Ilustrasi dihasilkan oleh AI Ada macam-macam pengandaian untuk manusia tertentu yang dianggap tak-lagi-seperti-manusia. Dalam sebuah pertarungan UFC (contoh ini dipilih karena saya sering menontonnya di Youtube), misalnya, seorang petarung yang begitu ganas dalam melancarkan pukulan dan bantingan bisa diibaratkan oleh komentator "seperti hewan". Mungkin karena petarung tersebut begitu "kehilangan akal", memanfaatkan hanya nalurinya untuk menerkam, memanfaatkan seluruh tubuhnya untuk menghabisi mangsa. Ada juga perandaian lain yang non-manusia, yaitu mesin. Menyebut manusia sebagai mesin sama-sama memperlihatkan "kehilangan akal", tetapi lebih menunjuk pada suatu gerakan otomat, kadang repetitif, yang kelihatannya bisa dilakukan berulang-ulang tanpa mengenal rasa lelah. Mungkin bisa dibayangkan pada Cristiano Ronaldo muda yang larinya begitu kencang atau petinju yang bisa menghujamkan pukulan terus menerus seolah-olah dia diprogram demikian. Tubuh adalah ...
Tadinya saya percaya bahwa gagasan tertentu adalah seperti apa kata Kant: mutlak, tidak bisa ditawar-tawar. Bagi Kant, kebaikan adalah kebaikan: tidak peduli apakah kebaikan tersebut akan berkonsekuensi baik atau jelek bagi yang melakukannya, seseorang tetap harus berbuat baik. Itu sebabnya, Kant menolak istilah "berbohong demi kebaikan". Berbohong adalah selalu perbuatan jahat, atas alasan apapun. Pada pokoknya, Kant berusaha meletakkan moral sebagai jangkar, tanpa terikat pada konsekuensi, tujuan, atau kepentingannya. Bagi Kant, jika moral bisa berubah-ubah tergantung hasilnya, lantas untuk apa ada moral? Namun makin kemari, pikiran dan pengalaman saya menunjukkan bahwa sebuah gagasan tidak pernah bisa berdiri sendiri dan bersifat mutlak sebagaimana dibayangkan oleh Kant. Misalnya jika seseorang mengatakan: "Berbuatlah kebaikan", maka saya punya pertanyaan lanjutan, baik terhadap apa? Baik dalam konteks apa? Baik menurut argumen siapa? Saya akan berhati-hati untu...