Skip to main content

Posts

Showing posts from July, 2021

Guru Spiritual

    Tulisan ini bukan hendak mengagung-agungkan guru spiritual. Tulisan ini adalah hasil renungan atas film dokumenter di Netflix berjudul Bikram: Yogi, Guru, Predator (2019). Bikram Choudhury (lahir tahun 1944) adalah guru yoga pendiri Bikram Yoga yang populer sejak tahun 1970-an dengan cabang tersebar hingga 40 negara. Bikram Yoga mengajarkan 26 postur yang semuanya dilatih dalam temperatur mencapai 41 derajat celcius. Selain populer karena muridnya yang berjumlah jutaan dan cara mengajarnya dengan hanya menggunakan celana renang ketat, Bikram juga adalah pelaku kekerasan dan pelecehan seksual terhadap sejumlah muridnya. Hal inilah yang mengganggu saya dalam artian, seorang guru spiritual yang identik dengan dunia ketimuran sebagai dunia yang sebisa mungkin melepaskan keterikatan terhadap "nafsu kedagingan", ternyata begitu problematik dalam urusan seks yang konsensual.  Problem guru spiritual ini terletak pada pengkultusannya. Sebagaimana diperlihatkan dala

The Irishman (2019): Kegelisahan Gangster di Usia Senja

The Irishman (2019) Setelah lama tidak menonton film yang durasinya panjang-panjang, akhirnya saya memutuskan untuk menonton The Irishman (2019). Mengapa saya memilih film bertema mafia tersebut? Dari dulu memang saya mengagumi karya-karya Martin Scorsese dari mulai Taxi Driver (1976), Raging Bull (1980), Goodfellas (1990) hingga Casino (1995). Selain itu, saya juga penasaran melihat bagaimana akting Al Pacino, Robert de Niro dan Joe Pesci di usia 70-an akhir.   The Irishman adalah film yang berpusat pada Frank Sheeran (Robert de Niro), pengantar daging turunan Irlandia yang menjadi eksekutor bagi kelompok mafia Russell Bufalino (Joe Pesci). Dianggap bagus dalam menjalankan tugas-tugasnya, Frank kemudian dihubungi oleh presiden serikat Teamster bernama Jimmy Hoffa (Al Pacino) untuk menyelesaikan beberapa masalahnya. Hoffa sendiri, meski mempunyai posisi legal, sering berurusan dengan mafia sehubungan dengan Teamster yang banyak membawahi buruh-buruh di bidang transportasi dan pe

Tobucil

Antara tahun 2006 sampai sekitar 2014, saya aktif di sebuah toko buku, komunitas, dan ruang alternatif bernama Tobucil atau toko buku kecil. Awalnya, Tobucil berdiam di Jalan Kyai Gede Utama nomor 8 sebelum akhirnya pindah sekitar tahun 2007 ke Jalan Aceh nomor 56. Di Jalan Aceh ini, saya rajin sekali nongkrong dan aktif setidaknya di dua komunitas yaitu KlabKlassik dan Madrasah Falsafah. Tobucil, meski basisnya adalah toko buku, tetapi juga memfasilitasi berbagai komunitas. Itu sebabnya, nama resminya adalah Tobucil n' Klabs.  Mengapa saya menulis tentang Tobucil, karena dipicu oleh pertemuan dengan Mbak Elin pada tanggal 12 Juli kemarin. Mbak Elin, apa ya jabatannya, mungkin dapat dikatakan manajer di Tobucil, tiba-tiba mengontak dan mengatakan akan mengembalikan sejumlah buku yang pernah dititipkan di Tobucil. Saya kaget karena saya sendiri sudah lupa buku apa saja yang pernah dititipkan. Singkat cerita, kami bertemu dan bercerita sedikit banyak soal Tobucil yang sekarang sudah

Bali is (Not) for Sale: Ramai-Ramai Mendirikan Villa di Tanah Dwi Sri

Bali is (Not) for Sale, Ramai-Ramai Mendirikan Villa di Tanah Dwi Sri (Tulisan kuratorial untuk pameran fotografi virtual Barmen Simatupang)  Pada kesempatan kali ini, kurator memulainya proses kurasi dengan mewawancarai fotografer. Alasannya, untuk lebih fokus dan detail terhadap apa yang menjadi latar belakang dan keinginan fotografer itu sendiri terkait pameran ini. Berikut adalah petikan wawancaranya:  Kurator (K):      Boleh diceritakan sedikit terkait latar belakang Bung Barmen ada di Bali untuk melakukan kegiatan foto ini? Apakah inisiatif pribadi atau ada hal lainnya?  Fotografer (F):   Itu adalah foto-foto tahun 2015 dan saya berada di sana dalam kaitannya dengan lokakarya foto jurnalistik di Ubud. Penyelenggaranya adalah Foundry Photojournalism. Lokakarya dilakukan selama tujuh hari, tetapi sebelum Lokakarya dimulai saya sudah tiba di Bali dua minggu sebelumnya. Saya menggunakan waktu yang ada untuk mengumpulkan informasi, mencari narasumber, memperhatikan lokasi untuk menge

