Pada tanggal 21 Agustus 2024, seorang perempuan, mantan mahasiswi, menjangkau saya via DM Instagram untuk mengucapkan simpati atas hal yang menimpa saya. Singkat cerita, kami berbincang di Whatsapp dan janjian untuk berjumpa tanggal 6 September 2024 di Jalan Braga. Tidak ada hal yang istimewa. Dia sudah punya pacar dan juga memiliki mungkin belasan teman kencan hasil bermain dating apps . NK baru saja bercerai dengan membawa satu anak lelaki. Dia adalah mahasiswi yang saya ajar pada sekitar tahun 2016 di sebuah kampus swasta. Dulu saya tidak punya perhatian khusus pada NK karena ya saya anggap seperti mahasiswa yang lainnya saja. Namun belakangan memang dia tampak lebih bersinar karena perawatan diri yang sepertinya intensif. Selain itu, bubarnya pernikahan selama sebelas tahun membuatnya lebih bebas dan bahagia. Sejak pertemuan di Jalan Braga itu, saya tertarik pada NK. Tentu saja NK tidak tertarik pada saya, yang di bulan-bulan itu masih tampak berantakan dan tak stabil (fisik, ...
Jika kamu terjebak dalam situasi seperti ini, apa yang kamu lakukan?
Saya tahu istilah mexican standoff dari film-film Quentin Tarantino. Ia sering sekali, atau bisa dibilang selalu, menyelipkan adegan seperti ini di karyanya. Mexican standoff adalah posisi sama kuat yang mana kedua pihak mengalami keadaan yang sama-sama berbahaya, sama-sama terjepit, dan mesti ada kompromi yang serius agar keduanya bisa selamat. Istilah ini biasa dipakai dalam film koboi ketika dua atau lebih gunman sedang saling todong senjata. Namun situasi mexican standoff bisa kita temui dalam berbagai problem etis.
Ada dua hal yang bisa dilakukan dalam situasi seperti ini:
1. Mundur. Kedua-duanya tidak menembak meskipun ini butuh persetujuan dari keduanya. Biasanya ini dilakukan setelah diplomasi lewat dialog.
2. Pre-emptive strike atau menembak duluan. Ini adalah inisiatif dari masing-masingnya untuk menembak sebelum ditembak. Sesuatu yang pasti menimbulkan korban.
Sehubungan dengan dialog saya dengan kawan bernama Diecky Rabu lalu, ada kegentingan etis yang baru ketika ada yang membisikkan pada masing-masingnya seperti ini: "Pelurumu asli, sedang lawanmu palsu." Kalau itu terjadi, apa yang kamu lakukan? Saya menjawab langsung tembak, Diecky menjawab, "Kalau saya justru nggak, karena saya tahu lawan saya tak berdaya." Lantas jika dibisikkan sebaliknya? Yaitu: "Pelurumu palsu, lawanmu asli." Kami berdua setuju, bahwa tak ada gunanya berdiplomasi, menyerah dan kabur saja tunggang langgang.
Mexican standoff adalah situasi harian kita. Selalu ada kegentingan antara maju menerkam duluan untuk ambil kesempatan, atau mundur bersama-sama agar situasi aman. Keduanya punya peluang berhasil yang mirip-mirip, hanya yang menentukan adalah "bisikan" tentang apakah pelurumu dan peluru lawanmu itu asli atau palsu. Kata Mas Rudi, teman diskusi lainnya, jaman Soeharto adalah jaman dimana rakyat rajin dibisikkan sugesti bahwa pelurunya palsu sedangkan pemerintah punya peluru asli. Sedangkan kekuasaan selalu demikian, selalu punya kepercayaan bahwa rakyat memegang peluru palsu sedangkan dirinyalah yang berkemampuan membunuh.
Ini sebabnya mengapa kekuasaan selalu asyik untuk dipertahankan. Selalu asyik untuk mengingat betapa para budak tidak punya daya untuk melukai sang tiran. Demokrasi, sebagaimanapun disebut sebagai pemerintahan rakyat, tapi rakyat selalu disugestikan sebagai pemilik peluru palsu.
Namun, tanpa memperhitungkan aspek bisikan, saya akan agak gender sentris soal ini. Bahwa mexican standoff hanya bisa tanpa korban jika ada janji, kepercayaan, dan gentleman agreement. Tak bisa ada salah satu yang melanggar karena segalanya bisa kacau. Oh, saya jadi ingat hari pernikahan saya yang sebentar lagi. Saya akan duduk bersimpuh untuk saling menodongkan pistol dengan ayah calon. Kami berdua mundur teratur oleh sebuah kesepakatan antara dua pria, "Jika satu melanggar, maka moncong ini akan menyalak tanpa bisa dihindari."
Ada dua hal yang bisa dilakukan dalam situasi seperti ini:
1. Mundur. Kedua-duanya tidak menembak meskipun ini butuh persetujuan dari keduanya. Biasanya ini dilakukan setelah diplomasi lewat dialog.
2. Pre-emptive strike atau menembak duluan. Ini adalah inisiatif dari masing-masingnya untuk menembak sebelum ditembak. Sesuatu yang pasti menimbulkan korban.
Sehubungan dengan dialog saya dengan kawan bernama Diecky Rabu lalu, ada kegentingan etis yang baru ketika ada yang membisikkan pada masing-masingnya seperti ini: "Pelurumu asli, sedang lawanmu palsu." Kalau itu terjadi, apa yang kamu lakukan? Saya menjawab langsung tembak, Diecky menjawab, "Kalau saya justru nggak, karena saya tahu lawan saya tak berdaya." Lantas jika dibisikkan sebaliknya? Yaitu: "Pelurumu palsu, lawanmu asli." Kami berdua setuju, bahwa tak ada gunanya berdiplomasi, menyerah dan kabur saja tunggang langgang.
Mexican standoff adalah situasi harian kita. Selalu ada kegentingan antara maju menerkam duluan untuk ambil kesempatan, atau mundur bersama-sama agar situasi aman. Keduanya punya peluang berhasil yang mirip-mirip, hanya yang menentukan adalah "bisikan" tentang apakah pelurumu dan peluru lawanmu itu asli atau palsu. Kata Mas Rudi, teman diskusi lainnya, jaman Soeharto adalah jaman dimana rakyat rajin dibisikkan sugesti bahwa pelurunya palsu sedangkan pemerintah punya peluru asli. Sedangkan kekuasaan selalu demikian, selalu punya kepercayaan bahwa rakyat memegang peluru palsu sedangkan dirinyalah yang berkemampuan membunuh.
Ini sebabnya mengapa kekuasaan selalu asyik untuk dipertahankan. Selalu asyik untuk mengingat betapa para budak tidak punya daya untuk melukai sang tiran. Demokrasi, sebagaimanapun disebut sebagai pemerintahan rakyat, tapi rakyat selalu disugestikan sebagai pemilik peluru palsu.
Namun, tanpa memperhitungkan aspek bisikan, saya akan agak gender sentris soal ini. Bahwa mexican standoff hanya bisa tanpa korban jika ada janji, kepercayaan, dan gentleman agreement. Tak bisa ada salah satu yang melanggar karena segalanya bisa kacau. Oh, saya jadi ingat hari pernikahan saya yang sebentar lagi. Saya akan duduk bersimpuh untuk saling menodongkan pistol dengan ayah calon. Kami berdua mundur teratur oleh sebuah kesepakatan antara dua pria, "Jika satu melanggar, maka moncong ini akan menyalak tanpa bisa dihindari."
Comments
Post a Comment