Membicarakan "hati" memang mudah untuk dituding sebagai romantisme, semacam bahasa batiniah yang dibentuk akibat ketidakmampuan menghadapi sesuatu secara rasional sehingga mengalihkannya pada hal-hal abstrak yang tak bisa diverifikasi dan difalsifikasi. "Hatiku mengatakan ada yang salah dengan semua ini", pernyataan semacam itu dipandang tak punya arti dalam ranah argumentasi, apalagi kala ditanya, "Alasannya kenapa?" Hati seringkali tak punya justifikasi, tak butuh justifikasi. Saat beberapa waktu lalu berangkat ke Kabupaten P, saya belajar banyak tentang mengasah hati melalui berbagai ritual keagamaan yang sebelumnya tak rutin saya lakukan. Tujuan ritual-ritual semacam itu, salah satunya, adalah merawat hati, membuatnya lebih terdengar, tanpa mesti dibarengi justifikasi. Sang Guru beberapa kali bicara tentang hati beserta penyakit-penyakit yang menyertainya - hal-hal yang sering saya dapati ketika belajar agama di usia SD atau SMP: iri, dengki, sombong,
Judul Buku : Manusia dan Teknologi dalam 2001: A Space Odyssey
Genre : Filsafat, Film Studies
Objek Kajian : 2001: A Space Odyssey (1968) karya Stanley Kubrick
Penulis : Syarif Maulana
Penerbit : Garasi10
Tahun Terbit : 2013
Jumlah Halaman : 113
Harga : Rp. 40.000
Ulasan
Tahun 2001 sudah lewat. Ramalan Kubrick tentang superkomputer semacam HAL 9000, perjalanan ke Yupiter, hingga tegaknya monolit di sejumlah tempat tidak sepenuhnya terbukti. Namun keakurasian ramalan Kubrick bukanlah sesuatu yang patut dipersoalkan. Kita tahu bahwa ada akurasi yang jauh lebih bisa diambil relevansinya, yaitu pertanyaan tentang paradoks dunia manusia kontemporer: Apakah kemungkinan terbesar yang ditawarkan oleh potensi manusia, justru adalah faktor terbesar yang membuat manusia ter-dehumanisasi –tereduksi kemanusiannya? Apakah kita melihat diri kita sebagai Moon-Watcher yang bertahan hidup dengan menggunakan alat, atau sudah menjadi Bowman dan Poole yang diperbudak oleh alat itu sendiri? Apakah kita memahami teknologi sebagai kacamata yang membuat dunia terlihat sebagai suatu tempat yang harus terus menerus dieksploitasi demi kehidupan manusia? Apakah kita melihat teknologi sebagai suatu sarana untuk mengakhiri hidup manusia lainnya –atau justru malah mengakhiri hidupnya sendiri-?
Testimoni
"Contoh kajian mendalam atas salah satu film paling filosofis dan spektakuler sepanjang jaman, 2001: A Space Odyssey. Rujukannya luas, logikanya tangkas, gaya bahasanya santai dan cerdas." -Bambang Sugiharto (Guru Besar Filsafat Unpar)
"Melalui film yang dikajinya
Syarif Maulana mengajak kita berpikir sekaligus merenungi kehadiran
teknologi yang ternyata merupakan pedang bermata dua: manusia
mengembangkannya tanpa banyak menyadari bahwa sebenarnya ia mengancam
manusia itu sendiri, baik secara fisik maupun mental. Teknologi membuat
manusia percaya diri, tapi dengan itu sekaligus diri menjadi hilang di
dalamnya. Demikianlah, buku ini mengirim makna, yang sebelumnya mungkin
tidak pernah kita duga." - Acep Iwan Saidi (Ketua Forum Studi Kebudayaan, Dosen Desain dan Media di Pascasarjana ITB)
"Perlu suatu pengetahuan khusus dalam mengapresiasi film tertentu yang secara sosio-estetika termasuk tinggi. Buku ini sangat membantu!" - Awal Uzhara (Sutradara, lulusan Institut Sinematografi Gerasimov, Moskow)
Pemesanan dapat langsung dengan menghubungi penulis via email ke syarafmaulini@gmail.com.
Selamat Syarif, akhirnya. Segera mencari buku itu :D
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete