Gara-gara jualan kuliner, saya jadi rajin nonton-nonton acara kuliner di Youtube. Acara yang saya senangi dari dulu adalah acara yang isinya adalah orang makan makanan "aneh". Aneh dalam artian tak lazim untuk suatu budaya, berupa makan makanan yang dianggap menjijikkan untuk budaya lain tersebut. Misalnya, orang Barat makan duren atau makan balut (telur berisi janin bebek yang akan menetas). Saya senang melihat reaksi orang yang makan itu, antara dia merasa jijik, khawatir, tapi sekaligus mesti terlihat menghargai budaya lokal setempat, demi tujuan lain yang tentu saja kita tahu: agar kontennya digemari penonton.
Mungkin ada sensasi tersendiri dalam memakan makanan yang begitu asing. Semacam tantangan yang gawat, bahkan bisa dipandang sebagai pertaruhan hidup dan mati. Makan sushi ikan buntal misalnya, salah-salah bisa lumpuh total. Makan keju casu marzu yang mengandung belatung, bisa-bisa bermasalah pada kulit dan pencernaan. Namun makan makanan "berbahaya" adalah sekaligus penghargaan terhadap kearifan. Tak bisa sembarang orang bisa mengiris ikan buntal agar terhindar dari racun. Tak semua pembuat makanan mampu menghasilkan casu marzu yang solid sekaligus aman. Mereka bukan pemasak yang dilahirkan dari sekadar menonton acara-acara masak di Youtube (seperti saya), tetapi memiliki suatu keyakinan bahwa apa yang diproduksinya adalah sekaligus mewariskan teknik-teknik terdahulu dari leluhurnya. Itu sebabnya, si Youtuber yang makan tak bisa sembarangan berkomentar meski apa yang disantapnya bisa jadi sangat membuatnya tidak nyaman. Seburuk apapun, dia harus membungkusnya dengan kata-kata yang halus dan tetap menonjolkan sisi positif dari makanan itu.
Maka itu makanan tak lagi sekadar sarana pengenyang perut. Bayangkan makanan seperti balut atau kalajengking goreng yang tak lazim untuk budaya tertentu, pastilah memerlukan suatu "keberanian" khusus untuk bisa memasaknya. Keberanian itu belum tentu datang dari eksperimen coba-coba tanpa dasar sama sekali, melainkan diturunkan dari generasi ke generasi yang mungkin pernah mengolah makanan tersebut atas dasar suatu keterpaksaan (karena sedang tak ada lagi makanan lain) atau melakukan percobaan yang bukan tak mungkin memakan korban. Dalam makanan yang dianggap aman untuk dijual bebas dan dikonsumsi oleh orang awam, sangat mungkin di dalamnya pernah berlangsung sejarah panjang penuh derita dan pengorbanan.
Makanan adalah karya seni yang menarik tetapi kerap diabaikan karena dipandang tak abadi, lewat di penginderaan lalu bertransformasi menjadi kotoran. Bandingkan dengan karya rupa atau musik yang abadi untuk diinderai berulang-ulang dan seolah menempel panjang di hati serta pikiran. Tetapi orang kerap lupa, dalam sebuah hidangan, ada pergulatan yang mungkin tak sederhana. Keabadiannya terletak dari kenyataan bahwa makanan yang "berhasil" pada akhirnya akan senantiasa diproduksi sepanjang zaman. Kegiatan makan adalah kegiatan abadi umat manusia. Tidak sebatas itu, makan, bagi manusia, tak pernah sekadar makan. Pada taraf tertentu, makan haruslah menjadi kegiatan yang ritualistik, menjadi penanda budaya tertentu, dan bahkan menantang bahaya. Memakan makanan tertentu dan tetap bertahan hidup adalah sebentuk ketahanan evolutif sekaligus penghargaan atas peradaban yang menjaga si makanan untuk tetap enak dan aman.
Comments
Post a Comment