Skip to main content

Kronologi dan Duduk Perkara Kasus SM

Pada tulisan ini, saya Syarif Maulana, akan menjabarkan kronologi selengkap-lengkapnya tentang segala proses berkaitan dengan kasus dugaan kekerasan seksual yang dituduhkan pada saya tanggal 9 Mei 2024 di media sosial X. Tuduhan tersebut menjadi viral dan menyebabkan saya dipecat dari berbagai institusi, tulisan-tulisan diturunkan dari berbagai media, buku-buku dicabut dari penerbitan, dan dikucilkan dari berbagai komunitas filsafat, termasuk komunitas yang saya bangun sendiri, Kelas Isolasi.  Penulisan kronologi ini dilakukan dalam rangka menjelaskan duduk perkara dan perkembangan kasus ini pada publik berdasarkan catatan dan dokumentasi yang saya kumpulkan.  Tuduhan kekerasan seksual (selanjutnya akan disingkat KS) kepada saya dimulai pada tanggal 9 Mei 2024, dipicu oleh cuitan dari akun @flutuarsujet yang menuliskan “... katanya dia pelaku KS waktu di Tel**m, korbannya ada lima orang …”. Kata “Tel**m” tersebut kemungkinan besar mengacu pada Telkom University, tempat saya bekerja seb

Bunga untuk Dega

Pulang mengantar kedua kawan, saya terhenti di Palasari. Sebuah kawasan pertokoan yang terkenal dengan buku-buku murah, pasar, dan kios-kios tempat menjual bunga. Hari itu hari minggu, jam sembilan malam. Toko itu masih buka, seperti yang sudah saya duga. Toko yang saya maksud adalah toko bunga, yang saya lebih senang menyebutnya dengan kios. Meski kios-kios itu terletak di pojok jalan, tapi cahayanya terang benderang. Cukup mencolok di tengah gelap gulita padamnya lampu dari pasar dan toko buku, yang telah menyetop perniagaan sejak sore.

Saya turun dari mobil, setelah parkir di pinggir jalan. Ada banyak kios, sekitar enam atau tujuh kalau tidak salah. Tapi entah dorongan darimana, saya memilih untuk masuk ke kios yang penjualnya berlogat Jawa. Sepertinya juga, karena mawar yang ia pajang merahnya menggoda. Dibanding yang lainnya, padahal sama-sama merah. Oke, saya mulai memilih-milih mawar yang disimpan dalam ember. Ada beberapa warna, tapi saya hanya ingin merah. Katanya sih, merah menandakan cinta sejati. Tapi, ah, tak usah dimaknai tidak apa-apa kan? Bunga sudah manis pada dirinya sendiri. Bunga sudah indah sebelum ia dikatakan indah. Saya akhirnya beli lima, ditawar sedikit, tapi saya tak mau berdebat banyak. Harga sepakat turun, dan saya minta dirangkaikan yang cantik, pakai pita merah.

Saya menyimpan dengan hati-hati si bunga, di jok di samping saya. Saya pandangi sesekali, di tengah perjalanan pulang yang cuma lima menit. Bunga ini untuk seorang wanita. Wanita yang sedang berada di rumah saya. Entah menantikan saya pulang atau tidak, tapi saya yakin ia akan senang melihat saya datang. Bunga ini untuknya, yang tidak boleh saya berikan karena alasan apapun kecuali satu: bahwa dia satu.

Mawar, entah itu cuma sekedar konstruksi atau hakiki, saya percayai memang punya daya magi. Barangkali karena hidupnya yang cuma sebentar. Yang saya ingat, hanya empat atau lima hari, ia kemudian layu lalu mati. Tidakkah sangat tidak merepresentasikan cinta sejati, yang mestinya lama dan tidak mati-mati? Memang kelihatannya demikian, tapi saya punya versi sendiri: Yang justru bagi saya, cinta sejati itu, sangat terepresentasikan lewat mawar. Ia tumbuh sebentar, menguncup lalu merekah. Menebar wangi yang tidak menyengat, tapi menelusup diam-diam ke lubang hidungmu. Bagai pencuri yang mengendap di malam gelap, memasuki rumah yang penghuninya sedang tidur lelap. Lalu pada momen ketika mawar berpindah tangan, dari pemberi ke penerima, itu seperti begini: seperti jika semesta ini punya wajah, maka ia sedang berpaling padamu. Berpaling lalu tersenyum. Tersenyum dengan garis bibir yang lebar dan tatapan mata yang berbinar. Lalu semesta, dengan wajahnya yang cerah dan agung, berkata cinta kepadamu. Tapi bukan dengan bahasa, melainkan lewat uraian kalbu yang membuat dunia hening sejenak. Hening barang sedetik dua detik. Dan yang terdengar hanya bunyi jantungmu yang degupnya terdengar jelas di telinga.

Setelah itu, semesta kembali memalingkan mukanya darimu, dan ia kembali bekerja mendenyutkan dunia. Momen tadi begitu pendek, sependek umur mawar dari dia ada hingga tiada. Tapi kau tak pernah lupa, takkan, bahwa semesta pernah menyapamu. Bahwa semesta pernah hadir, dan dengan kuasanya, ia berhenti mengurusi segala. Hanya untukmu ia berhenti, seperti ada kupu-kupu yang sengaja hinggap di hidungmu, karena semata-mata ia tak mau hinggap di hidung yang lain selain punyamu. Kau tak pernah lupa, takkan, bahwa mawar sejati bukan yang sedang kau terima dari si pemberi, tapi yang kuncupnya merekah perlahan di dalam hati. Tumbuh berkembang dan menebar wangi ke darah dan jantung. Yang tak pernah mati, lekang oleh waktu, bahkan jika sang hati terlukai. Mawar yang tumbuh di hati yang luka, tetap bernama mawar. Mawar yang itu-itu juga, yang harum dan menari.

Dan ketika bunga itu di tanganmu, Dega. Saya sedang tidak tahu apa yang kau pendam dalam diammu. Tapi akan kutanyakan, apakah itu, karena kau sedang tertegun melihat senyum semesta?

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k

Gin

GIN Gingin Gumilang pernah menjadi mahasiswa di kelas waktu saya masih mengajar di Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Saya lupa tahun berapa itu, mungkin sekitar tahun 2010 atau 2011. Gin, begitu dipanggilnya, duduk di pojokan, orangnya pendiam, tetapi saya tahu di kepalanya menyimpan banyak pemikiran. Suatu hari, saya mengumumkan di kelas bahwa akan ada konser gitar klasik di IFI Bandung dan tentu saja, saya hanya berbasa-basi saja, tidak berharap kalau mereka, yang umumnya kost di Jatinangor, akan datang ke Bandung hanya untuk menonton gitar klasik. Ternyata ada satu orang yang datang ke IFI, ya Gin itulah. Sejak itu saya terkesan. Rupanya wawasannya juga luas. Saya ingat ia tiba-tiba membicarakan Freud di kelas, di tengah mahasiswa-mahasiswa yang yah, duduk di sana hanya berharap bisa lulus saja, tanpa peduli ilmu apa yang didapat. Saya kemudian terpikir, rasanya tepat kalau Gin diajak bergaul lebih luas, keluar dari "sangkar" yang membuat