Pada tanggal 21 Agustus 2024, seorang perempuan, mantan mahasiswi, menjangkau saya via DM Instagram untuk mengucapkan simpati atas hal yang menimpa saya. Singkat cerita, kami berbincang di Whatsapp dan janjian untuk berjumpa tanggal 6 September 2024 di Jalan Braga. Tidak ada hal yang istimewa. Dia sudah punya pacar dan juga memiliki mungkin belasan teman kencan hasil bermain dating apps . NK baru saja bercerai dengan membawa satu anak lelaki. Dia adalah mahasiswi yang saya ajar pada sekitar tahun 2016 di sebuah kampus swasta. Dulu saya tidak punya perhatian khusus pada NK karena ya saya anggap seperti mahasiswa yang lainnya saja. Namun belakangan memang dia tampak lebih bersinar karena perawatan diri yang sepertinya intensif. Selain itu, bubarnya pernikahan selama sebelas tahun membuatnya lebih bebas dan bahagia. Sejak pertemuan di Jalan Braga itu, saya tertarik pada NK. Tentu saja NK tidak tertarik pada saya, yang di bulan-bulan itu masih tampak berantakan dan tak stabil (fisik, ...
Mendengar takbir bergema di malam Idul Adha, harus diakui, dalam diri saya timbul semacam rasa haru. Inikah yang dinamakan iman? Saya tidak mau menyimpulkan terlalu cepat. Tapi ada satu hal yang saya pikir masuk akal: rasa haru akan malam takbiran, adalah rasa haru akan masa kecil. Ketika malam takbiran, itulah momen berkumpul bersama keluarga, bersiap menggunakan baju baru di keesokan harinya, dan memperoleh uang dari saudara-saudara untuk ditabung kemudian dibelikan kaset SEGA. Namun saya tiba-tiba teringat novel Albert Camus berjudul Orang Asing yang ditulisnya tahun 1942. Novel ini berkisah tentang seorang bernama Meursault yang hidup dengan begitu santai seolah tidak takut dengan konsekuensi apapun: tidak menangis di pemakaman ibunya, mau menikah dengan pacarnya karena pacarnya yang memintanya demikian (ia sendiri tidak peduli dengan rasa cinta), membunuh orang Arab, diadili dan tidak membela diri, divonis hukuman mati dan bahkan menolak untuk bertaubat di saat ak...