Skip to main content

Pulih

  Jalan beberapa hari jaga, saya mulai bosan. Rasanya berat sekali menunggui dagangan yang pembelinya terhitung sedikit. Lebih menderita lagi jika melihat barang dagangan sebelah lebih ramai dibeli. Hal yang menjadi hiburan adalah menulis terus menerus, supaya tidak terlihat bengong. Supaya tidak mati gaya.  Beberapa hari yang lalu, pas hari awal-awal saya mulai jaga, tiba-tiba saya punya keberanian untuk posting foto di Instagram. Setelah itu mulai merambah ke Facebook, lalu mulai semangat untuk posting sejumlah story di Instagram, mulai dari tentang jalannya kasus sejauh ini sampai kegiatan sehari-hari. Entah keberanian dari mana, tiba-tiba saya mem-posting story tentang tulisan-tulisan yang diturunkan dari berbagai website. Saya menuliskan, "Siapa yang mau tulisan saya? Gratis, akan saya kirimkan via e-mail". Ternyata banyak juga yang menginginkan tulisan-tulisan itu, ada lebih dari 90 orang.  Kemudian saya terpikir untuk membuat grup lagi, bersama orang-orang yang bisa di

Perkenalkan, Ini Istriku, Dega



Halo, dunia, perkenalkan ini istriku, Dega. Kami menikah sejak enam tahun silam setelah dua setengah tahun berpacaran. Kami bertemu oleh sebab jasa seorang kawan, namanya Johan. Aku dan Johan sedang dalam persiapan untuk mengadakan resital gitar klasik tahun 2007 dan ketika kami sedang menyusun teks ucapan terima kasih, Johan menyisipkan satu nama: "Dega France". Aku tertarik juga dengan betapa anehnya nama tersebut. Lalu aku tanya-tanya, melihat Friendsternya, dan memutuskan untuk menghubungi. Waktu aku hubungi "Dega France" (yang orang Jakarta), dia awalnya curiga, hingga akhirnya lama kelamaan, nyaman juga kami bicara. Kami berjumpa pertama kali di Jakarta. Dia minta aku bawakan Brownies Amanda dan kaos sepakbola. Tapi aku tidak membawanya, karena alasan yang tidak jelas. 

Sejak aku pertama melihatnya langsung di Jakarta itu, aku langsung suka. Aku hendak mengejarnya sampai dapat. Tapi seperti biasa, aku, yang mudah terdistraksi perempuan ini, melanjutkan petualangan, bersama lalala, bersama lilili. Kontak aku dan Dega hanya sekali-kali karena alasan tadi itulah: aku banyak mendapat distraksi. 

Namun dalam suatu momentum yang aneh, lewat percakapan via Gmail, aku tetiba ingin mengajaknya menikah. Kadang ajakan menikah itu tidak ada hubungannya dengan suatu pemikiran rasional. Aku hanya yakin, perempuan ini yang akan menemaniku hingga akhir hayat. Lalu aku mengajukan proposal, diterima, dan kami melanjutkan proses hingga jenjang pernikahan. Aku pernah mendengar cerita dari Dega, bahwa suatu hari, pernah ada yang mendoakannya: "Semoga ada laki-laki yang kelak mengangkat derajatmu, Nak." Doa itu aku tahu, datang dari ibunda Muna, kawan baiknya. Aku terdorong sekali untuk menjadi laki-laki yang dimaksud itu. 

Kami menikah pada tanggal 4 Februari 2012 di Gedung Sucofindo, Jakarta Selatan. Pernikahan kami meriah dan penuh berkah. Prosesi kami diiringi lagu Prancis berjudul L'Hymne a l'amour yang dimainkan oleh pemain violin Ammy Kurniawan. Pernikahan kami dihadiri banyak sekali orang, baik orang Bandung maupun Jakarta. 

