Skip to main content

Tentang Perempuan Bernama NK

Pada tanggal 21 Agustus 2024, seorang perempuan, mantan mahasiswi, menjangkau saya via DM Instagram untuk mengucapkan simpati atas hal yang menimpa saya. Singkat cerita, kami berbincang di Whatsapp dan janjian untuk berjumpa tanggal 6 September 2024 di Jalan Braga. Tidak ada hal yang istimewa. Dia sudah punya pacar dan juga memiliki mungkin belasan teman kencan hasil bermain dating apps .  NK baru saja bercerai dengan membawa satu anak lelaki. Dia adalah mahasiswi yang saya ajar pada sekitar tahun 2016 di sebuah kampus swasta. Dulu saya tidak punya perhatian khusus pada NK karena ya saya anggap seperti mahasiswa yang lainnya saja. Namun belakangan memang dia tampak lebih bersinar karena perawatan diri yang sepertinya intensif. Selain itu, bubarnya pernikahan selama sebelas tahun membuatnya lebih bebas dan bahagia. Sejak pertemuan di Jalan Braga itu, saya tertarik pada NK. Tentu saja NK tidak tertarik pada saya, yang di bulan-bulan itu masih tampak berantakan dan tak stabil (fisik, ...

Philofest Luring Pertama


Philofest, festival filsafat yang edisi perdananya dimulai bulan Desember 2020, ternyata berlanjut hingga edisi ketiga. Edisi ketiga ini istimewa karena untuk pertama kalinya digelar secara hibrid atau gabungan antara luring dan daring. Luringnya berlokasi di Pontianak dan beberapa orang, termasuk saya, diterbangkan ke sana oleh panitia, diketuai oleh Trio Kurniawan, yang entah punya uang darimana. Namun kami tidak ambil pusing karena kami pun tidak bermewah-mewah dengan hotel dan maskapai, bahkan konsumsi pun banyaknya beli sendiri. Artinya, meski punya uang untuk membelikan kami tiket pesawat, hal tersebut tidak serta merta membuat Philofest dapat dilabeli festival yang banyak uang. Mungkin lebih tepatnya: semakin punya uang, meski belum masuk kategori kaya raya. Hal yang lebih penting adalah kami, para pegiat filsafat yang selama ini hanya bertemu secara daring, akhirnya berkesempatan untuk bertemu muka.

Sejak momen pertama kami saling jumpa, hal yang pertama dilakukan adalah berdiskusi. Berdiskusi soal apa saja. Namun banyaknya, tentu, soal filsafat. Oh ya, di Philofest 2022 ini, saya diplot untuk berdebat dengan kawan dari filsafat UGM, Taufiqurrahman, tentang perbedaan pendekatan dalam ilmu sosial. Bung Taufiq membela naturalisme, sementara saya membela interpretivisme. Harus diakui bahwa teman-teman dari UGM sangat mendominasi Philofest kali ini. Mungkin ada sekitar delapan hingga sembilan orang berasal dari kampus tersebut. Fenomena apakah ini? Entah, yang pasti kampus dengan tradisi filsafat yang tak kalah kental seperti UI dan STF Driyarkara hanya sedikit menyumbangkan perwakilannya. Bahkan STF Driyarkara, tempat saya studi doktoral, diwakili oleh paling sedikit orang ketimbang dua pagelaran Philofest sebelumnya. 

Iya, sepanjang dua malam saya berada di Pontianak, hal yang kami lakukan hanyalah berdiskusi dan berdiskusi. Di sana ada di antaranya: Sosiawan, Gema, Ainu, Rangga, Dimas, Derry, Amadea, dan orang-orang lainnya, yang selama ini cuma bisa berinteraksi via daring. Perjumpaan riil ini membuat suasana festival makin terasa, terlebih lagi Bung Trio selaku ketua panitia dapat dengan jeli menggabungkan debat-debat filsafat (yang menyeramkan itu) dengan bazaar dan kegiatan mahasiswa lainnya. Jadilah Philofest edisi ketiga menghadirkan suatu esensi dari festival, yakni "pesta" (yang tidak terlalu terasa di dua edisi sebelumnya akibat diselenggarakan secara daring). 

Meski mata acaranya seru seperti biasanya, saya tidak akan menceritakan hal tersebut karena semuanya dapat ditonton di YouTube Philofest. Hal yang lebih penting untuk ditulis, bagi saya, adalah kenyataan bahwa festival filsafat yang tadinya diselenggarakan begitu saja atas inisiasi kawan-kawan komunitas secara non-profit dan pada pertamanya cuma mengandalkan uang donasi gereja, ternyata bisa terselenggara sampai tiga tahun berturut-turut. Tetap terjadinya kegiatan ini secara berkala menunjukkan masih antusiasnya para pegiat dan pembelajar filsafat. Kita mesti berterima kasih pada pandemi yang membuat orang-orang filsafat yang tadinya tersembunyi di balik tembok kampus atau tembok kamar, menampakkan dirinya lewat saluran daring yang begitu mudah diakses tidak hanya oleh orang-orang di dalam negeri, tapi juga di luar negeri. 

Philofest berikutnya rencananya akan digelar di Palembang. Jika benar-benar terjadi, tidakkah ini suatu kebanggaan tersendiri karena Philofest menjadi festival yang berhasil melewati "angka keramat" tiga kali penyelenggaraan? Terlebih lagi, acara ini tidak komersil dan tidak menarik minat sponsor-sponsor serius. Kalaupun kelak mulai dilirik sponsor-sponsor besar, kita berharap agar Philofest tidak kehilangan tajinya sebagai festival filsafat yang tidak kaleng-kaleng, melainkan tetap menampilkan tema-tema yang bikin berkerut-kerut dan sukar dimengerti. Bukan artinya Philofest adalah forum langitan dan menara gading, tetapi tidakkah kita perlu juga sesekali menantang kapasitas nalar untuk tidak sekadar berpikir hal-hal praktis? Setidaknya sekali dalam setahun, kita berpesta, merayakan metafisika.


Comments

Popular posts from this blog

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...