Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2023

Tentang Perempuan Bernama NK

Pada tanggal 21 Agustus 2024, seorang perempuan, mantan mahasiswi, menjangkau saya via DM Instagram untuk mengucapkan simpati atas hal yang menimpa saya. Singkat cerita, kami berbincang di Whatsapp dan janjian untuk berjumpa tanggal 6 September 2024 di Jalan Braga. Tidak ada hal yang istimewa. Dia sudah punya pacar dan juga memiliki mungkin belasan teman kencan hasil bermain dating apps .  NK baru saja bercerai dengan membawa satu anak lelaki. Dia adalah mahasiswi yang saya ajar pada sekitar tahun 2016 di sebuah kampus swasta. Dulu saya tidak punya perhatian khusus pada NK karena ya saya anggap seperti mahasiswa yang lainnya saja. Namun belakangan memang dia tampak lebih bersinar karena perawatan diri yang sepertinya intensif. Selain itu, bubarnya pernikahan selama sebelas tahun membuatnya lebih bebas dan bahagia. Sejak pertemuan di Jalan Braga itu, saya tertarik pada NK. Tentu saja NK tidak tertarik pada saya, yang di bulan-bulan itu masih tampak berantakan dan tak stabil (fisik, ...

Imajinasi

Imajinasi mungkin bisa diduga sebagai kemampuan khas manusia. Imajinasi membuat kita mampu membayangkan hal-hal yang tidak ada di hadapan atau bahkan belum ada. Kita bisa mengimajinasikan bagaimana masa depan hidup bersama seseorang meski hal tersebut belum terjadi. Kita bisa mengimajinasikan kebahagiaan meski kebahagiaan itu belum dirasakan sekarang. Kita bisa mengimajinasikan Tuhan dan hidup setelah mati meskipun sebagian dari bayangan tersebut dibangun dari unsur-unsur yang pernah kita ketahui secara pasti: wujud Tuhan mungkin kita bayangkan sebagai cahaya yang besar (maka itu harus pernah melihat cahaya) dan kehidupan setelah mati kita bayangkan sebagai suatu tempat yang indah dengan sungai mengalir (maka itu harus pernah berada di sebuah tempat yang indah dan pernah melihat sungai mengalir).  Imajinasi juga dapat berupa suatu kondisi masyarakat yang ideal. Misalnya, masyarakat yang setiap individunya tidak memiliki suatu properti pun secara pribadi karena semuanya dikelola ber...

Filsuf dan Mistikus

Tidak semua persoalan dapat dijawab dengan filsafat. Itu harus diakui. Ketidakmampuannya itu juga menjadi cibiran para mistikus yang menuding bahasa memang terbatas. Para mistikus ini melihat filsafat berputar-putar pada bahasa padahal ada hal-hal tertentu yang tak terjelaskan. Para mistikus memilih "diam", merenungkan dunia dengan penjelasan yang tidak berlebihan, supaya orang-orang lebih menghayati kehidupan dalam keheningan. Dampaknya, para mistikus ini bisa saja orang-orang yang tercerahkan, tetapi mereka tidak punya usaha keras untuk mencerahkan orang lain dengan semangat kesetaraan. Para mistikus kerap memperlakukan orang-orang yang "belum tercerahkan" sebagai orang-orang yang "tidak selevel".  Bagi saya, keterbatasan filsafat itulah justru kelebihannya. Filsafat tidak mampu, tetapi selalu berusaha. Filsafat ingin menerangkan dunia dengan bahasa yang memang tak mampu merangkum segala, tapi itulah sarana terbaik yang memperlakukan orang-orang secara s...

Lesser Evil

Menjelang pemilu, argumen lesser evil mengemuka: tidak ada capres yang bagus, tetapi kita memilih supaya capres yang buruk tidak berkuasa. Persoalannya, mengacu pada ukuran mana suatu capres lebih buruk dari yang lainnya? Oke, dalam konteks pemilu di Indonesia, Prabowo dikenal sebagai pelanggar HAM berat. Namun apakah dengan demikian, capres lainnya, yang sama-sama punya rekam jejak buruk, dianggap "lebih baik"? Takaran semacam ini bagi sebagian orang mungkin dipandang mudah sebagai dasar pengambilan kesimpulan. Namun dalam sejarahnya, argumen lesser evil tidak selalu berhasil. Sebagai contoh, pertimbangan Amerika dalam mengebom Hiroshima dan Nagasaki pastilah mengacu pada argumen lesser evil : "Yang kami lakukan ini buruk, tetapi lebih baik ketimbang membiarkan Jepang tetap bertahan di kancah Perang Dunia II". Pada titik itu terdapat bias bahwa takaran mana yang lebih jahat mengacu pada si pengebom. Iya, dalam segala putusan berlandaskan argumen lesser evil , ter...

Kelas

Perspektif kelas mengubah segalanya kalau tidak bisa dikatakan memutarbalikkan pandangan kita tentang dunia. Dulu saya tergila-gila dengan yang namanya sufisme dan menganggapnya sebagai pandangan yang sejati tentang dunia. Sufisme bahkan menurut saya terlalu sempurna, suatu pemahaman yang berada di singgasana, sampai-sampai mereka yang mengkritiknya saya tuduh sebagai "tidak paham" atau "belum sampai". Setelah memiliki perspektif kelas, sufisme menjadi paham yang tidak kebal kritik. Sufisme bisa jadi keren, tetapi aliran tersebut bisa dikritik sebagai aliran yang terlampau fokus pada "pemenuhan batin sendiri", termasuk mensimplifikasi problem kemiskinan dan eksploitasi sebagai "ketidakmampuan orang untuk naik pada tahap marifat sehingga kerap mengeluh dan menyalahkan keadaan". Bahkan sufisme juga bisa dikritik sebagai paham yang "asyik sendiri", enggan mengartikulasikan pencerahannya pada orang lain karena dianggap "tidak selevel...

Tulisan untuk Reuni

 (Ditulis untuk Reuni "Before 40" SMP Taruna Bakti Angkatan 1997 dan SMA Taruna Bakti Angkatan 2000 tapi kelihatannya tidak jadi dipakai)    Halo teman-teman eks SMP Tarbak angkatan 1997 dan SMA Tarbak angkatan 2000! Sudah pada jadi apa sekarang? Pasti ada yang udah jadi ayah, ibu, pekerja kantoran, SJW, staf ahli, anggota dewan, pe-en-es, selebgram, dosen, guru, dokter, atau bahkan tetep medioker dan pengangguran. Gak apa-apa, nasib kita tentu beda-beda. Waktu dulu kita satu sekolah, sudah barang tentu keliatan bibit-bibit di antara kita nantinya jadi apa, walau ada yang tercapai dan ada yang enggak. Ada yang dulunya kelihatan nackal dan enggak pernah belajar, eh sekarang jadi pengusaha sukses. Ada yang dulunya rajin belajar dan duduk paling depan, eh taunya jadi apa ya, udah deh gak usah dibahas. Poinnya, kita bakalan reuni 14 Oktober 2023 nanti, yang otomatis bakal saling ngeliat sudah pada jadi apa sekarang, sambil ngebandingin dengan apa yang pernah kita lakukan dulu...