Skip to main content

Psychologismus-Streit dan Asal-Usul Perpecahan Aliran Kontinental dan Analitik dalam Filsafat

  Di akhir abad ke-19, diawali dari usaha pemisahan psikologi dari filsafat, muncul istilah Psychologismus-Streit atau "perselisihan psikologisme". Apa itu psikologisme? Psikologisme adalah pandangan bahwa segala konsep/ gagasan dalam filsafat (batasan pengetahuan, sistem logika, dan lain-lain) dapat ditarik penjelasannya pada pengalaman mental atau proses psikologis (Vrahimis, 2013: 9). Posisi psikologi yang kian mantap dengan penelitian empiriknya membuat filsafat mesti mendefinisikan kembali tugas dan posisinya: jika segala problem filsafat bisa direduksi pada aspek mental, masih adakah sesuatu yang disebut sebagai filsafat "murni"?  Menariknya, perselisihan ini tidak hanya di ranah perdebatan intelektual, tapi juga terbawa-bawa hingga ke ranah politik. Pada tahun 1913, 107 filsuf, beberapa diantaranya adalah Edmund Husserl, Paul Natorp, Heinrich Rickert, Wilhelm Windelband, Alois Riehl, dan Rudolf Eucken menandatangani petisi yang menuntut menteri kebudayaan Jer

Pertaruhan dan Hukuman Seumur Hidup


 
Perdebatan tentang mana yang lebih baik antara hukuman mati dan hukuman seumur hidup memang kerap pelik. Ada versi yang mengatakan bahwa hukuman mati lebih manusiawi karena tidak memperlama penderitaan dan menimbulkan efek jera bagi yang mengetahuinya. Sementara itu hukuman seumur hidup, di sisi lain, dianggap lebih baik karena negara sebenarnya tidak mempunyai wewenang mencabut nyawa warga negara. Akhirnya saya cukup tercerahkan tentang perdebatan ini setelah membaca cerpen Anton Chekhov yang berjudul Pertaruhan

Cerpen yang ditulis tahun 1889 tersebut berkisah tentang perdebatan antara bankir dan yuris (ahli hukum). Kata bankir, "Hukuman mati langsung membunuh, sedangkan hukuman kurungan selama hidup membunuh secara perlahan-lahan. Manakah algojo yang lebih berperikemanusiaan? Yang membunuh dalam beberapa menit, atau yang menarik-ulur nyawa Tuan selama bertahun-tahun?" Yuris berpendapat lain, "Hukuman mati dan hukuman kurungan seumur hidup sama-sama tidak bermoral, tapi bila saya disuruh memilih antara hukuman mati dan hukuman seumur hidup, tentu saya memilih yang kedua. Hidup, bagaimanapun, lebih baik daripada tidak sama sekali."

Lalu atas perdebatan itu, mereka bertaruh dua juta Rubel: Yuris limas belas tahun akan tinggal di dalam penjara dari pukul 12 tanggal 14 November 1870 sampai pukul 12 tanggal 14 November 1885. Kalaupun yuris keluar dua menit sebelum waktu yang ditentukan, maka ia tetap kalah dan bankir tidak perlu membayar uang dua juta Rubel. Di dalam penjara, yuris masih boleh surat menyurat lewat jendela kecil. Ia juga disediakan buku, partitur, anggur, dan piano. 

Awalnya, yuris merasa bosan dan menderita. Namun di tahun-tahun berikutnya, yuris mengisi waktu dengan membaca. Bacaannya terus bertambah dan ia selalu memesan buku-buku baru lewat sipir. Berbagai jenis pengetahuan dilahap oleh yuris, mulai dari bahasa, filsafat, sejarah, roman, kedokteran, ilmu-ilmu alam, hingga Injil. 

Singkat cerita, yuris menikmati kegiatannya tersebut hingga tak terasa lima belas tahun hampir berlalu. Bankir mulai panik dan yakin ia akan kalah dalam waktu dekat. Bankir tidak punya uang sebanyak dua juta Rubel dan ia mulai menyusun rencana jahat untuk membunuh yuris diam-diam. Di tengah perwujudan rencana tersebut, bankir menemukan secarik surat yang ditulis oleh yuris. Penggalan isi surat tersebut adalah sebagai berikut:

"Besok pukul 12 saya memperoleh kebebasan saya dan hak untuk bergaul dengan orang banyak. Tapi sebelum meninggalkan kamar ini dan melihat matahari, saya anggap perlu untuk mengatakan beberapa patah kata kepada Tuan. Sesuai hati nurani yang bersih dan di hadapan Tuhan yang melihat diri saya, saya nyatakan kepada Tuan bahwa saya memandang rendah kebebasan, hidup, kesehatan, dan semua yang di dalam buku-buku Tuan dinamakan maslahat dunia."

