Skip to main content

Psychologismus-Streit dan Asal-Usul Perpecahan Aliran Kontinental dan Analitik dalam Filsafat

  Di akhir abad ke-19, diawali dari usaha pemisahan psikologi dari filsafat, muncul istilah Psychologismus-Streit atau "perselisihan psikologisme". Apa itu psikologisme? Psikologisme adalah pandangan bahwa segala konsep/ gagasan dalam filsafat (batasan pengetahuan, sistem logika, dan lain-lain) dapat ditarik penjelasannya pada pengalaman mental atau proses psikologis (Vrahimis, 2013: 9). Posisi psikologi yang kian mantap dengan penelitian empiriknya membuat filsafat mesti mendefinisikan kembali tugas dan posisinya: jika segala problem filsafat bisa direduksi pada aspek mental, masih adakah sesuatu yang disebut sebagai filsafat "murni"?  Menariknya, perselisihan ini tidak hanya di ranah perdebatan intelektual, tapi juga terbawa-bawa hingga ke ranah politik. Pada tahun 1913, 107 filsuf, beberapa diantaranya adalah Edmund Husserl, Paul Natorp, Heinrich Rickert, Wilhelm Windelband, Alois Riehl, dan Rudolf Eucken menandatangani petisi yang menuntut menteri kebudayaan Jer

Surat Cinta dari Korea (7)

Cintaku,

Tahun 1998 aku pernah punya impian. Aku akan menabung empat tahun lamanya, agar pada tahun 2002 aku bisa pergi ke Jepang dan Korea menyaksikan Piala Dunia. Tapi impian tinggal impian, cita-cita tak terlaksana dan aku hanya menyaksikan dari televisi di Indonesia. Namun bukanlah suatu dosa jika apa yang kuimpikan baru terwujud sembilan tahun kemudian. Tadi sore, aku melaporkan dengan bangga kepadamu bahwa aku telah berhasil menginjak stadion yang aku idam-idamkan. Namanya: Seoul World Cup Stadium!

Bersama Rony, kawanku yang hangat, kami mengitari stadion bersejarah itu. Tahukah kamu, sayang, bahwa Piala Dunia hanya diselenggarakan di dua benua yaitu Amerika dan Eropa, sampai tiba saatnya 2002 bahwa untuk pertama kalinya Asia yang dipercaya. Jepang dan Korea bisa dibilang sangat sukses dalam menyelenggarakannya. Hal tersebut juga diikuti oleh kesuksesan kedua tim tersebut, meskipun Korea jauh lebih melaju dengan posisi akhir juara empat. Dengan pelatih kawakan bernama Guus Hiddink asal Belanda, Korea yang berjuluk Taeguk Warriors, sukses menebas Polandia, Portugal, Italia bahkan Spanyol!

Fasilitas stadion itu sangatlah bagus. Kita pernah sama-sama ke Gelora Bung Karno dan ini tentu saja jauh di atasnya. Di lantai bawah ada museum yang memuat berbagai cerita tentang sepakbola dan khususnya Piala Dunia. Ada juga kisah perjalanan timnas Korea dari masa ke masa. Sebetulnya hari itu seyogianya ada pertandingan yang akan digelar, yaitu partai antara FC Seoul dan FC Busan. Tapi kami urung masuk akibat harga tiketnya yang agak-agak mahal (14.000 won). Apapun itu, menginjakkan kaki di stadion tersebut betul-betul menggetarkan perasaan. Membuat aku mau memberitahumu suatu kalimat yang umum tapi aku semakin menyadari kebenarannya, yaitu "Jangan pernah berhenti bermimpi."


Setelah itu, aku dan Rony kembali ke kostnya dan bertemu beberapa orang yang sangat menyenangkan. Mereka adalah Didi dari Semarang, Omar dari Meksiko, Ghuya dari Indonesia (Pacitan), Qi San dari Cina, dan seorang lagi dari Cina yang aku tak tahu bagaimana menuliskannya karena aku tak bisa menangkap omongan ia ketika memperkenalkan diri. Kami semua, kecuali Omar yang berubah pikiran di tengah jalan, menaiki tangga yang amat banyak untuk mencapai satu misi suci yang kuniatkan dari awal: N Seoul Tower. Di sana, aku tak mau apa-apa kecuali mengaitkan gembok cinta kita.

Mitos? Takhayul? Memang iya, memang konyol dan tak punya dasar. Dari ribuan gembok yang terkait di sana, memangnya kita bisa pastikan semua hubungannya langgeng? Tapi apa yang kulakukan sebetulnya tiada punya hubungan dengan kepercayaan bahwa hubungan ini akan langgeng selama gembok masih terkunci rapat di sana. Tapi suatu hari ketika badai tengah mengolengkan bahtera cinta kita, ingatlah pada suatu malam berangin yang pernah membuat hati kita sedemikian berbunga-bunga karenanya. Yaitu hari ketika aku mengaitkan sebuah gembok yang kuat bertuliskan kata-kata cinta pada pohon berbentuk cemara. Kadang kita butuh air dari masa silam untuk membasahi jiwa yang kering di hari ini.




Comments

  1. Amiiiin.. =)=)=)

    Dan terima kasih untuk yang satu ini: "Jangan pernah berhenti bermimpi." I won't. ;)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tentang Live Instagram Dua Belas Jam

  Hari Minggu, 24 Juli kemarin, saya live Instagram hampir dua belas jam. Untuk apa? Pertama, mengumpulkan donasi untuk Kelas Isolasi yang kelihatannya tidak bisa lagi menggunakan cara-cara yang biasa-biasa (karena hasilnya selalu kurang memadai). Kedua, iseng saja: ingin tahu, selama ini saya belajar dan mengajar filsafat itu sudah “sampai mana” jika diukur dengan menggunakan jam. Putusan untuk mengudara dua belas jam tersebut tidak melalui persiapan matang, melainkan muncul begitu saja dari dua hari sebelumnya. Oh iya, materi yang saya bawakan adalah berkenaan dengan sejarah filsafat Barat. Keputusan tersebut membuat saya agak menyesal karena mesti menghabiskan hari Jumat dan Sabtu untuk baca-baca secara intens. Seperti yang sudah saya duga, belajar filsafat memang aneh: semakin dibaca, semakin menganga lubang-lubangnya. Awalnya, saya berniat untuk khusus membaca bagian Abad Pertengahan saja karena merasa pengetahuan saya paling lemah di bagian itu. Setelah lumayan membaca tipis-tip

Metafisika

Entah benar atau tidak, tapi boleh kita percaya agar pembahasan ini menjadi menyenangkan: Istilah metafisika terjadi oleh sebab sesuatu yang tidak sengaja. Ketika Aristoteles sedang menyusun buku-bukunya di rak, asistennya meletakkan buku yang berisi tentang segala sesuatu yang di luar kenyataan seperti prinsip pertama dan pengertian tentang ada (being qua being) setelah buku bertitel 'Fisika'. Atas ketidaksengajaan itulah, buku tersebut dinamai 'Metafisika'. 'Metafisika' berarti sesudah 'Fisika', yang memang secara harfiah betul-betul buku yang ditempatkan setelah buku 'Fisika' di rak Aristoteles. Istilah tersebut jadi terus menerus dipakai untuk menyebut segala sesuatu tentang yang di luar atau di belakang dunia fisik. Agak sulit untuk menjelaskan secara presisi tentang apa itu metafisika (tentu saja metafisika dalam arti istilah yang berkembang melampaui rak buku Aristoteles), maka itu alangkah baiknya kita simak beberapa contoh upaya untuk me

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1