Skip to main content

Tentang Perempuan Bernama NK

Pada tanggal 21 Agustus 2024, seorang perempuan, mantan mahasiswi, menjangkau saya via DM Instagram untuk mengucapkan simpati atas hal yang menimpa saya. Singkat cerita, kami berbincang di Whatsapp dan janjian untuk berjumpa tanggal 6 September 2024 di Jalan Braga. Tidak ada hal yang istimewa. Dia sudah punya pacar dan juga memiliki mungkin belasan teman kencan hasil bermain dating apps .  NK baru saja bercerai dengan membawa satu anak lelaki. Dia adalah mahasiswi yang saya ajar pada sekitar tahun 2016 di sebuah kampus swasta. Dulu saya tidak punya perhatian khusus pada NK karena ya saya anggap seperti mahasiswa yang lainnya saja. Namun belakangan memang dia tampak lebih bersinar karena perawatan diri yang sepertinya intensif. Selain itu, bubarnya pernikahan selama sebelas tahun membuatnya lebih bebas dan bahagia. Sejak pertemuan di Jalan Braga itu, saya tertarik pada NK. Tentu saja NK tidak tertarik pada saya, yang di bulan-bulan itu masih tampak berantakan dan tak stabil (fisik, ...

Problem Bahasa


Tentunya beberapa dari kita sudah tahu cerita tentang menara Babel. Cerita yang diambil dari Perjanjian Lama itu, mengisahkan tentang manusia yang bermigrasi dari Timur. Mereka, yang tengah berlokasi di Shinar, berencana membuat kota dengan menara di dalamnya. Menara itu bukan sembarang menara, mereka ingin menara maha tinggi yang bisa mencapai Tuhan. Namun Tuhan mencium arogansi ini, tanpa tedeng aling-aling Ia menghancurkan rencana para manusia. Caranya? Mudah saja. Tuhan membuat manusia menjadi berbeda-beda bahasa. Sejak itulah mereka tidak sanggup menyelesaikan menara tersebut.

Bahasa tentu saja punya andil dalam peradaban manusia. Ia boleh kita sebut sebagai ekspresi dari pikiran. Apa yang kita pikirkan bisa dieksplisitkan, kemudian menjadi simbol yang dimengerti orang lain. "Kesepakatan" juga menjadi aspek penting dalam bahasa, karena apa yang dimaksud "mengerti bahasa", adalah berarti juga memahami apa yang disepakati.

Namun seperti halnya teknologi, seperti halnya agama, seperti halnya sains, dan apapun di dunia ini, ada dua sisi mata uang yang bisa dilihat. Bahasa punya faedah, tapi juga ia mengandung persoalan. Filsafat Barat, terutama, adalah filsafat yang dibangun atas dasar kekayaan bahasa. Kita bisa perhatikan bahwa filsafat Barat menganut suatu prinsip bahwa, "Yang benar adalah yang bisa dijelaskan." Agar penjelasannya terasa jelas dan runut, filsafat Barat menjadi contoh yang baik betapa berharganya bahasa dalam mengekspresikan suatu konsep. Namun harus dicermati juga bahwa semakin detail konsep itu dijelaskan, maka tidak sedikit konsep-konsep itu sendiri menemui paradoks, yakni pernyataan yang berkontradiksi dengan dirinya sendiri. Mari menengok beberapa contoh kecil untuk melihat "celah" menarik ini:

