Skip to main content

Tentang Perempuan Bernama NK

Pada tanggal 21 Agustus 2024, seorang perempuan, mantan mahasiswi, menjangkau saya via DM Instagram untuk mengucapkan simpati atas hal yang menimpa saya. Singkat cerita, kami berbincang di Whatsapp dan janjian untuk berjumpa tanggal 6 September 2024 di Jalan Braga. Tidak ada hal yang istimewa. Dia sudah punya pacar dan juga memiliki mungkin belasan teman kencan hasil bermain dating apps .  NK baru saja bercerai dengan membawa satu anak lelaki. Dia adalah mahasiswi yang saya ajar pada sekitar tahun 2016 di sebuah kampus swasta. Dulu saya tidak punya perhatian khusus pada NK karena ya saya anggap seperti mahasiswa yang lainnya saja. Namun belakangan memang dia tampak lebih bersinar karena perawatan diri yang sepertinya intensif. Selain itu, bubarnya pernikahan selama sebelas tahun membuatnya lebih bebas dan bahagia. Sejak pertemuan di Jalan Braga itu, saya tertarik pada NK. Tentu saja NK tidak tertarik pada saya, yang di bulan-bulan itu masih tampak berantakan dan tak stabil (fisik, ...

Intuitive Philosopher


“There is more wisdom in your body than in your deepest philosophy.” (Nietzsche)

Pernahkah kita, yang berpendidikan tinggi, menuduh secara tak berdasar bahwa tukang becak tidak punya pengetahuan sedikitpun tentang filsafat Kant? Pernahkah kita, anak muda penuh gelora yang segala wawasan adalah bagai anggur kebenaran, menuduh ibu kita tak punya pemahaman tentang filsafat Sartre, apalagi Hegel? Pernahkah kita, melihat tukang martabak manis dan menganggap konyol bahwa dia punya secuil pengetahuan tentang filsafat Plato? Bahkan kalau ia ditanya tentang Plato, mungkin akan bertanya balik: keju merk baru ya?

Saya pernah, dan barangkali masih, menganggap ibu saya terutama, tidak punya pengetahuan apapun tentang filsafat. Beliau berpikiran common, hanya ingin anaknya soleh, berhasil, selamat, sukses, dan berbakti. Tidak ada mungkin suatu pikiran bahwa anaknya harus jadi seorang yang misalnya: Mengguncang urat nadi metafisika Jerman. Setiap saya tidak setuju dengan ibu, saya kerap mendebat dan saya selalu memenangkannya oleh sebab perpustakaan logika saya lebih unggul.

Namun pada perkembangannya, saya merenungkan banyak hal soal pengetahuan filsafat setiap orang. Apakah betul dengan apa yang digembar-gemborkan oleh Barat, bahwa citra filsuf adalah yang misalnya, berpikir kritis, sistematis, radikal, lantas sanggup berpikir ontologis, epistemologis, dan aksiologis? Saya punya orang yang bekerja di rumah, namanya Yampan. Perawakannya jauh dari stereotip akademisi ataupun filsuf. Tapi gerak geriknya sungguh mengagumkan. Sederhana saja saya menilai ini, bahwa kenyataan ia tidak pernah mengeluh, tidak pernah ingin terlihat pintar, dan selalu berbuat hal manis semisal menelpon istrinya di rumah hanya untuk mendengarkan anak bayinya menangis. Pertanyaan saya agak tragis:
  • Apakah dengan ia tidak pernah membicarakan Kant dan kawan-kawan, lantas ia bukan filsuf?
  • Bukankah filsuf itu memikirkan sesuatu tentang kehidupan agar kehidupan ini menerima manfaat darinya?
  • Lantas jika seseorang sudah memberikan suatu manfaat bagi kehidupan tanpa memikirkannya, ia bukan filsuf?
Inilah barangkali yang dimaksud Nietzsche dalam kalimat pembuka di atas. Bahwa tubuh mendahului pemikiran. Bahwa filsafat kita yang terdalam belum memberikan kebijaksanaan apa-apa tanpa suatu perbuatan yang aplikatif dari tubuh kita. Seperti kritik yang pernah bapak ajukan pada saya: "Kamu membahas filsafat Timur dengan tetek bengek kosmologinya, tapi setiap keluar kamar tidak pernah mematikan lampu." Ini adalah suatu tamparan keras, yang barangkali harus juga dialami oleh Descartes dan antek-anteknya yang begitu gigih memisahkan filsafat dari keseharian.

Maka itu saya mengakui bahwa ibu barangkali tidak punya pengetahuan tentang runutan sejarah filsafat Barat, tapi beliau tidak perlu itu untuk bertindak bijaksana, bertindak sesuai dengan definisi filsafat itu sendiri: cinta kebijaksanaan. Bahwa anak yang soleh dan berbakti, adalah tampak seperti sebuah tujuan sederhana, namun itulah sesungguhnya buah dari keluhuran budi dan kejernihan batin yang tidak sedikitpun datang melalui pikiran yang bertele-tele. Ibu adalah intuitive philosopher.

Jika kita menganggap bahwa filsafat hanya sebatas kegiatan olah nalar yang terpisah, maka bisa jadi tiada satupun kebijaksanaan yang bisa kita ambil dari tukang becak, tukang martabak, atau Yampan sekalipun. Filsafat menjadi suatu wilayah yang asing dari kehidupan manusia dan hanya berisikan pernyataan kosong seperti "dualisme Cartesian", "benda dalam dirinya sendiri", atau "dunia yang dilipat".

Saya menerawang ke masa-masa kehidupan pernikahan saya nantinya. Ketika saya sibuk memikirkan apa yang seharusnya dilakukan umat manusia, istri saya dengan tenangnya mengingatkan, "Jangan lupa kembalikan pulpen ke tempatnya lagi."


Comments

Popular posts from this blog

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...