Skip to main content

Posts

Showing posts from May, 2014

Hati

Membicarakan "hati" memang mudah untuk dituding sebagai romantisme, semacam bahasa batiniah yang dibentuk akibat ketidakmampuan menghadapi sesuatu secara rasional sehingga mengalihkannya pada hal-hal abstrak yang tak bisa diverifikasi dan difalsifikasi. "Hatiku mengatakan ada yang salah dengan semua ini", pernyataan semacam itu dipandang tak punya arti dalam ranah argumentasi, apalagi kala ditanya, "Alasannya kenapa?" Hati seringkali tak punya justifikasi, tak butuh justifikasi.  Saat beberapa waktu lalu berangkat ke Kabupaten P, saya belajar banyak tentang mengasah hati melalui berbagai ritual keagamaan yang sebelumnya tak rutin saya lakukan. Tujuan ritual-ritual semacam itu, salah satunya, adalah merawat hati, membuatnya lebih terdengar, tanpa mesti dibarengi justifikasi. Sang Guru beberapa kali bicara tentang hati beserta penyakit-penyakit yang menyertainya - hal-hal yang sering saya dapati ketika belajar agama di usia SD atau SMP: iri, dengki, sombong,

1Q84 Jilid Satu: Akrobat Murakami di Dunia Paralel

Setelah Norwegian Wood , saya langsung ketagihan membaca karya Haruki Murakami yang lain. 1Q84 pun menjadi destinasi saya berikutnya. Novel ini diselesaikan dengan susah payah dalam kurun waktu nyaris tiga bulan. Bukan karena Murakami bercerita dengan gaya yang lambat dan membosankan -sebaliknya, ia menulis dengan lincah dan atraktif seperti biasanya-, melainkan disebabkan oleh kesibukan saya yang sedang padat-padatnya -ah, soal kesibukan harusnya tak perlu diceritakan-.  1Q84 sedikit lebih tebal dari Norwegian Wood . Dirilis pada tahun 2009 dan 2010, 1Q84 yang mempunyai tebal 500-an halaman ini dibagi ke dalam tiga edisi. Kebetulan yang saya baca barulah edisi pertamanya. Ceritanya, seperti biasa seorang Murakami mengambil sebuah tema, adalah soal absurditas, nihilisme, dan eksistensialisme. Tidak ada suatu kejelasan arah, pun tidak ada suatu makna yang dapat dikatakan mencerahkan. Ini adalah kisah yang berpusat pada dua orang yakni Aomame dan Tengo. Keduanya menjalani keh

Gerak Lambat

Kemarin saya menyaksikan pertandingan tenis antara Novak Djokovic melawan Milos Raonic lewat streaming di internet. Djokovic adalah petenis yang dalam beberapa tahun belakangan ini tidak pernah lepas dari peringkat tiga besar sedangkan Raonic dikenal sebagai salah satu pemilik servis tercepat di dunia -Ia sanggup melesatkan servis dengan kecepatan 222 km/ jam!-. Meski harus melalui tiga set, Djokovic sanggup mengalahkan Raonic dan mematahkan servisnya sebanyak tiga kali.  Miyamoto Musashi, seorang samurai legendaris, pernah berkata bahwa jika seseorang sudah betul-betul menjadi ahli pedang, maka ia mampu melihat gerakan lawannya dengan lambat. Dalam arti kata lain, ia bisa melihat lawannya seolah-olah dalam sebuah slow motion . Jika memang demikian, tentu saja tidak sulit baginya untuk menaklukkan siapapun. Hal yang sama mungkin terasa juga bagi Djokovic yang telah menjadi ahli tenis: Servis Raonic yang punya kecepatan 222 km/ jam menjadi tampak lambat. Agaknya apa yang dikat

Selamat Ulang Tahun, Papap!

Papap adalah orang yang mengajak nonton teater berjudul Kaspar di STSI ketika aku duduk di kelas 2 SD. Waktu itu ada salah satu aktor yang terus menerus bicara pada penonton sambil sesekali ia turun dari panggung dan mendekat pada kami. Belakangan aku tahu bahwa itu adalah teknik breaking the fourth wall yang diagungkan oleh Bertolt Brecht. Papap adalah orang yang mengatakan bahwa dalam kepala kita ada semacam template untuk menyaring realitas luar. Ia mengatakan bahwa sesungguhnya dunia ini kacau, hanya pikiran kitalah yang menyusunnya sehingga tampak rapi. Belakangan aku tahu bahwa Immanuel Kant juga mengatakan hal yang persis sama. Papap suatu hari pernah mengatakan bahwa masa mudanya adalah tentang sikap hidup yang bohemian . Berpusat pada diri, mengatakan ya pada hidup dengan segenap risikonya. Belakangan aku tahu bahwa Friedrich Nietzsche juga mengatakan hal yang sama dengan sebutan amor fati, fatum brutum . Papap adalah orang yang mengatakan bahwa segala tind