".. di dalam buku-buku Tuan saya membubung ke puncak Elbrus dan Mont Blanc, dan dari sana memandang bagaimana saban pagi terbit matahari dan saban petang ia mewarnai langit, samudra, dan puncak gunung dengan emas merah jingga; dari sana saya melihat bagaimana di atas saya kilat menyambar menembus awan; saya melihat bentangan hutan yang hijau, sungai-sungai, danau-danau, kota-kota, mendengar kicau burung sirene dan permainan seruling penggembala, meraba sayap-sayap setan indah yang terbang mendatangi saya untuk bertukar pikiran tentang Tuhan... Dengan buku-buku Tuan saya menceburkan diri ke jurang tanpa dasar, menciptakan keajaiban, membunuh, membakari kota-kota, mengkhotbahkan agama-agama baru. menaklukkan kerajaan-kerajaan besar.."

"Buku-buku Tuan memberikan kepada saya kebijaksanaan. Semua yang selama berabad-abad diciptakan oleh akal manusia yang tidak kenal lelah, di dalam tengkorak saya menggumpal dalam satu gumpalan kecil. Saya tahu bahwa saya lebih pandai dari tuan-tuan sekalian."

"Untuk menunjukkan secara nyata bahwa saya memandang rendah cara hidup Tuan-Tuan, saya menolak menerima uang dua juta yang dahulu pernah saya impikan sebagai surga, yang kini saya anggap rendah. Untuk meniadakan hak atas uang itu, saya akan keluar dari sini lima jam sebelum jangka waktu yang disyaratkan dan dengan demikian saya melanggar persetujuan.."

Bankir menangis dan merasa kalah. Digambarkan, "Belum pernah, bahkan sesudah mengalami kekalahan besar di pasar bursa, dia merasa demikian benci kepada diri sendiri seperti sekarang." 

Bagaimana melihat cerita tersebut sebagai pernyataan bahwa hukuman seumur hidup lebih baik dari hukuman mati? Pak Awal Uzhara adalah orang yang menjelaskan saya tentang ini. Katanya, "Hukuman seumur hidup memberi peluang seseorang untuk berubah. Dalam perjalanannya menuju kematian, orang diberi kesempatan untuk bermakna, setidaknya bagi dirinya sendiri." 

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Live Instagram Dua Belas Jam

  Hari Minggu, 24 Juli kemarin, saya live Instagram hampir dua belas jam. Untuk apa? Pertama, mengumpulkan donasi untuk Kelas Isolasi yang kelihatannya tidak bisa lagi menggunakan cara-cara yang biasa-biasa (karena hasilnya selalu kurang memadai). Kedua, iseng saja: ingin tahu, selama ini saya belajar dan mengajar filsafat itu sudah “sampai mana” jika diukur dengan menggunakan jam. Putusan untuk mengudara dua belas jam tersebut tidak melalui persiapan matang, melainkan muncul begitu saja dari dua hari sebelumnya. Oh iya, materi yang saya bawakan adalah berkenaan dengan sejarah filsafat Barat. Keputusan tersebut membuat saya agak menyesal karena mesti menghabiskan hari Jumat dan Sabtu untuk baca-baca secara intens. Seperti yang sudah saya duga, belajar filsafat memang aneh: semakin dibaca, semakin menganga lubang-lubangnya. Awalnya, saya berniat untuk khusus membaca bagian Abad Pertengahan saja karena merasa pengetahuan saya paling lemah di bagian itu. Setelah lumayan membaca tipis-tip

Metafisika

Entah benar atau tidak, tapi boleh kita percaya agar pembahasan ini menjadi menyenangkan: Istilah metafisika terjadi oleh sebab sesuatu yang tidak sengaja. Ketika Aristoteles sedang menyusun buku-bukunya di rak, asistennya meletakkan buku yang berisi tentang segala sesuatu yang di luar kenyataan seperti prinsip pertama dan pengertian tentang ada (being qua being) setelah buku bertitel 'Fisika'. Atas ketidaksengajaan itulah, buku tersebut dinamai 'Metafisika'. 'Metafisika' berarti sesudah 'Fisika', yang memang secara harfiah betul-betul buku yang ditempatkan setelah buku 'Fisika' di rak Aristoteles. Istilah tersebut jadi terus menerus dipakai untuk menyebut segala sesuatu tentang yang di luar atau di belakang dunia fisik. Agak sulit untuk menjelaskan secara presisi tentang apa itu metafisika (tentu saja metafisika dalam arti istilah yang berkembang melampaui rak buku Aristoteles), maka itu alangkah baiknya kita simak beberapa contoh upaya untuk me

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1