Ini adalah pertemuan saya dengan Piala Eropa kesekian setelah pertama kali menontonnya tahun 1996. Sejak Euro '96 di Inggris hingga Euro edisi kali ini di Jerman, saya tak pernah putus mendukung Itali. Seperti halnya keputusan siapapun dalam memilih tim sepakbola kesayangannya (di luar tim dari kota kelahiran atau tempat tinggal), alasannya seringkali tidak rasional, nyaris seperti jatuh cinta untuk pertama kali. Saya suka Itali karena suka saja. Padahal di Euro '96 itu, Itali gagal lolos dari fase grup setelah mendapat hasil imbang dengan Jerman. Saya menonton langsung di televisi momen Gianfranco Zola gagal mengeksekusi penalti. Padahal penalti tersebut, jika gol, bisa saja membuat Itali melenggang ke perempat final. Itali tersingkir, tetapi saya memilih untuk mendukung Itali. Padahal bisa saja saya mendukung Jerman, tim yang menjadi juara Euro '96 pada akhirnya. Tapi ternyata tidak, entah kenapa. Banyak pemain yang saya tidak tahu di timnas Itali tahun ini. Selain meman
Bapak pernah berkata bahwa hidup ini adalah sekumpulan oh demi oh. Apa artinya? Katanya, nanti juga kamu mengerti. Nanti juga kamu akan mengatakan, "Oh, maksud bapak oh itu, itu toh." Karena begitulah beliau akhirnya menyadari bahwa segala ucapan kebijaksanaan akan tiada artinya jika tanpa disertai pengalaman. Ketika pengalaman tersebut pada akhirnya sejalan dengan kata-kata kebijaksanaan yang dulu pernah termentahkan oleh hatimu, ketika itu pula kamu akan mengatakan oh. "Bapak dulu pernah mengatakan jangan merokok dan minum kopi, nanti jadi bodoh," demikian bapak berujar tentang nasihat bapaknya dulu. "Kita bisa sama-sama menertawakan pendapatnya yang tidak saintifik, tapi hal tersebut di kemudian hari terbukti, setidaknya bagi saya secara personal," demikian tambah bapak. Oh.
Oh, sekarang saya juga tahu kenapa bapak dulu menyuruh untuk membaca satu artikel koran setiap hari dengan imbalan seratus rupiah. Oh, sekarang saya tahu kenapa bapak selalu memutar musik keras-keras setiap pagi dari sejak saya bahkan tidak tahu apa itu musik. Bukan musik anak-anak seperti Enno Lerian atau Bondan Prakoso, tapi sekalian The Beatles atau Michael Franks. Oh, sekarang saya tahu kenapa saya sering diajak makan berdua saja untuk kemudian bapak bercerita tentang segala hal yang saya tidak mengerti. Katanya dalam suatu malam di restoran, "Waktu itu selalu berlalu. Ketika kita mengatakan 'sekarang', di saat itu pula kata 'sekarang' itu juga berlalu." Saya terbengong-bengong karena waktu itu masih SD.
Oh, sekarang saya mengerti, bahwa ternyata kata-kata kebijaksanaan itu selalu terdengar kosong di telinga seperti kata tokoh Gotama di novel Siddharta karya Herman Hesse, "Hanya pengetahuan yang bisa dibagikan, kebijaksanaan jika dibagikan akan lebih terdengar seperti kebodohan." Oh, sekarang saya mengerti mengapa Musashi mengembara untuk mencari hakikat ilmu pedang. Pengembaraannya bukan didasari oleh kemasukakalan, melainkan oleh sebuah keyakinan bahwa suatu saat pengalamannya sendiri yang akan membentuk pemahamannya. Itu sebabnya ia punya semboyan, "Jangan pernah menyesali segala sesuatunya." Seolah-olah ia mau berkata bahwa meskipun pengembaraannya akan berujung pada kesimpulan bahwa tak sanggup sesungguhnya Musashi jadi samurai, itu tidak apa-apa. Oh, sekarang saya mengerti mengapa Nietzsche mengatakan bahwa manusia dikutuk oleh bahasa. Di satu sisi kita berupaya menerangkan dengan kata-kata tentang pengalaman kita, di sisi lain kata-kata itu sendiri sebenarnya tak pernah sanggup membuat orang "ikut mengalami".
Oh, saya mengerti sekarang bahwa hal-hal di dunia ini tidak semuanya harus langsung dapat dimengerti. Biarkan oh terucap di ujung pengalamanmu.
Oh, sekarang saya juga tahu kenapa bapak dulu menyuruh untuk membaca satu artikel koran setiap hari dengan imbalan seratus rupiah. Oh, sekarang saya tahu kenapa bapak selalu memutar musik keras-keras setiap pagi dari sejak saya bahkan tidak tahu apa itu musik. Bukan musik anak-anak seperti Enno Lerian atau Bondan Prakoso, tapi sekalian The Beatles atau Michael Franks. Oh, sekarang saya tahu kenapa saya sering diajak makan berdua saja untuk kemudian bapak bercerita tentang segala hal yang saya tidak mengerti. Katanya dalam suatu malam di restoran, "Waktu itu selalu berlalu. Ketika kita mengatakan 'sekarang', di saat itu pula kata 'sekarang' itu juga berlalu." Saya terbengong-bengong karena waktu itu masih SD.
Oh, sekarang saya mengerti, bahwa ternyata kata-kata kebijaksanaan itu selalu terdengar kosong di telinga seperti kata tokoh Gotama di novel Siddharta karya Herman Hesse, "Hanya pengetahuan yang bisa dibagikan, kebijaksanaan jika dibagikan akan lebih terdengar seperti kebodohan." Oh, sekarang saya mengerti mengapa Musashi mengembara untuk mencari hakikat ilmu pedang. Pengembaraannya bukan didasari oleh kemasukakalan, melainkan oleh sebuah keyakinan bahwa suatu saat pengalamannya sendiri yang akan membentuk pemahamannya. Itu sebabnya ia punya semboyan, "Jangan pernah menyesali segala sesuatunya." Seolah-olah ia mau berkata bahwa meskipun pengembaraannya akan berujung pada kesimpulan bahwa tak sanggup sesungguhnya Musashi jadi samurai, itu tidak apa-apa. Oh, sekarang saya mengerti mengapa Nietzsche mengatakan bahwa manusia dikutuk oleh bahasa. Di satu sisi kita berupaya menerangkan dengan kata-kata tentang pengalaman kita, di sisi lain kata-kata itu sendiri sebenarnya tak pernah sanggup membuat orang "ikut mengalami".
Oh, saya mengerti sekarang bahwa hal-hal di dunia ini tidak semuanya harus langsung dapat dimengerti. Biarkan oh terucap di ujung pengalamanmu.
Comments
Post a Comment