Di akhir abad ke-19, diawali dari usaha pemisahan psikologi dari filsafat, muncul istilah Psychologismus-Streit atau "perselisihan psikologisme". Apa itu psikologisme? Psikologisme adalah pandangan bahwa segala konsep/ gagasan dalam filsafat (batasan pengetahuan, sistem logika, dan lain-lain) dapat ditarik penjelasannya pada pengalaman mental atau proses psikologis (Vrahimis, 2013: 9). Posisi psikologi yang kian mantap dengan penelitian empiriknya membuat filsafat mesti mendefinisikan kembali tugas dan posisinya: jika segala problem filsafat bisa direduksi pada aspek mental, masih adakah sesuatu yang disebut sebagai filsafat "murni"? Menariknya, perselisihan ini tidak hanya di ranah perdebatan intelektual, tapi juga terbawa-bawa hingga ke ranah politik. Pada tahun 1913, 107 filsuf, beberapa diantaranya adalah Edmund Husserl, Paul Natorp, Heinrich Rickert, Wilhelm Windelband, Alois Riehl, dan Rudolf Eucken menandatangani petisi yang menuntut menteri kebudayaan Jer
Judul Buku: Filsafat Komunikasi: Dari Sokrates hingga Buddhisme Zen
Genre: Filsafat
Penulis: Syarif Maulana
Penerbit: Publika Edu Media
ISBN: 978-602-71415-2-0
Tahun Terbit: 2015
Jumlah Halaman: 134
Harga: Rp. 45.000
Ulasan:
Ilmu komunikasi, meski relatif baru mengemuka sebagai wacana akademik -posisinya sering tenggelam oleh reputasi ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial-, namun sebenarnya ia sudah dipelajari jauh ratusan tahun sebelum masehi. Para filsuf dari Yunani dan Romawi seperti Sokrates, Aristoteles, hingga Cicero, masing-masing mempunyai pemikiran-pemikiran cemerlang seputar penyampaian pesan. Dalam buku ini, kita akan berpetualang menjelajahi khazanah pemikiran mulai dari zaman kuno, modern, hingga ke Timur. Ziarah ini akan membawa kita pada suatu kesadaran bahwa komunikasi bukan sekadar suatu ilmu tempelan yang bisa dipelajari dalam hitungan bulan. Komunikasi punya filsafatnya sendiri. Tajam dan menukik hingga ke kedalaman.
Testimoni:
Buku ini cukup ringkas dan memaparkan sejarah muatan filosofis dalam komunikasi. Karena penulisannya cukup ringan dan runtut, maka buku ini cukup enak dibaca. Lagipula paparan-paparan teori filsafat komunikasi diberi komentar-komentar oleh penulis sehingga pembaca lebih memiliki "suplemen" analitik. Dalam beberapa hal buku ini membawa kita pada cakrawala besar kebudayaan manusia sebagai makhluk yang berbicara. -Yohan Slamet Purwadi (Doktor Ilmu Filsafat dari Indonesian Consortium for Religious Studies, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta)
Sangat komprehensif dalam mencakup serba-serbi filsafat komunikasi dari yang kuno sampai yang kontemporer. Buku ini saya pikir sangat baik untuk digunakan oleh para siswa-siswi Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Atas, baik sebagai bagian dari bahan ajar sosiologi mikro (interaksionisme simbolis) maupun bahan rujukan untuk menyusun karya ilmiah, presentasi, ataupun debat. -Jasiaman Christian Damanik (Guru Sosiologi di Cahaya Bangsa Classical School)
Buku Filsafat Komunikasi yang ada di tangan pembaca budiman ini memiliki posisi sangat signifikan. Buku ini mencoba melakukan semacam "revitalisasi filsafat", yaitu menghidupkan kembali komunikasi sebagai sebuah problematika filsafat, yang telah dirintis oleh para filsuf klasik -seperti Sokrates, Plato, dan Aristoteles- akan tetapi dibunuh oleh filsafat modern, yang merayakan cogito sebagai pusat kebenaran tentang dunia. -Yasraf Amir Piliang (Pakar Semiotika)
Comments
Post a Comment