Suatu ketika saya menolak Adorno, karena idenya tentang emansipasi lewat musik Schoenberg itu terlalu elitis. Siapa bisa paham Schoenberg, kecuali telinga-telinga yang terlatih dan pikiran-pikiran yang telah dijejali teori musik? Bagaimana mungkin teknik dua belas nada yang tak punya "jalan pulang" tersebut dapat membebaskan kelas pekerja dari alienasi? Namun setelah ngobrol-ngobrol dengan Ucok (Homicide/ Grimloc) awal April kemarin, tiba-tiba saya terpantik hal yang justru berkebalikan. Kata Ucok, memang seni itu mestilah "elitis". Lah, apa maksudnya? Lama-lama aku paham, dan malah setuju dengan Adorno. Pembebasan bukanlah sebentuk ajakan atau himbauan, dari orang yang "terbebaskan" terhadap orang yang "belum terbebaskan" (itulah yang kupahami sebelumnya). Pembebasan bukanlah sebentuk pesan, seperti misalnya musik balada yang menyerukan ajakan untuk demo, meniupkan kesadaran tentang adanya eksploitasi, atau dorongan untuk mengguncang oligarki.
Bagaimana menerjemahkan hospitality ? Keramahan mungkin bisa, meski tidak persis menggambarkannya, tapi kita anggap saja kata "keramahan" yang dimaksud dalam tulisan ini, merupakan terjemahan dari hospitality . Filsuf Prancis, Jacques Derrida, pernah menulis gagasannya tentang keramahan dalam buku berjudul Of Hospitality yang isinya terdiri dari dua tulisan yang diambil dari kuliahnya, yang satu berjudul Foreigner Question dan lainnya bertajuk Step of Hospitality/ No Hospitality . Dalam tulisannya tersebut, Derrida berangkat dari pernyataan Kant tentang " universal hospitality " yang diartikan sebagai: “(…) the right of a stranger not to be treated as an enemy when he arrives in the land of another. One may refuse to receive him when this can be done without causing his destruction; but, so long as he peacefully occupies his place. one may not treat him with hostility .” Derrida mengritik pandangan Kant dalam Perpetual Peace tersebut sebagai "keramahan bersy