Pada tanggal 21 Agustus 2024, seorang perempuan, mantan mahasiswi, menjangkau saya via DM Instagram untuk mengucapkan simpati atas hal yang menimpa saya. Singkat cerita, kami berbincang di Whatsapp dan janjian untuk berjumpa tanggal 6 September 2024 di Jalan Braga. Tidak ada hal yang istimewa. Dia sudah punya pacar dan juga memiliki mungkin belasan teman kencan hasil bermain dating apps . NK baru saja bercerai dengan membawa satu anak lelaki. Dia adalah mahasiswi yang saya ajar pada sekitar tahun 2016 di sebuah kampus swasta. Dulu saya tidak punya perhatian khusus pada NK karena ya saya anggap seperti mahasiswa yang lainnya saja. Namun belakangan memang dia tampak lebih bersinar karena perawatan diri yang sepertinya intensif. Selain itu, bubarnya pernikahan selama sebelas tahun membuatnya lebih bebas dan bahagia. Sejak pertemuan di Jalan Braga itu, saya tertarik pada NK. Tentu saja NK tidak tertarik pada saya, yang di bulan-bulan itu masih tampak berantakan dan tak stabil (fisik, ...
Manusia pada dasarnya punya sifat malas. Itu sebabnya dianugerahi kita cara berpikir generalisasi. Kant mengatakan sudah fitrahnya manusia berpikir secara generalisasi. "Jika batu dijatuhkan dua kali dan ia memang jatuh ke bumi, maka sudah pasti manusia akan berpikir bahwa demikian halnya yang ketiga kalinya," begitu kira-kira ujarnya. Cara berpikir semacam ini berlanjut pula ke bagaimana ia memahami lingkungan sosialnya. Tidak banyak manusia yang mau dengan sungguh-sungguh menelaah individu per individu untuk mengetahui kedalamannya. Rata-rata mereka mengambil satu dua sampel saja untuk dijadikan apa yang disebut: stereotip. Ketika misalnya saya pernah mendapati orang Arab yang ramah, saya akan katakan: orang Arab ramah-ramah. Sebaliknya ketika ada orang Arab yang jahil, saya akan bilang: orang Arab jahil-jahil. Begitu pemalasnya saya untuk mengatakan: Ada orang Arab yang jahil, ada orang Arab yang ramah. Rupanya kalimat semacam itu terlalu abu-abu untuk diceritakan pada o...