Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2021

Guru Spiritual

    Tulisan ini bukan hendak mengagung-agungkan guru spiritual. Tulisan ini adalah hasil renungan atas film dokumenter di Netflix berjudul Bikram: Yogi, Guru, Predator (2019). Bikram Choudhury (lahir tahun 1944) adalah guru yoga pendiri Bikram Yoga yang populer sejak tahun 1970-an dengan cabang tersebar hingga 40 negara. Bikram Yoga mengajarkan 26 postur yang semuanya dilatih dalam temperatur mencapai 41 derajat celcius. Selain populer karena muridnya yang berjumlah jutaan dan cara mengajarnya dengan hanya menggunakan celana renang ketat, Bikram juga adalah pelaku kekerasan dan pelecehan seksual terhadap sejumlah muridnya. Hal inilah yang mengganggu saya dalam artian, seorang guru spiritual yang identik dengan dunia ketimuran sebagai dunia yang sebisa mungkin melepaskan keterikatan terhadap "nafsu kedagingan", ternyata begitu problematik dalam urusan seks yang konsensual.  Problem guru spiritual ini terletak pada pengkultusannya. Sebagaimana diperlihatkan dala

Moderator

Jika dihitung-hitung, saya lebih sering menjadi moderator ketimbang pembicara di dunia perdiskusian. Peran moderator ini sebenarnya sudah saya lakoni sejak mengurus komunitas Madrasah Falsafah yang berdiri sekitar tahun 2007. Waktu itu, sebelum saya dipercaya sepenuhnya untuk menjadi koordinator Madrasah Falsafah, saya terlebih dahulu mengamati peran moderator yang dijalankan oleh Rosihan Fahmi yang menurut saya justru lebih sentral dari peran pembicara. Di Madrasah Falsafah yang memegang prinsip dialog Sokrates, tidak ada yang benar-benar dinamakan narasumber secara khusus karena semua peserta diskusi diplot sekaligus sebagai pembicara. Moderator justru bertugas memancing para peserta agar bisa memberikan pandangan terhadap suatu topik yang bisa jadi sangat sederhana seperti misalnya tentang "sahabat" atau tentang "pagar". Kalaupun ada yang dinamakan "narasumber", maka istilah yang disematkannya adalah "pemasalah" karena tugasnya bukan menerangk

Thoreau di Walden

Henry David Thoreau merupakan pemikir Amerika yang menjadi bagian dari gerakan “Pemikiran Baru” ( New Thought ) bernama transendentalisme yang dimulai awal abad ke-19 sebagai usaha pencarian spiritual yang lepas dari agama-agama yang sudah “mapan”. William James menyebutnya sebagai “ the religion of healthy-mindedness ”. Prinsip dasar transendentalisme adalah mandiri dan independen. Kebaikan dan kemurnian ada secara inheren di dalam diri setiap orang yang sejalan dengan alam, tidak boleh ditekan oleh masyarakat atau institusi manapun. Terkait keselarasan dengan alam, Ralph Waldo Emerson sebagai salah satu pendiri transendentalisme menegaskannya dalam Nature : “ In the woods, we return to reason and faith. There I feel that nothing can befall me in life, — no disgrace, no calamity, (leaving me my eyes,) which nature cannot repair. Standing on the bare ground, — my head bathed by the blithe air, and uplifted into infinite space, — all mean egotism vanishes. I become a transparent eye-b

(Mencoba) Memahami Ted Kaczynski

Beberapa hari terakhir ini, saya mengisi waktu luang dengan menonton film dokumenter tentang Ted Kaczynski yang berjudul Unabomber: In His Own Words . Film dokumenter tahun 2020 ini menceritakan tentang Ted Kaczynski, doktor matematika lulusan Universitas Michigan yang bertransformasi menjadi apa yang disebut FBI sebagai "teroris domestik". Ted melakukan serangkaian teror bom selama tujuh belas tahun, dari mulai tahun 1978 hingga tahun 1995, melukai 23 orang dan menewaskan tiga orang. Film dokumenter yang terdiri dari empat episode tersebut mengambil sudut pandang dari Ted sendiri berdasarkan hasil wawancara, serta sudut pandang lain seperti dari tetangga Ted, adik yang kemudian melaporkannya, David Kaczynski, sejumlah agen FBI, para korban, serta beberapa orang lainnya yang dianggap berkaitan.  Film tersebut menarik dan cukup berimbang dalam memberikan perspektif. Di satu sisi, Ted digambarkan sebagai seseorang yang mengalami masalah mental, tetapi di sisi lainnya, kejeniusa

Selayang Pandang Ekonomi Syariah

 (Ditulis sebagai suplemen untuk Kelas Santai Menelusuri Kepentingan Diri, 19 Juni 2021)    Ekonomi syariah secara sederhana diartikan sebagai kegiatan memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan hukum-hukum dalam agama Islam, yang kedudukan tertingginya ada pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Pertanyaannya, mengapa mesti ada ekonomi yang berbasis agama? Tidakkah usaha pemenuhan kebutuhan diri bisa dilihat sebagai sesuatu yang kodrati, sehingga tidak memerlukan suatu acuan yang transendental? Atau jikapun perlu ada acuan, tidakkah cukup untuk mengacu bahwa dalam usaha memenuhi kebutuhan diri, orang hanya tinggal menakar apakah usahanya ini mengganggu kepentingan orang lain atau tidak?  Pembahasan tentang ekonomi syariah bisa dimulai dari pembahasan tentang ekonomi kapitalisme dan hubungan di antara keduanya. Hal tersebut hanya bisa dijawab dengan pertama-tama mendefinisikan apa itu kapitalisme sendiri. Segala bentuk pertukaran barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan tidak bisa dengan sendirinya d

Karena Tubuh Lebih Mengerti

Pada hari Sabtu, 9 Oktober, selesai main musik di sebuah restoran, saya minum es teh tawar di gelas berukuran besar. Tidak lama kemudian, rasa sakit menyerang antara dada dan perut, menjalar hingga punggung dan lama-lama menjadi sesak. Saya langsung dilarikan ke IGD RS Limijati, diperiksa ini itu (hingga dipasangi aneka kabel), diberi penahan rasa sakit dan saat sakitnya hilang, saya meminta untuk pulang. Pemeriksaan saat itu menunjukkan tekanan darah saya mencapai 210. Sesampainya di apartemen, sakit itu datang lagi dan malah lebih parah. Saya kembali masuk ke IGD RS Hermina Arcamanik. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa selain tekanan darah, gula darah saya pun bermasalah.   Sekarang sudah hampir seminggu sejak saya keluar dari rumah sakit. Pola makan serta gaya hidup mesti diubah secara total: merokok dari yang sebelumnya bisa dua bungkus per hari, sekarang hanya sebatang per hari; makanan yang dikonsumsi tadinya hampir bebas (ada pantangan sih, tapi saya sering diam-diam makan apa