Skip to main content

Posts

Showing posts from December, 2021

Pembebasan

Suatu ketika saya menolak Adorno, karena idenya tentang emansipasi lewat musik Schoenberg itu terlalu elitis. Siapa bisa paham Schoenberg, kecuali telinga-telinga yang terlatih dan pikiran-pikiran yang telah dijejali teori musik? Bagaimana mungkin teknik dua belas nada yang tak punya "jalan pulang" tersebut dapat membebaskan kelas pekerja dari alienasi? Namun setelah ngobrol-ngobrol dengan Ucok (Homicide/ Grimloc) awal April kemarin, tiba-tiba saya terpantik hal yang justru berkebalikan. Kata Ucok, memang seni itu mestilah "elitis". Lah, apa maksudnya?  Lama-lama aku paham, dan malah setuju dengan Adorno. Pembebasan bukanlah sebentuk ajakan atau himbauan, dari orang yang "terbebaskan" terhadap orang yang "belum terbebaskan" (itulah yang kupahami sebelumnya). Pembebasan bukanlah sebentuk pesan, seperti misalnya musik balada yang menyerukan ajakan untuk demo, meniupkan kesadaran tentang adanya eksploitasi, atau dorongan untuk mengguncang oligarki.

Dan Bandung ...

Awal bulan Desember 2021, saya mendapat kabar bahwa istri mesti bekerja di Jakarta, daerah Kelapa Gading. Berita yang mengejutkan, karena wawancara kerjanya sendiri dilakukan di Bandung dan kami mengira akan ditempatkan di Bandung (jika lolos). Ternyata, istri mesti menjalani pelatihan di Jakarta selama tiga bulan dan jika berhasil melewatinya, minimal mesti setahun bekerja di Jakarta, sebelum (mungkin) dipindahkan ke Bandung. Memang, ini "cuma" Jakarta, yang jaraknya hanya sekitar 120 kilometer dari Bandung, yang jika tidak macet, bisa dicapai dalam waktu dua setengah jam saja. Namun bagi saya, yang seumur hidup tidak pernah tinggal lama di luar kota, kepindahan ini agak mengagetkan dan pada titik tertentu, menimbulkan kegalauan yang lumayan.  Saya bahkan tidak berpikiran sama sekali untuk pergi dari Bandung. Atau, kalaupun pergi, tidak untuk tinggal, melainkan hanya sebentar-sebentar saja berkunjung ke tempat lain, dan Bandung tetaplah rumah, tempat pulang. Namun di sisi la

Mengunjungi Hidup Derrida

Sekitar awal menuju pertengahan tahun 2021, saya dikontak oleh seorang kawan, praktisi sekaligus pemikir Buddhisme, Stanley Khu, dan diminta untuk menerjemahkan buku biografi Jacques Derrida. Tentu saja saya menyambut baik tawaran ini, terutama setelah selesai menerjemahkan Logika Sensasi -nya Gilles Deleuze, yang membuat saya agak ketagihan bergelut dengan alam pemikiran filsuf Prancis. Proses penerjemahan Deleuze sangat rumit, butuh dua tahun untuk menyelesaikannya dan sangat dibantu oleh editor yang juga kurator seni rupa, Dwihandono Ahmad, yang menolong saya untuk memahami istilah-istilah dalam seni lukis (termasuk memperbaiki hasil terjemahan yang berantakan). Oh ya, Logika Sensasi kemungkinan baru akan terbit bulan Maret atau April 2022.  Meski lebih ringan ketimbang tulisan Deleuze, buku Derrida: A Biography (2012) yang ditulis oleh Benoit Peeters tetaplah menantang. Terdiri dari sekitar 600-an halaman, buku ini dibagi ke dalam tiga bagian yaitu Jackie , Derrida dan Jacques De

Rocco, Antara Eros dan Agape

Di suatu malam, saat sedang memilih-milih film apa yang akan ditonton di Netflix, tiba-tiba saya tertarik pada film dokumenter berjudul Rocco (2016). Tentu saja saya tidak pura-pura tidak tahu tentang tokoh yang diceritakan dalam film tersebut. Rocco Siffredi adalah bintang film porno asal Italia yang aktif sejak tahun 1987 dan tampil pada sekitar 1300 film. Apakah saya menonton film-filmnya? Jelas, apalagi salah satu yang paling fenomenal dan sudah saya ketahui sejak SMA: Tarzan X .  Film dokumenter yang disutradarai oleh Thierry Demaizière dan Alban Teurlai tersebut bercerita tentang perjalanan Rocco di industri film porno. Rocco sebenarnya sempat mengumumkan pengunduran dirinya tahun 2004, tetapi ia kembali lagi tahun 2009, hingga akhirnya memutuskan untuk berhenti permanen dari bermain film porno pada tahun 2015, di usia sekitar 51 tahun. Dalam film Rocco , meski terdapat beberapa adegan film porno yang dikaburkan, fokusnya lebih ditujukan pada pergulatan batin Rocco, yang bertega

Kata Carolyn Korsmeyer tentang Estetika

Berkat Mbak Ikhaputri Widiantini, dosen filsafat Universitas Indonesia, saya jadi mengenal pemikir bernama Carolyn Korsmeyer yang bagi saya, menawarkan sudut pandang yang berbeda tentang estetika. Keterlibatan saya dengan gagasan Korsmeyer dipicu oleh undangan dari forum LogosFest untuk mempresentasikan topik tentang keadilan dan kesetaraan gender dalam seni - topik yang sebelum-sebelumnya kurang akrab bagi saya, tetapi kemudian digeluti juga seiring waktu, terutama dalam setahun belakangan. Pandangannya tentang estetika dituangkan Korsmeyer dalam buku yang berjudul Gender and Aesthetics: an introduction (2004). Sejumlah poin yang dirasa menarik akan dituangkan dalam tulisan ini. Korsmeyer menjabarkan terlebih dahulu definisi keindahan yang ditarik dari abad ke-18, terutama mengacu pada pandangan Edmund Burke (1727 - 1797) dan Immanuel Kant (1724 - 1804). Burke mengatakan bahwa keindahan suatu objek ditarik dari ekstrapolasi tubuh perempuan, terutama dari bagian dada dan leher (2004:

Hacksaw Ridge dan Kosmopolitanisme

Hampir di waktu bersamaan saat saya menonton Hacksaw Ridge (2016) di Netflix, saya juga tengah menyiapkan materi presentasi tentang kosmopolitanisme-nya Kwame Anthony Appiah untuk Kelas Isolasi. Sekilas, kedua hal ini tidak berkaitan sama sekali - Hacksaw Ridge bercerita tentang prajurit Kristen yang taat bernama Desmond Doss, sementara kosmopolitanisme adalah gagasan hidup bersama dalam dunia yang penuh perbedaan. Namun ternyata, melalui Hacksaw Ridge , saya bisa dengan cepat memahami gagasan Appiah dalam teksnya yang berjudul Ethics in a World of Strangers (2006).  Hacksaw Ridge berkisah tentang prajurit yang ingin terjun di medan Perang Dunia II bersama Amerika, tetapi karena dogma Kristen-nya, Doss enggan memegang senjata dan membunuh siapapun. Ia hanya ingin menjadi medis di medan pertempuran. Niatnya ini menjadi bahan celaan teman-teman dan juga komandannya. Mereka menganggap Doss mengada-ada: mana mungkin tidak membunuh di medan perang? Setelah melalui serangkaian prosedur y