Tetapi aku tidak tahu ternyata usia 38 itu terasanya seperti ini. Juga aku tidak tahu ternyata beginilah kehidupan sehari-hari sebagai pengajar, penulis, dan pengkaji filsafat. Begitupun bayanganku tentang mereka yang menginjak fase lansia. Mereka tidak tahu bahwa usia 70 itu rasanya seperti itu. Begitupun bayanganku tentang para koruptor saat tertangkap. Mereka tidak tahu bahwa menjadi koruptor yang tertangkap itu rasanya seperti itu. Kita lebih banyak tidak tahu tentang segala sesuatu, tidak tahu sampai benar-benar merasakannya. Berada di dalamnya . Bayanganku tentang masa tua adalah selalu ketakutan. Kecemasan karena kian dekat dengan kematian. Namun aku tidak tahu. Mungkin mereka malah bahagia. Buktinya banyak diantara mereka yang semakin bersemangat, kian giat berkarya, atau menjalani hari-hari yang santai tanpa ambisi selayaknya di masa muda. Aku tidak tahu rasanya menjadi mereka. Mereka sendirilah yang tahu rasanya bagaimana menjadi tua. Karena mereka ada di dalamnya . Tetapi
Kawanku banyak yang Katolik. Mereka memuja Yesus Sang Mesias. Tapi mengapa aku tak tertarik? Padahal sempat mampir beberapa kali di katedral. Karena aku tak menemukan banyak hal yang beda, dari sembilan puluh menit berada di Camp Nou. Disini bisa menampung seratus ribu jema'at, lebih banyak dari katedral manapun di dunia. Sama-sama menggemuruhkan gumam puja-puji. Sama-sama bersatu dalam lautan emosi gembira, sedih, hingga jerit peri.
Itu Tuhanku: Lionel Messi. Messi, Il Nostro Dio. Dari kedua kakinya, aku tak tahu dimana lapar dan dahaga. Dari kelincahannya, hatiku tak berhenti menyebut ia. Dari kerendahan lakunya, aku mau berbagi cinta dan berpasrah diri. Dan golnya adalah ledakan ekstase vertikal mahadahsyat. Messi sang juruselamat.
Messi akan mati. Messi akan berhenti. Berhenti dari sepakbola. Tapi altar pemujaanku akan senantiasa berdiri.
Itu Tuhanku: Lionel Messi. Messi, Il Nostro Dio. Dari kedua kakinya, aku tak tahu dimana lapar dan dahaga. Dari kelincahannya, hatiku tak berhenti menyebut ia. Dari kerendahan lakunya, aku mau berbagi cinta dan berpasrah diri. Dan golnya adalah ledakan ekstase vertikal mahadahsyat. Messi sang juruselamat.
Messi akan mati. Messi akan berhenti. Berhenti dari sepakbola. Tapi altar pemujaanku akan senantiasa berdiri.
"Maka, Messias. Aku berdoa kepadamu: Jika derita dan kemiskinan ini tak mampu kau singkirkan dari hidupku yang pilu, maka cukup berikan aku hiburan, harapan, dan alasan. Alasan mengapa aku mesti tetap menjejak bumi ini meski segala denyutnya adalah derita."
Comments
Post a Comment