Skip to main content

Posts

Showing posts from May, 2023

Tentang Kaum Intelektual dalam Pandangan Gramsci

  (Artikel diturunkan dari Bandung Bergerak) Nama Antonio Gramsci bukanlah nama yang terlalu asing dalam dunia pemikiran di Indonesia. Pandangannya tentang hegemoni kultural banyak digunakan untuk membaca beraneka pengaruh budaya yang ditanamkan oleh kelas yang lebih berkuasa ( ruling class ) sehingga diterima seolah-olah sebagai norma umum atau bahkan sesuatu yang “kodrati”.  Gramsci menulis sekitar tiga ribu halaman dalam kumpulan esai yang dijuduli Quaderni del carcere atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Prison Notebooks . Gramsci memang menulis dari balik jeruji penjara. Sejak bulan November 1926 hingga meninggalnya tahun 1937, Gramsci berstatus sebagai tahanan politik akibat dikenal keras mengritik rezim fasisme Musollini. Gramsci, yang lahir tahun 1891 di Sardinia, Itali, meninggal dalam usia 46 tahun di Roma akibat kesehatannya yang terus merosot sejak ditahan.  Dalam The Prison Notebooks tersebut, ada sejumlah problem yang dituliskan oleh Gramsci, salah sat

Terlalu Berduka Sehingga Sukar untuk Menuliskannya

Sebulan lalu, Papap wafat. Hanya tepat beberapa jam setelah saya menuliskan tulisan berjudul Selisih . Entah pertanda atau bukan, tapi saya menuliskan Selisih dalam keadaan galau, seperti membayangkan kematian dan imajinasi historis yang timbul daripadanya. Peran Papap bagi saya terlalu mendalam, sehingga menuliskan hal-hal seperti ini sangat saya hindari supaya tidak terlampau baper, membuat hari-hari menjadi gloomy . Namun rasanya perlu dituliskan juga, supaya berjarak, supaya renungan-renungan tentang Papap menjadi teks, menjadi suatu monumen yang bisa saya baca lagi, orang lain juga baca, dan menjadi perasaan yang mungkin relate bagi lebih banyak orang.  Supaya tidak terlalu sedih, untuk sementara ini saya hanya akan menuliskan bagian pengalaman saya bersama Papap saat awal-awal belajar filsafat. Waktu itu sekitar tahun 2006 atau 2007, saya mulai rajin mengikuti kelas Extension Course Filsafat UNPAR yang sering diisi oleh Prof. Bambang Sugiharto. Setiap pulang dari sesi kelas yang

Struktur - Kritik

Bersikap kritis tentu ada mudahnya. Kadang tinggal bersuara, mencari celah pada sisi mana suatu hal dianggap kurang memuaskan atau kurang adil, lalu serang terus menerus celah tersebut. Namun seringkali mengritik tidak hanya sekadar melakukan usaha pembongkaran, tetapi juga memahami dampak-dampak dari upaya tersebut. Dampak idealnya tentu respons berupa tindakan keadilan, entah itu muncul sebagai inisiatif dari pihak yang dikritik, atau bisa juga sebagai konsekuensi dari tekanan lebih banyak pihak yang teremansipasikan (oleh kritik tersebut). Sebagai contoh, jika saya mengritik pembangunan Starbucks karena dianggap akan menimbulkan kemacetan, maka bisa jadi pihak Starbucks tidak akan meneruskan pembangunan karena sadar bahwa memang keberadaannya akan menimbulkan kemacetan atau lewat jalur lain: kritik saya membangkitkan kesadaran dari lebih banyak orang sehingga banyak orang kemudian ikut berdemo menentang pembangunan Starbucks. Starbucks akhirnya mengurungkan pembangunan bukan karena

Nulis dan Kafe

Entah ini untuk keberapa kali saya menulis tentang kafe di blog. Yang pasti bukan pertama kalinya. Makin kemari saya merasa ada fetish tersendiri terhadap kafe. Melihat ada kafe yang menarik dari luar, langsung saya sempatkan mampir untuk sekadar memesan segelas kopi dan menulis sesuatu barang sejenak. Kafe seperti apa persisnya yang saya sukai, makin kemari makin random . Pernah saya begitu suka dengan kafe-kafe kekinian yang serba cozy, pernah juga saya suka kafe-kafe dengan gaya Pecinan semacam Kopi Purnama jika di Bandung atau pernah saya begitu menggilai nongkrong di Dunkin' Donuts.  Pada dasarnya saya bukan penikmat kopi. Saya bahkan tidak tahu beda antara Cappuccino dan Caffè latte. Saya pesan kopi ya pesan kopi. Hal yang saya sukai dari nongkrong lebih pada suasana dan "ritual"-nya. Menulis, ngopi, sambil merokok di kafe adalah bayangan saya bertahun-tahun silam jika kelak menjadi penulis.  Kalaupun ada hal yang dinamakan bahan pertimbangan dalam memilih kafe, say

Mengkreasi - Dikreasi

Pendapat bahwa yang membuat sesuatu adalah sekaligus pengendalinya adalah hal yang bagi saya sudah usang. Pembuat memang serba mengetahui seluk beluk tentang apa yang dibuatnya hingga sampai tahap menjadinya, tetapi ia bisa jadi tidak mampu mengantisipasi apa-apa yang terjadi sesudahnya atau katakanlah, pada tahap pasca-eksistensinya.  Bersama teman-teman pada sekitar tahun 2004, kami pernah menginisiasi komunitas musik klasik bernama KlabKlassik. Iya kami membuat rencana tentang mesti seperti apa KlabKlassik ke depannya, tetapi hal yang lebih sering terjadi adalah sebaliknya: rencana kami disetir oleh "makhluk" yang kami ciptakan sendiri. KlabKlassik mungkin pernah berkembang dalam arti tertentu, tetapi hal yang kerap terjadi adalah kami yang dibuat berkembang oleh KlabKlassik. Kami belajar dari apa yang kami inisiasi sendiri.  Belakangan hal yang sama terjadi saat kami membentuk Kelas Isolasi pada tahun 2020. Saya tidak tahu akan seperti apa Kelas Isolasi ke depannya dan wa