Pada tulisan ini, saya Syarif Maulana, akan menjabarkan kronologi selengkap-lengkapnya tentang segala proses berkaitan dengan kasus dugaan kekerasan seksual yang dituduhkan pada saya tanggal 9 Mei 2024 di media sosial X. Tuduhan tersebut menjadi viral dan menyebabkan saya dipecat dari berbagai institusi, tulisan-tulisan diturunkan dari berbagai media, buku-buku dicabut dari penerbitan, dan dikucilkan dari berbagai komunitas filsafat, termasuk komunitas yang saya bangun sendiri, Kelas Isolasi. Penulisan kronologi ini dilakukan dalam rangka menjelaskan duduk perkara dan perkembangan kasus ini pada publik berdasarkan catatan dan dokumentasi yang saya kumpulkan. Tuduhan kekerasan seksual (selanjutnya akan disingkat KS) kepada saya dimulai pada tanggal 9 Mei 2024, dipicu oleh cuitan dari akun @flutuarsujet yang menuliskan “... katanya dia pelaku KS waktu di Tel**m, korbannya ada lima orang …”. Kata “Tel**m” tersebut kemungkinan besar mengacu pada Telkom University, tempat saya bekerja seb
Dalam hidup sehari-hari, kita sering mengalami sebuah dilema. Apa itu dilema? Dilema kira-kira adalah dua pilihan yang sama-sama memiliki konsekuensi yang tidak enak (jika pilihan itu berjumlah tiga, maka menjadi trilema -tapi itu tidak akan dibahas sekarang ini-). Contoh dilema misalnya buah simalakama: Jika dimakan, Bapak yang mati; jika tidak dimakan, Ibu yang mati; maka itu, dimakan atau tidak dimakan, kita akan mengalami kehilangan.
Dalam ilmu logika, dilema sering diibaratkan sebagai horns atau tanduk. Dilema bukanlah sesuatu yang mutlak membingungkan dan merugikan. Sebelum memulai membahas trik meloloskan diri dari dilema, mari membuat contohnya terlebih dahulu:
Dilema 1 : Jika Ahok tidak dihukum, maka umat Islam akan marah
Dilema 2 : Jika Ahok dihukum, maka artinya hukum di Indonesia bisa dipengaruhi oleh orang banyak
Kesimpulannya: Ahok dihukum atau tidak dihukum, keduanya akan menimbulkan implikasi negatif pada negeri ini
Demikian contohnya, dan ini tiga trik untuk lolos dari dilema tersebut:
Going between the horns
Going between the horns artinya tidak memilih diantara kedua pilihan, dan mencoba untuk menyusup di pilihan ketiga (walaupun hal ini berimplikasi pada fallacy kemungkinan ketiga).
Misalnya:
1. Ahok dihukum atau tidak, publik tidak pernah tahu. Kasusnya akhirnya dibiarkan mengambang begitu saja.
2. Ahok diputuskan untuk dihukum, padahal kemudian dibebaskan diam-diam.
3. Ahok melakukan dialog intensif dengan umat Islam sehingga tidak ada lagi kemarahan pada Ahok.
Grasping it by the horns
Grasping by the horns artinya mengambil salah satu premis yang dikira paling "lemah", untuk dibedah konsekuensinya. Misalnya kita ambil dilema 1: Jika Ahok tidak dihukum, maka umat Islam akan marah. Mari cek konsekuensinya: Umat Islam akan marah. Memang benar begitu? Umat Islam yang mana? Apakah seluruh umat Islam? Tidakkah ada juga umat Islam yang mendukung Ahok? Artinya, konsekuensinya bukan berarti salah, tapi diragukan.
Rebuttal
Rebuttal berarti mengubah konsekuensi-konsekuensi dalam dilema, yang tadinya membingungkan untuk dipilih, menjadi punya nilai positif. Sehingga memilih manapun, dianggap sama-sama menguntungkan.
Misalnya:
Dilema 1: Jika Ahok dihukum, maka umat Islam akan senang
Dilema 2: Jika Ahok tidak dihukum, maka orang-orang Tionghoa akan senang
Kesimpulan: Ahok dihukum ataupun tidak dihukum, yang penting bisa menyenangkan pihak tertentu
Dengan demikian, semoga kita bisa berpikir bahwa dilema bukan akhir dari segalanya. Selalu ada kemungkinan ketiga, selalu ada premis yang konsekuensinya lebih lemah, dan selalu ada cara pandang positif agar dilema menjadi pilihan-pilihan yang sama baiknya.
Comments
Post a Comment