buruh di bidang transportasi dan pe