Jalan beberapa hari jaga, saya mulai bosan. Rasanya berat sekali menunggui dagangan yang pembelinya terhitung sedikit. Lebih menderita lagi jika melihat barang dagangan sebelah lebih ramai dibeli. Hal yang menjadi hiburan adalah menulis terus menerus, supaya tidak terlihat bengong. Supaya tidak mati gaya. Beberapa hari yang lalu, pas hari awal-awal saya mulai jaga, tiba-tiba saya punya keberanian untuk posting foto di Instagram. Setelah itu mulai merambah ke Facebook, lalu mulai semangat untuk posting sejumlah story di Instagram, mulai dari tentang jalannya kasus sejauh ini sampai kegiatan sehari-hari. Entah keberanian dari mana, tiba-tiba saya mem-posting story tentang tulisan-tulisan yang diturunkan dari berbagai website. Saya menuliskan, "Siapa yang mau tulisan saya? Gratis, akan saya kirimkan via e-mail". Ternyata banyak juga yang menginginkan tulisan-tulisan itu, ada lebih dari 90 orang. Kemudian saya terpikir untuk membuat grup lagi, bersama orang-orang yang bisa di
Mendengar takbir bergema di malam Idul Adha, harus diakui, dalam diri saya timbul semacam rasa haru. Inikah yang dinamakan iman? Saya tidak mau menyimpulkan terlalu cepat. Tapi ada satu hal yang saya pikir masuk akal: rasa haru akan malam takbiran, adalah rasa haru akan masa kecil. Ketika malam takbiran, itulah momen berkumpul bersama keluarga, bersiap menggunakan baju baru di keesokan harinya, dan memperoleh uang dari saudara-saudara untuk ditabung kemudian dibelikan kaset SEGA. Namun saya tiba-tiba teringat novel Albert Camus berjudul Orang Asing yang ditulisnya tahun 1942. Novel ini berkisah tentang seorang bernama Meursault yang hidup dengan begitu santai seolah tidak takut dengan konsekuensi apapun: tidak menangis di pemakaman ibunya, mau menikah dengan pacarnya karena pacarnya yang memintanya demikian (ia sendiri tidak peduli dengan rasa cinta), membunuh orang Arab, diadili dan tidak membela diri, divonis hukuman mati dan bahkan menolak untuk bertaubat di saat akhir. Pert