Skip to main content

Posts

Showing posts from November, 2012

Tentang Kaum Intelektual dalam Pandangan Gramsci

  (Artikel diturunkan dari Bandung Bergerak) Nama Antonio Gramsci bukanlah nama yang terlalu asing dalam dunia pemikiran di Indonesia. Pandangannya tentang hegemoni kultural banyak digunakan untuk membaca beraneka pengaruh budaya yang ditanamkan oleh kelas yang lebih berkuasa ( ruling class ) sehingga diterima seolah-olah sebagai norma umum atau bahkan sesuatu yang “kodrati”.  Gramsci menulis sekitar tiga ribu halaman dalam kumpulan esai yang dijuduli Quaderni del carcere atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Prison Notebooks . Gramsci memang menulis dari balik jeruji penjara. Sejak bulan November 1926 hingga meninggalnya tahun 1937, Gramsci berstatus sebagai tahanan politik akibat dikenal keras mengritik rezim fasisme Musollini. Gramsci, yang lahir tahun 1891 di Sardinia, Itali, meninggal dalam usia 46 tahun di Roma akibat kesehatannya yang terus merosot sejak ditahan.  Dalam The Prison Notebooks tersebut, ada sejumlah problem yang dituliskan oleh Gramsci, salah sat

Awal Uzhara

Baru saja, pagi tadi, saya bertemu seorang tua bernama Pak Awal Uzhara. Ia adalah dosen di Jurusan Sastra Rusia yang menghabiskan lebih dari separuh hidupnya di Rusia untuk salah satunya kuliah di bidang perfilman dokumenter. Usianya saya kira 75 tahun, tapi ternyata ia lebih tua lagi. Hal itu terungkap dari cerita yang ia paparkan sendiri, "Waktu saya bekerja di Radio Moskow tahun 1995, usia saya enam puluh tahun.." Artinya, jika dihitung, maka usia beliau sekarang 82 tahun! Tentu saja kita tidak sedang membahas usia seseorang. Apa yang membuat saya sedemikian tertarik adalah tentang bagaimana pose Pak Awal ketika saya temui di perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya UNPAD. Ia sedang membaca, tenang sekali, di bawah sorot lampu baca. Tangannya meraba-raba kertas untuk membantu dirinya memerhatikan detail baris demi baris. Sesekali beliau memberikan sedikit coretan di atasnya entah berisi catatan apa. Apa yang dilakukan Pak Awal secara persis saya tidak paham, tapi yang pasti

Jiwa yang Sangat Dalam

"...Janganlah hanya memetiki dedaunan, Atau menyibukkan diri dengan rerantingan. " Novel Musashi karya Eiji Yoshikawa, yang sedari saya kecil menghiasi rak buku di rumah, tak pernah sekalipun saya sentuh. Sampai akhirnya, beberapa bulan silam, saya mendengar Heru Hikayat, seorang kawan yang kurator, menyinggung nama Musashi dalam suatu diskusi. Saya bilang dalam diri, "Hey, rasanya novel itu menghiasi ingatan masa kecil saya. Apa tidak sebaiknya saya baca agar setidaknya ibu bangga karena novel kesayangannya dibaca sang anak?" Singkat cerita, ibu mengatakan bahwa novel itu sudah hilang entah kemana. Saya akhirnya membeli di sebuah mal di Jakarta. Novel terkenal ini masih bertebaran dan mudah ditemukan. Dua bulan lebih saya baru sanggup menyelesaikannya. Penyebabnya dua hal: Saya memang bukan pembaca novel tebal. Ini adalah tahap dimana saya merasa perlu belajar membaca novel yang ketebalannya seperti KBBI. Sehingga, saya belum terbiasa mengatur tempo