Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2013

Hati

Membicarakan "hati" memang mudah untuk dituding sebagai romantisme, semacam bahasa batiniah yang dibentuk akibat ketidakmampuan menghadapi sesuatu secara rasional sehingga mengalihkannya pada hal-hal abstrak yang tak bisa diverifikasi dan difalsifikasi. "Hatiku mengatakan ada yang salah dengan semua ini", pernyataan semacam itu dipandang tak punya arti dalam ranah argumentasi, apalagi kala ditanya, "Alasannya kenapa?" Hati seringkali tak punya justifikasi, tak butuh justifikasi.  Saat beberapa waktu lalu berangkat ke Kabupaten P, saya belajar banyak tentang mengasah hati melalui berbagai ritual keagamaan yang sebelumnya tak rutin saya lakukan. Tujuan ritual-ritual semacam itu, salah satunya, adalah merawat hati, membuatnya lebih terdengar, tanpa mesti dibarengi justifikasi. Sang Guru beberapa kali bicara tentang hati beserta penyakit-penyakit yang menyertainya - hal-hal yang sering saya dapati ketika belajar agama di usia SD atau SMP: iri, dengki, sombong,

Imagi-Nation: Provokasi bagi Para Komposer

Ketika kawan Erie Setiawan mengirimkan buku Imagi-Nation: Membuat Musik Biasa Jadi Luar Biasa dari Yogya, saya langsung menghabiskan buku setebal kurang lebih seratus halaman itu dalam sehari. Namun bukan ketipisan buku itu yang membuat saya sanggup membaca cepat. Entah oleh sebab sang penulis, Vince McDermott, atau kelihaian sang penerjemah, yang pasti kata-kata dalam buku ini amat renyah, lincah, dan sepertinya sudah dibuat sedemikian rupa agar tidak membuat pembaca ketakutan dengan topiknya. Apa yang dibahas oleh McDermott sesungguhnya tidak semudah gaya bahasanya. Ia menyuguhkan banyak hal mendasar tentang musik yang justru merupakan topik yang tidak populer -bahkan di kalangan akademisi musik sekalipun?-. Hal yang mendasar ini bukan berarti menyoal teori atau praktik dasar dalam bermusik. McDermott memulai bukunya dengan membahas apa itu estetika, apa perbedaan estetika barat dan timur, hingga memperdebatkan apakah musik kemudian harus ditransfer kembali pada kata-kata u

Oh

    Bapak pernah berkata bahwa hidup ini adalah sekumpulan oh demi oh . Apa artinya? Katanya, nanti juga kamu mengerti. Nanti juga kamu akan mengatakan, "Oh, maksud bapak oh itu, itu toh." Karena begitulah beliau akhirnya menyadari bahwa segala ucapan kebijaksanaan akan tiada artinya jika tanpa disertai pengalaman. Ketika pengalaman tersebut pada akhirnya sejalan dengan kata-kata kebijaksanaan yang dulu pernah termentahkan oleh hatimu, ketika itu pula kamu akan mengatakan oh . "Bapak dulu pernah mengatakan jangan merokok dan minum kopi, nanti jadi bodoh," demikian bapak berujar tentang nasihat bapaknya dulu. "Kita bisa sama-sama menertawakan pendapatnya yang tidak saintifik, tapi hal tersebut di kemudian hari terbukti, setidaknya bagi saya secara personal," demikian tambah bapak. Oh . Oh , sekarang saya juga tahu kenapa bapak dulu menyuruh untuk membaca satu artikel koran setiap hari dengan imbalan seratus rupiah. Oh , sekarang saya tahu kenapa bapak s

Rasionalitas dan Teknologi

  Kemarin saya dikejutkan oleh berita tentang anak bungsunya musisi pop Ahmad Dhani, Abdul Qadir Jaelani alias Dul, yang membuat tewas lima orang akibat mobil yang dikendarainya di jalan tol. Yang lebih mengejutkan adalah kenyataan bahwa Dul masih berusia tiga belas tahun atau jauh di bawah syarat untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM) . Kita tidak akan membicarakan soal bagaimana tanggungjawab Ahmad Dhani soal ini. Kita bisa lebih jauh menyalahkan teknologi yang pada perkembangannya selalu mengandung dua sisi. Di satu sisi, ia membantu kehidupan manusia karena biasanya teknologi selalu mengandaikan ke-masuk-akal-an. Dalam arti kata lain, ketika teknologi diciptakan, tentunya ia sebisa mungkin dapat diakses orang sebanyak-banyaknya dan semudah-mudahnya -Itu sebabnya mengapa gadget masa kini seolah tidak mempunyai batas usia. Karena bagi anak-anak, gadget itu masuk akal untuk mereka mainkan-. Di sisi lain, ke-masuk-akal-an itu yang justru menjadi problem ketika penilaian-pe

Blues Mati Rasa

Aku pernah berkata pada diri Hidup ini sederhana saja Jalani aturan, hindari larangan Ikuti malaikat, jauhi setan Oh, aku mengerti sekarang Itulah sebab mengapa aku tak sanggup memainkan blues Aku bekerja sepanjang hari Menghitung uang apakah sebanding dengan peluh yang terbuang Kutatap masa depan dengan sinar mata cemerlang Kehidupan jelas terbentang diterangi oleh senter tabungan Oh, aku mengerti sekarang Itulah sebab mengapa aku tak sanggup memainkan blues Aku pernah berpikir tentang kematian Tentang duka nestapa dan penderitaan Tapi kubiarkan mereka terbenam Dalam derap langkah keseharian Oh, aku mengerti sekarang Itulah sebab mengapa aku tak sanggup memainkan blues Aku mencari Tuhan kesana kemari Kemari kesana Hingga berkesimpulan Tak mungkin Tuhan ada Oh, aku mengerti sekarang Itulah sebab mengapa aku tak sanggup memainkan blues