  • David Hume (1711-1776) mengatakan bahwa manusia terlahir sebagai lembar kosong. Ia menemukan pengetahuannya, satu-satunya, lewat kesan-kesan yang ia peroleh dari benda-benda. Kesan itu menimbulkan gagasan, yaitu semacam fotokopi dari apa yang kita lihat. Nah, gagasan itu bisa diartikan lebih jauh sebagai gabungan dari kesan-kesan. Hume mencontohkan unicorn, "Ia pastilah berasal dari kesan kita melihat kuda, dan kesan kita melihat tanduk." Paradoksnya, kalau manusia terlahir dari lembar kosong, maka dari mana Hume mendapatkan konsep bahwa ada kesan dan gagasan yang mendahului manusia?
  • Lingkaran Wina, sebuah kelompok intelektual sekitar tahun 1922, mengemukakan ambisinya yang menarik, mereka ingin menyatukan ilmu-ilmu dalam satu atap (unified science). Agar sanggup melakukan hal ini, mereka membuat satu prinsip, "Kalimat yang bermakna, adalah yang bisa diverifikasi." Artinya, "Hujan akan turun" "Di tasmu berisi lima juta rupiah" "Makanan sudah siap" tergolong kalimat bermakna oleh sebab bisa dicek kebenarannya. Namun kalimat seperti "Membunuh itu dosa" "Tuhan itu ada" "Yang mati syahid masuk surga" adalah bukan kalimat bermakna oleh sebab mustahil melakukan cek dan ricek atasnya. Karl Popper menyerang kelompok ini dengan sebuah paradoks, apakah kalimat "Kalimat yang bermakna adalah yang bisa diverifikasi" itu bisa diverifikasi?
  • Dalam bidang etika, Jean Paul Sartre (1905-1980) adalah contoh yang menarik. Tesisnya adalah, "Manusia itu terlahir bebas, keputusan yang ia ambil adalah bebas, dan maka itu tidak ada etika apapun yang terkait dengannya." Namun Sartre tidak berhenti sampai di sini, "Tapi yang terpenting adalah, keputusan apapun yang ia ambil, ia bertanggungjawab secara penuh terhadap keputusannya." Artinya Sartre sekaligus menegaskan bahwa manusia juga terkena suatu etika, yaitu "yang baik adalah yang bertanggungjawab atas keputusannya".
Problem bahasa ini sudah dipikirkan oleh beberapa filsuf. Misalnya, Ludwig Wittgenstein (1889 - 1951) mengemukakan suatu pernyataan menarik, "Mata bisa melihat dunia, tapi ia tidak bisa melihat dirinya sendiri. Kamera bisa memotret dunia, tapi ia tidak bisa memotret dirinya sendiri. Peta bisa menggambarkan dunia, tapi ia tidak bisa menggambarkan dirinya sendiri. Bahasa bisa menjelaskan dunia, tapi ia tidak bisa menjelaskan dirinya sendiri." Friedrich Nietzsche (1844 - 1900) secara implisit menjelaskan dalam bukunya, Thus Spoke Zarathustra, bahwa "Manusia terpenjara bahasa, sehingga sulit berkomunikasi dengan sesama." Katanya, lebih lanjut, "Kebenaran tidak lain daripada sekumpulan metafor." Jacques Derrida (1930 - 2004) juga secara gamblang menyatakan bahwa filsafat Barat tidak lebih dari sekumpulan karya sastra.

Mari tinggalkan dulu filsafat Barat yang tengah bergelut dengan bahasa. Sekarang alihkan perhatian kita ke Timur, ke suatu aliran bernama Buddhisme Zen. Simak bagaimana cara mereka mengemukakan konsepnya, ini adalah yang paling terkenal, "Dua tangan ditepukkan dan terjadilah bunyi. Pertanyaannya, bunyi apa yang keluar dari satu tangan?" Atau ada dialog seperti ini (yang saya ambil dari buku Filsafat Timur-nya Bagus Takwin):

"Anda duduk di sini dengan diam bagaikan sebuah batu. Apakah yang anda pikirkan?"
"Saya sedang memikirkan tidak berpikir."
"Bagaimana caranya?"
"Dengan tidak berpikir."

Silakan coba googling dan ketik koan untuk mengetahui lebih banyak contoh-contoh paradoks seperti di atas. Artinya, Buddhisme Zen seperti memahami bahwa ada paradoks dalam bahasa, dan mereka memilih untuk membenturkannya ketimbang membiarkan berada dalam labirin. Sekilas kita akan sulit memahami ucapan-ucapan koan, namun ini sebenarnya juga sama sulitnya dengan kita memahami filsafat Barat, terutama saat mereka-mereka menemui paradoksnya.

Akhirul kata, saya mengartikan bahwa bahasa terang saja bermanfaat, kita semua tahu dan bersyukur. Tuhan pun seolah mengerti manfaat ini sehingga dia menurunkan kitab suci. Namun saya juga mengartikan bahwa bahasa mengandung problem, ia mungkin saja mencoba memahami realita, mengotakkan dan menyederhanakan agar mudah dianalisis, tapi barangkali kita setuju bahwa realita itu sendiri berada di luar bahasa. Pada tingkat ontologis yang lebih jauh, perlu juga suatu kesadaraan, dalam keterbatasan bahasa, bahwa wahyu-wahyu Tuhan tidak mungkin miskin dari realita. Tidak mungkin Tuhan memerangkapkan diri dalam labirin bahasa yang ia tahu bahwa itu mengandung problematika. Ada baiknya menengok kebenaran di luar bahasa setelah kita paham betul keterbatasannya, atau kata Nietzsche:

There is more wisdom in your body than in your deepest philosophy.



Comments

Popular posts from this blog

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...