Jalan beberapa hari jaga, saya mulai bosan. Rasanya berat sekali menunggui dagangan yang pembelinya terhitung sedikit. Lebih menderita lagi jika melihat barang dagangan sebelah lebih ramai dibeli. Hal yang menjadi hiburan adalah menulis terus menerus, supaya tidak terlihat bengong. Supaya tidak mati gaya. Beberapa hari yang lalu, pas hari awal-awal saya mulai jaga, tiba-tiba saya punya keberanian untuk posting foto di Instagram. Setelah itu mulai merambah ke Facebook, lalu mulai semangat untuk posting sejumlah story di Instagram, mulai dari tentang jalannya kasus sejauh ini sampai kegiatan sehari-hari. Entah keberanian dari mana, tiba-tiba saya mem-posting story tentang tulisan-tulisan yang diturunkan dari berbagai website. Saya menuliskan, "Siapa yang mau tulisan saya? Gratis, akan saya kirimkan via e-mail". Ternyata banyak juga yang menginginkan tulisan-tulisan itu, ada lebih dari 90 orang. Kemudian saya terpikir untuk membuat grup lagi, bersama orang-orang yang bisa di
MENGENANG ROMO B. HERRY PRIYONO Hari ini hati begitu mendung, mendengar kabar Romo Herry Priyono, dosen saya di STF Driyarkara, meninggal dunia. Segalanya begitu mendadak, karena baru saja delapan hari lalu, saya melihat Romo bicara di Philofest ID dan seperti biasa, tampak sangat sehat dan bergairah. Perkenalan saya dengan Romo Herry mungkin baru sekitar dua tahun, dan tentu saja banyak yang sudah lebih lama kenal dengan beliau, terutama mereka yang kuliah di STF Driyarkara sejak S1 dan S2 (saya sendiri baru masuk tahun ini di program S3, meski sudah diajar beliau sejak program Matrikulasi). Meski perkenalannya relatif singkat, namun saya merasakan suatu kesedihan sekaligus kehilangan yang amat besar. Saya bertanya-tanya: mengapa bisa seperti itu? Padahal, di sisi lain, ada sejumlah kenangan kurang enak berkaitan dengan beliau. Misalnya, di kelas pengantar filsafat yang diampu beliau di program Matrikulasi, saya pernah datang terlambat. Beliau melarang saya masuk kelas, meski