Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2015

Pembebasan

Suatu ketika saya menolak Adorno, karena idenya tentang emansipasi lewat musik Schoenberg itu terlalu elitis. Siapa bisa paham Schoenberg, kecuali telinga-telinga yang terlatih dan pikiran-pikiran yang telah dijejali teori musik? Bagaimana mungkin teknik dua belas nada yang tak punya "jalan pulang" tersebut dapat membebaskan kelas pekerja dari alienasi? Namun setelah ngobrol-ngobrol dengan Ucok (Homicide/ Grimloc) awal April kemarin, tiba-tiba saya terpantik hal yang justru berkebalikan. Kata Ucok, memang seni itu mestilah "elitis". Lah, apa maksudnya?  Lama-lama aku paham, dan malah setuju dengan Adorno. Pembebasan bukanlah sebentuk ajakan atau himbauan, dari orang yang "terbebaskan" terhadap orang yang "belum terbebaskan" (itulah yang kupahami sebelumnya). Pembebasan bukanlah sebentuk pesan, seperti misalnya musik balada yang menyerukan ajakan untuk demo, meniupkan kesadaran tentang adanya eksploitasi, atau dorongan untuk mengguncang oligarki.

Hidup yang Biasa

Minimal seminggu sekali, saya selalu menyempatkan diri untuk datang ke Pasar Ciwastra. Apa yang saya lakukan bermacam-macam, apakah sekadar minum kopi, makan bubur ayam, mengunjungi pedagang ikan, atau tiada alasan tertentu: Hanya duduk dan memandangi orang lalu-lalang. Mungkin saya terinspirasi Sokrates, yang selalu berjalan-jalan ke agora (semacam alun-alun di jaman Yunani Kuno) untuk mencari kebenaran dengan cara menanyai orang-orang yang ditemui. Saya tidak punya keberanian seperti Sokrates, juga sepertinya tidak sopan, dalam kebudayaan kita, tiba-tiba menyapa orang dan bertanya macam-macam. Kalau cuma harga bawang atau dimana lokasi pedagang ayam, boleh saja. Tapi jika bertanya tentang prinsip-prinsip mengapa mereka berdagang, apa filosofi yang mendasarinya, serta bagaimana menjadi pedagang yang baik, tentu saya akan dianggap tidak sopan. Apa yang saya lakukan cukup memperhatikan, dan sedikit mendengarkan obrolan. Saya merasa bahwa kehidupan orang-orang di pasar adalah kehidu

Puisi Kolam Ikan

Aku punya kolam ikan Isinya lele putih, komet, dan patin Setiap hari aku duduk di pinggirnya Menyapa lalu berbincang tentang situasi dunia Kata lele putih, "Dunia ini indah, saat kamu melempar pakan" Kata komet, "Dunia ini indah, saat air jernih senantiasa sehingga aku dapat memandangi angkasa" Kata patin, "Dunia ini indah, jika batu kecil diperbanyak agar aku bisa bersembunyi diantaranya" Tapi aku tidak tertarik pada ucapan mereka Aku terus membahas harga BBM yang naik-turun dan tragedi AirAsia Suatu hari aku tinggalkan mereka karena bosan Aku merasa ikan-ikan itu tak paham situasi global Aku merasa ikan-ikan itu tak punya kepedulian nasional Keesokan harinya, setelah tak lagi kesal, aku sambangi kembali kolam ikan Mereka semua sudah mati bahagia