Di awal pernikahan, Dega langsung mengalah dengan pindah ke Bandung dan meninggalkan pekerjaannya yang cukup mapan di perusahaan asing. Ia mau hidup denganku, yang cuma guru gitar dan dosen honorer dengan gaji seadanya. Selang setahun setengah kemudian, pernikahan kami dikaruniai anak yang lucu dan hebat, yaitu Zulaikha Mawlani Sabana. Seiring dengan kehadiran putri kecil kami itu juga, aku diterima sebagai dosen tetap di Telkom University yang berarti kehidupan kami semakin mapan. 

Menjelang enam tahun pernikahan kami, jalan terjal tidak pernah berhenti kami lalui. Tuhan tidak pernah memberi kemudahan, karena Ia tahu betapa kuatnya kami menghadapi cobaan. Dega dan Ayka, panggilan untuk putriku, selalu ada untuk mendukungku dalam berbagai keadaan - termasuk ketika memutuskan berhenti dari Telkom University karena tekanan -. 

Dega bekerja di rumah, dan mungkin ia tidak percaya, betapa aku selalu bangga dengan pekerjaannya tersebut. Bekerja mencari uang di luar adalah bagus, tapi bekerja di rumah adalah membangun peradaban, membangun sebuah fondasi kuat bagi kehidupan. Seorang seniman rupa Malaysia pernah berkata padaku, "Institusi pendidikan terbaik, adalah rumahmu sendiri." Ayka tumbuh menjadi anak yang mandiri dan cerdas. Di sisi lain, aku pun tidak butuh waktu lama untuk kembali dari keterpurukanku pasca mundurnya aku dari Telkom University. Ini semua berkat "tangan tak terlihat" yang disentuhkan Tuhan melalui istriku. 

Seperti semua manusia di dunia, istriku juga punya kelemahan. Kelemahannya adalah karena ia tidak seperti teman-temanku yang berpikiran tentang feminisme, ateisme, sosialisme, atau apalah isme-isme-isme itu. Kelemahan istriku adalah ia berpikir sangat sederhana: bahwa yang terpenting baginya, adalah hidup untuk keluarga. Pengabdian totalnya itu tampak menjadi sebuah kedangkalan pemikiran di tengah arus zaman yang serba kompleks dan pragmatis ini. 

Namun itu dulu. Sekarang, aku menyadari dengan sepenuh hati: Pengabdian adalah hal terpenting dalam hidup ini. Kumbakarna berharga hidupnya karena mengabdi pada negara. Yudhistira berharga hidupnya karena mengabdi pada anjingnya. Iblis dinilai suci akidahnya oleh sufi bernama Al Hallaj karena ketika ia diminta menyembah Adam oleh Tuhan, iblis enggan. Ia tetap mengumumkan pengabdiannya pada Tuhan. Pengabdian adalah hal terpenting dalam hidup ini. Karena demikianlah setinggi-tingginya suatu lompatan iman. 

Terima kasih istriku, atas seluruh pengabdianmu. Sekarang tiba saatnya, aku mengabdikan sisa hidupku, kepadamu. 


Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1

Gin

GIN Gingin Gumilang pernah menjadi mahasiswa di kelas waktu saya masih mengajar di Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Saya lupa tahun berapa itu, mungkin sekitar tahun 2010 atau 2011. Gin, begitu dipanggilnya, duduk di pojokan, orangnya pendiam, tetapi saya tahu di kepalanya menyimpan banyak pemikiran. Suatu hari, saya mengumumkan di kelas bahwa akan ada konser gitar klasik di IFI Bandung dan tentu saja, saya hanya berbasa-basi saja, tidak berharap kalau mereka, yang umumnya kost di Jatinangor, akan datang ke Bandung hanya untuk menonton gitar klasik. Ternyata ada satu orang yang datang ke IFI, ya Gin itulah. Sejak itu saya terkesan. Rupanya wawasannya juga luas. Saya ingat ia tiba-tiba membicarakan Freud di kelas, di tengah mahasiswa-mahasiswa yang yah, duduk di sana hanya berharap bisa lulus saja, tanpa peduli ilmu apa yang didapat. Saya kemudian terpikir, rasanya tepat kalau Gin diajak bergaul lebih luas, keluar dari "sangkar" yang membuat

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k