Jalan beberapa hari jaga, saya mulai bosan. Rasanya berat sekali menunggui dagangan yang pembelinya terhitung sedikit. Lebih menderita lagi jika melihat barang dagangan sebelah lebih ramai dibeli. Hal yang menjadi hiburan adalah menulis terus menerus, supaya tidak terlihat bengong. Supaya tidak mati gaya. Beberapa hari yang lalu, pas hari awal-awal saya mulai jaga, tiba-tiba saya punya keberanian untuk posting foto di Instagram. Setelah itu mulai merambah ke Facebook, lalu mulai semangat untuk posting sejumlah story di Instagram, mulai dari tentang jalannya kasus sejauh ini sampai kegiatan sehari-hari. Entah keberanian dari mana, tiba-tiba saya mem-posting story tentang tulisan-tulisan yang diturunkan dari berbagai website. Saya menuliskan, "Siapa yang mau tulisan saya? Gratis, akan saya kirimkan via e-mail". Ternyata banyak juga yang menginginkan tulisan-tulisan itu, ada lebih dari 90 orang. Kemudian saya terpikir untuk membuat grup lagi, bersama orang-orang yang bisa di
Pada hari Sabtu kemarin, saya ditelpon oleh Kang Ismet, pimpinan grup musik Sambasunda. Intinya, saya diminta ke Majalaya esok hari atau hari Minggu, 26 September untuk memoderasi diskusi yang akan berlangsung di sela-sela pementasan virtual. Saya langsung mengiyakan meskipun sebelumnya sudah memproyeksikan hari Minggu itu untuk bersantai saja di apartemen. Waktu tempuh dari tempat tinggal saya ke Majalaya, Kabupaten Bandung, adalah sekitar 1,5 jam. Meski acara katanya dimulai pukul 14, tetapi saya sudah berangkat dari pukul 10 karena berencana untuk nongkrong terlebih dahulu di sebuah kafe di Majalaya. Alasannya, ya ingin ganti suasana saja. Sesampainya di sana, sekitar pukul 11.30, saya ngopi di tempat namanya Ri-Box. Tempat ini direkomendasikan oleh seorang kawan, Zulfa Nasrulloh, yang kebetulan memang warga lokal. Zulfa berencana datang sekitar pukul 13 dan sambil menunggu, saya mengerjakan materi presentasi tentang sinisme. Sambil menunggu pula, saya memesan kopi yang pasti saya