Jalan beberapa hari jaga, saya mulai bosan. Rasanya berat sekali menunggui dagangan yang pembelinya terhitung sedikit. Lebih menderita lagi jika melihat barang dagangan sebelah lebih ramai dibeli. Hal yang menjadi hiburan adalah menulis terus menerus, supaya tidak terlihat bengong. Supaya tidak mati gaya. Beberapa hari yang lalu, pas hari awal-awal saya mulai jaga, tiba-tiba saya punya keberanian untuk posting foto di Instagram. Setelah itu mulai merambah ke Facebook, lalu mulai semangat untuk posting sejumlah story di Instagram, mulai dari tentang jalannya kasus sejauh ini sampai kegiatan sehari-hari. Entah keberanian dari mana, tiba-tiba saya mem-posting story tentang tulisan-tulisan yang diturunkan dari berbagai website. Saya menuliskan, "Siapa yang mau tulisan saya? Gratis, akan saya kirimkan via e-mail". Ternyata banyak juga yang menginginkan tulisan-tulisan itu, ada lebih dari 90 orang. Kemudian saya terpikir untuk membuat grup lagi, bersama orang-orang yang bisa di
MENGAJAR FILSAFAT UNTUK ANAK Kurang dari setahun lalu, saya bertemu secara virtual dengan Aurea Rahel dari Omah Sindo, semacam komunitas homeschooler. Setelah sepakat mengadakan kelas filsafat pendidikan yang ditujukan terutama untuk orangtua dari para homeschooler dan berjalan selama delapan pertemuan, kami kemudian membicarakan rencana berikutnya untuk menggelar kelas filsafat bagi anak. Seperti apa itu kelas filsafat bagi anak? Jujur, saya tidak tahu, dan sama sekali tidak terbayang. Selama mengajar filsafat, murid-murid saya pada umumnya adalah mahasiswa. Kalaupun ada yang di bawah itu, paling muda adalah seumuran SMA. Sementara definisi anak yang ingin disasar Mbak Rahel adalah hingga sepuluh tahun! Pertanyaan besarnya adalah apakah mereka bisa belajar filsafat? Bukankah ini adalah pelajaran "rumit" yang berbahaya bahkan bagi orang dewasa sekalipun? Jika di pendidikan formal di Indonesia, bahkan filsafat ini bisa jadi baru diajarkan di program pascasarjana, saat ora