Kecerdasan Buatan dan Dunia Manusia

Kecerdasan Buatan dan Dunia Manusia  (Dimuat di majalah Gita Sang Surya vol. 16, No. 3, Mei - Juni 2021)  Semakin canggihnya kecerdasan buatan ( artificial intelligence / AI) tidak lagi terbatas berperan sebagai teknologi yang membantu manusia. Pada titik tertentu, AI yang dikategorikan sebagai strong AI malah berpotensi menggantikan peran-peran tertentu yang biasa dilakukan oleh manusia. Hal-hal semacam ini bukan lagi ada pada film seperti 2001: A Space Odyssey (1968) yang menghadirkan HAL 9000 sebagai super komputer yang mengacaukan misi penelitian ke planet Jupiter. Bukan juga hanya ada lewat sosok Terminator dalam film Terminator (1984), robot-pembunuh dari tahun 2029 yang kembali ke tahun 1984 untuk membunuh Sarah O’Connor, perempuan yang kelak akan melahirkan John. John O’ Connor nantinya akan memimpin pemberontakan melawan Skynet, sistem AI super canggih yang merancang pembantaian umat manusia dengan menggunakan nuklir.  Film-film tersebut tentu saja cenderung membesar-besark

Menjadi Pendukung Italia adalah Pilihan Berani

Keputusan memilih Italia sebagai tim favorit sejak Euro 96 bukanlah keputusan menyenangkan. Italia adalah tim bertahan dan tidak menyukai penguasaan bola. Menonton mereka bermain berarti juga stres sepanjang pertandingan karena senantiasa dalam tekanan tim lawan. Bahkan sepakbola Italia pernah bangga dengan taktik catenaccio atau "pertahanan grendel". Mereka menumpuk lima bek dan satu di antaranya adalah libero yang bermain di belakang dua stopper agar pertahanannya berlapis. Saya kadang iri pada pendukung Jerman, Spanyol, Brasil atau Belanda. Meski tidak selalu menang, setidaknya mereka tampil menyerang dan itu jauh lebih menenangkan.  Italia di Euro 2020 adalah Italia yang sudah beradaptasi dengan tren sepakbola menyerang. Meski tetap mampu bertahan dengan indah, mereka juga tidak alergi dengan penguasaan bola. Italia sekarang mau dengan sabar membangun serangan dari belakang ke depan, tanpa terburu-buru melambungkan bola seperti biasanya. Menonton Italia di era Roberto Ma

Lionel Messi dan Tuhan yang Manusiawi

Lionel Messi baru saja menjuarai Copa America bersama Argentina. Penantian panjang berakhir sudah. Salah satu pemain terbaik yang pernah ada dalam sejarah itu sering diragukan tidak total jika tampil bersama negaranya. Timbul pertanyaan, "Untuk apa hebat, jika tidak bisa menyumbangkan trofi untuk negeri sendiri?" Akhirnya, keraguan itu terjawab.  Messi memulai kiprahnya di La Liga sekitar enam belas atau tujuh belas tahun lalu. Waktu itu saya sudah mulai nonton sepakbola dan Barcelona menjadi salah satu tim favorit saya (setelah Juventus). Alasan menyukai tim sepakbola kadang memang tidak rasional, terutama jika berkaitan dengan tim asing. Mengapa saya menyukai Italia, lebih disebabkan memang tim itulah yang saya tonton pertama kali saat mulai menggemari sepakbola. Mengapa saya menyukai Barcelona, karena hal yang kurang lebih mirip. Saya menyukainya sejak Barca masih diperkuat oleh Luis Figo, Pep Guardiola, dan Miguel Angel Nadal. Namun harus diakui, hari-hari setelah adanya

COVID-19 dan Antroposentrisme

  Kira-kira sejak minggu ketiga Juni, istri dan saya dinyatakan positif terkena virus SARS-CoV-2 atau lebih dikenal dengan COVID-19. Awal-awal badan mulai terasa kurang sehat, saya tidak langsung was-was bahwa ini adalah gejala yang berhubungan dengan COVID-19. Sekitar tiga hari sejak masa-masa kurang enak badan itu, saya sadar indera perasa hilang saat minum kopi. Besoknya, saya tidak bisa mencium bau kayu putih sama sekali dan akhirnya memutuskan untuk tes PCR. Hasilnya sudah bisa kami duga, bahwa kami terkena virus yang sedang marak tersebut. Bagi saya yang memiliki komorbid, dampak virus ini cukup serius. Setiap harinya, ada saja hal yang tidak mengenakkan mulai dari pegal-pegal, demam tinggi, batuk-batuk hampir sepanjang hari, kehilangan indra pengecap dan penciuman sehingga kurang berselera untuk makan, hingga saturasi yang naik turun (meski tidak sampai terlalu rendah).  Akhirnya masa-masa sulit itu dilewati selama kurang lebih dua minggu dan kami sekarang sudah berkegiatan norm