Suatu ketika saya menolak Adorno, karena idenya tentang emansipasi lewat musik Schoenberg itu terlalu elitis. Siapa bisa paham Schoenberg, kecuali telinga-telinga yang terlatih dan pikiran-pikiran yang telah dijejali teori musik? Bagaimana mungkin teknik dua belas nada yang tak punya "jalan pulang" tersebut dapat membebaskan kelas pekerja dari alienasi? Namun setelah ngobrol-ngobrol dengan Ucok (Homicide/ Grimloc) awal April kemarin, tiba-tiba saya terpantik hal yang justru berkebalikan. Kata Ucok, memang seni itu mestilah "elitis". Lah, apa maksudnya? Lama-lama aku paham, dan malah setuju dengan Adorno. Pembebasan bukanlah sebentuk ajakan atau himbauan, dari orang yang "terbebaskan" terhadap orang yang "belum terbebaskan" (itulah yang kupahami sebelumnya). Pembebasan bukanlah sebentuk pesan, seperti misalnya musik balada yang menyerukan ajakan untuk demo, meniupkan kesadaran tentang adanya eksploitasi, atau dorongan untuk mengguncang oligarki.
Refleksi disini bukanlah refleksi dalam arti merenung. Ini adalah pengertian refleksi secara sederhana: pijat kaki! Refleksi adalah salah satu kegiatan favorit saya sebulan sekali. Ini adalah fase dimana saya mengalami relaksasi total dengan cara dipijat di tempat yang adem dan dilatari alunan musik India. Mewah? Ya dan tidak. Dari segi fasilitas dan tingkat kenyamanan, boleh dibilang saya tengah bermewah-mewah. Karena siapa yang tidak merasa jadi raja, ketika kakinya dielus-elus sementara kita sendiri tiduran? Tapi harganya sendiri bisa dibilang murah, cuma lima puluh ribu sekali pijit. Di tempat refleksi terkenal di Sukajadi saja, harganya cuma lebih mahal dua ribu dari pasaran pada umumnya. Namun inilah yang disebut oleh kawan saya, Tobing, sebagai, "Sebetulnya seluruh istirahat kita, digunakan juga untuk bekerja di hari berikutnya." Maksudnya, jika kita menggunakan perspektif weekday dan weekend : Apa arti dari weekend selain daripada sebuah persiapan unt